Demo Aliansi Masyarakat Pemuda dan Mahasiswa Bima (ALARAM-BIMA)
“Turunkan harga obat-obatan seperti Peptisida, Pestisida, Fungsida, Hapus penangkar dan para Tengkulah Bawah Merah yang ada di Kabupaten Bima, karena di nilai sebagai sarana utama bagi mafia bawang merah, Stabilkan harga bawang merah sesuai dengan aturan dan Undang-Undang yang berlaku, dan Stop Import merah,”
Jakarta, Lapan6Online : Masyarakat petani dalam icon miniature pembangunan negeri, petani sebagai sumber kehidupan negeri, petani adalah pahlawan tanpa tanda jasa, petani sumber literasi pembangunan dan ketahanan nasional layak pantas dan factual. Mengingat kontribusi perjalanan petani dalam negeri agraris.
Hari ini, Senin (07/10/2019) sekira pukul 11:00 wib puluhan massa dari ALARAM-BIMA (Aliansi Masyarakat Pemuda dan Mahasiswa Bima,red) menggelar demo terkait persoalan nasib petani bawang merah di Kabupaten Bima, Provinsi Nusa Tenggara Barat bertempat didepan Gedung Kantor Kementerian Pertanian Republik Indonesia Jl. RM. Harsono, Ragunan, Pasar Minggu, Jakarta Selatan.
Dalam orasinya, perwakilan massa aksi meneriakan bahwa,”Kita menyaksikan dengan mata terbuka bahwa mereka telah diujung nestapa. Nalar petani dipertaruhkan dengan nalar kekuasaan yang cenderung mengelola negeri dengan azas dan logika bisnis,” teriak lantangnya.
Masih orasi salahsatu massa aksi,”Asal elit senang, untung dan tertawa. Sementara nalar petani. Mempertaruhkan semua hal agar panen nya berhasil dan memiliki nilai jual dengan harga sesuai dengan ketentuan seperti yang telah diatur dan ditetapkan dalam Undang-Undang perdagangan No.27 Tahun 2017. Tentang penetapan harga acuan pembelian di petani dan harga acuan penjualan di konsumen,” terangnya.
Bukan tanpa alasan, bahwa mereka melakukan aksi pun atas beberapa pertimbangan diantaranya, Bahwa untuk menjamin ketersediaan, stabilitas dan kepastian harga bawang merah perlu melakukan perubahan terhadap acuan pembelian di petani dan harga acuan penjualan di konsumen atau pasar. Kemudian, Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagai mana dimaksud dalam huruf a, untuk mengatur kembali penetapan harga pembelian di petani terhadap acuan penjualan di konsumen.
Selain itu, berdasar Undang-Undang No 39 Tahun 2008 tentang kementerian negara (lembaran negara republic Indonesia nomor 166, dan nomor 4916). Undang-Undang nomor 18 tahun 2012 tentang pangan (lembaran negara republic Indonesia tahun 2012 nomor 227, dan nomor 5360).
Atas dasar tersebut, massa aksi mendesak dengan alasan tentan putus dan penetap terkait bawang merah yaitu, Harga acuan pembelian di petani adalah harga pembelian di tingkat petani yang di tetapkan oleh menteri dengan mempertimbangkan struktur biaya yang wajar yang mencakup antara lain, biaya produksi, biaya distribusi, keuntungan, dan/atau biaya lain.
Harga acuan penjualan dikonsumen adalah harga sebagai mana yang sudah ditetapkan oleh menteri dengan membertimbangkan struktur biaya yang mencakup antara lain biaya produksi, biaya distribusi, keuntungan, dan/atau biaya lain.
Disaat pesimisme petani menguat, negara melalui menteri pertanian republic Indonesia (Kementan,red) harusnya hadir untuk menjawab kompleksitas dan problem yang dirasakan oleh masyarakat tani dengan kebijakan-kebijakan yang mendukung berdasarkan acuan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2017. Tepatkah kebijakan import? Dengan kondisi petani dalam negeri saat ini sementara bawang merah hasil produksi para petani dalam negeri menumpuk?
Negara harus pandai menghitung terhadap anjloknya harga bawang merah sebagai rasa keadilan terhadap petani bawang merah khususnya di Bima, NTB yang selama ini dikerdilkan oleh logika dangkal negara dengan harga obat-obatan yang terus melambung tinggi pupuk yang mahal, sementara keringat petani tidak sesuai dengan hasil dan harga panen. Disitu sisi pra proses tanam petani dihadapkan pada skema ketimpangan, korupsi, dan politisasi. Oleh sebab itu, secara realitas ini adalah hal-hal yang mengusik dan membunuh hasil nalar petani.
Ketika kita kembali pada fase 2016 kita belum bisa melupakan bagaimana dugaan korupsi pengadaan bibit bawang merah sebesar Rp 26 M hingga kini masih menjadi persoalan tahunan di Bima khususnya, dan di NTB pada umumnya. Sehingga petani harus menelan pil pahit, karena hampir semua persoalan yang menyangkut petani di politisasi, padahal Pemda tidak perlu mengajari petani tentang cara serta upaya atau ikut merasakan kepedihan untuk berada di bawah panas teriknya matahari. Tetapi cukup dengan BUpati Bima menekankan pada dinas pertanian kabupaten Bima untuk segera mengambil langkah cerdas dalam rangka mempromosikan potensi bawang merah hasil produksi daerah Kabupaten Bima maupun produksi dalam negeri.
Adapun tuntunan dari ALARAM-BIMA yaitu : Turunkan harga obat-obatan seperti Peptisida, Pestisida, Fungsida, Hapus penangkar dan para Tengkulah Bawah Merah yang ada di Kabupaten Bima, karena di nilai sebagai sarana utama bagi mafia bawang merah, Stabilkan harga bawang merah sesuai dengan aturan dan Undang-Undang yang berlaku, dan Stop Import merah.
“Pemkab Bima harus mampu dan serius untuk mempromosikan dan menyediakan narasi, menyediakan regulasi, dan infrastruktur untuk menumbuhkan optimism masyarakat petani Bima. Negara melalui kementerian republic Indonesia harus memperhatikan kondisi kebijakan pemerintah daerah dan jangan biarkan petani jadi korban keganasan pasar atas anjloknya harga bawang merah, “ jelasnya.
Menteri Pertanian Republik Indonesia harus lebih peka, lebih visioner, dalam rangka meminimalisir problem yang sedang dihadapi oleh masyarakat petani Kabupaten Bima. Mendesak menteri pertanian republic Indonesia untuk mengintstruksikan kebulog agar segera menyerap hasil pertanian bawang merah di Kabupetan Bima sesuai dengan Permendag No.27 Tahun 2017. Haris S