Darurat Korupsi, Buah Dari Sistem Rusak Saat Ini

0
10
Nurmaya Sari /Foto : Ist.

Oleh : Nurmaya Sari

JAJARAN Jaksa Agung bidang Pidana Khusus Kejaksaan Agung (Kejagung) menangani perkara-perkara megakorupsi seperti Jiwasraya, Asabri hingga kasus Surya Darmadi.

Total kerugian negara dan perekonomian negara yang ditanganinya mencapai lebih dari Rp 144 triliun sepanjang tahun 2022. “Kejaksaan Agung boleh berbangga dengan melakukan penyidikan dan penuntutan sepanjang tahun 2022 terhadap kasus besar (big fish) yang ditangani dan telah dihitung kerugiannya oleh para ahli yang berkompeten di bidangnya,” kata Kapuspenkum Kejagung Ketut Sumedana, dalam keterangannya tentang refleksi capaian akhir tahun Kejagung, Jumat (detikNews/30/12/2022).

Tim Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung) Republik Indonesia telah menangani delapan kasus korupsi dalam jumlah besar sepanjang 2022. Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Ketut Sumedana mengatakan, nilai kerugian negara dan kerugian perekonomian negara dalam delapan perkara itu mencapai triliunan rupiah, Jumat (KOMPAS.com/30/12/2022).

Masalah korupsi di negeri ini benar-benar telah menggurita dan merebak kemana-mana. Bahkan semua lini tak luput dari tindak korupsi, mulai dari tingkat bawah , menengah hingga ketingkat lembaga yudikatif. Sehingga kasusnya bertebaran dan memperoleh kerugian yang banyak, serta memberikan dampak negatif disisi kehidupan.

Adanya data laporan penangkapan kasus korupsi yang dilakukan, menyadarkan kita bahwa korupsi di Indonesia sudah semakin parah. Dan keparahan itu harusnya cepat ditangani, bukan hanya seledar pendataan tertulis dalam lembaran.

Kerusakan dari kapitalis memberikan peluang besar bagi orang-orang yang haus dengan dunia tidak berbekalkan islam, maka mereka berbuat sesuka hatinya, dan ini juga yang memudahkan para hakim dalam bertindak. maka dari itu ada beberapa hal yang dapat jadikan peluang korupsi para hakim.

Pertama, proses promosi dan mutasi yang seleksinya longgar sehingga penempatan seorang hakim bisa saja tidak berdasarkan kelayakan. Kedua, lemahnya pengawasan dan penjagaan terhadap para hakim. Persidangan di Mahkamah Agung berlangsung tertutup sehingga menjadi celah permainan perkara. Ketiga, tidak ada sanksi tegas yang menjerakan bagi hakim pelaku korupsi.

Hal ini membuktikan bahwa kerusakan dan kebobrokan terletak pada sistem hukum saat ini memang nyata dan benar adanya. Hakim yang seharusnya menjadi ujung tonggak peradilan justru malah menjadi pelaku tindak pidana itu sendiri. Keadilan hanya diberikan pada mereka yang dapat membayar dengan segepok uang, bukan pada kebenaran dalam standar hukum syariah. Jadilah kebohongan berkuasa, sedangkan kebenaran tidak kuasa. Maka yang menjadi korban banyak dari rakyat menengah kebawah.

Selain itu, aksi pemberantasan korupsi oleh KPK pun dianggap oleh pemerintah sebagai pembuat citra negatif bangsa. Seperti yang disampaikan oleh Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan. Pernyataan ini sangat kontraproduktif dengan upaya pemberantasan korupsi.

Alih-alih memperkuat KPK, pemerintah justru melemahkannya. Di sisi lain kepala rutan KPK menyatakan bahwa setiap terpidana korupsi memiliki hak kesehatan mental. Alasannya, karena para koruptor ini masih memiliki hak asasi manusia yang dijamin negara.

Alhasil Masyarakat semakin tidak percaya dengan keseriusan pemerintah mengatasi korupsi. Harapan untuk terbebas dari korupsi hanyalah bagian dari angan-angan saja.

Oleh sebab itu pemberantasan korupsi haruslah dilakukan secara sistemi, karena ini adalah permasalahan sistem yang diterapkan sangat membuka peluang terhadap tindak korupsi. Salah satunya adalah hukuman yang tidak membuat jera para pelaku koruptor. Sistemlah sebab utama yang harus diubah karena terbukti tidak efektif dan menuai banyak kegagalan. Termasuk pula memberantas akar permasalahan korupsi itu sendiri, yaitu sistem sekuler kapitalis.

Maka yang kita butuh saat inj adalah perombakan sistem hidup dan aturan sesuai standar islam Kaffah. Islam mampu memberantas korupsi mulai dari akar, dengan menanamkan akidah Islam pada setiap individu sebagai landasan berpikir mereka, sehingga menjadi benteng setiap individu dari keinginan korupsi.

Islam juga akan membentuk budaya amar ma’ruf nahi munkar di tengah masyarakat, sehingga ketika ada pelanggaran syariat, pelaku dihukum sesuai aturan dari allah. Sistem kehidupan islam bernama khilafah juga lah yang mampu menjalankan berbagai hukum secara keseluruhan, menciptakan kebiasaan baik dan ramah lingkungan. Ditambah lagi hukum Islam yang membuat jera para pelaku tindak kejahatan, semisal mencuri dalam bentuk apapun juga korupsi akan ada hukuman potong tangan yang menjerakan. Maka, hanya dengan Islam negeri ini bersih dan terbebas dari gurita dan darurat korupsi. Wallahu’alam bissawab. (*)

*Penulis Adalah Aktivis Mahasiswa