”RUU P-KS membuka jalan pengaturan seksualitas yang permisif bagaimanapun saja boleh apa saja boleh asalkan tidak ada paksaan. Bagaimana nasib generasi mendatang kami pikir ini bukan pertanyaan berlebihan untuk menggambarkan kekerasan kami dan juga keresahan orang-orang bermoral gang beragama yang mengenali dampak signifikan dari RUU P-KS,”
Serang/Banten, Lapan6Online : Aksi yang dilaksanakan oleh Pengurus Wilayah Banten Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI, red) merupakan aksi penolakan terhadap pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, yang mana RUU PKS tersebut sangat dibutuhkan oleh para perempuan di indonesia terkait pelecehan Seksual, pada Sabtu (03/08/2019) sekira pukul 17.00 sd 17.50 Wib di Alun-alun Timur Kota Serang Jl. A. Yani Kota Serang, Banten diikuti 15 orang, sebagai koordinator lapangan (korlap,red) Nani Purnasih. Issue yang di usung terkiat Menolak RUU PK-S.
Dalam orasinya Nani Purnasih mengatakana bahwa, “Maraknya isu pelecehan seksual yang terjadi pada perempuan menjadi isu yang semakin hangat diperbincangkan. Mulai dari kasus pelecehan seksual maupun kekerasan dalam rumah tangga. menurut data pengaduan yang dimiliki oleh Komnas perempuan tahun 2018 pelapor mengenai kekerasan terhadap perempuan meningkat 18%. Hal tersebut menyebabkan aktivis perempuan menjadi geram dan jengah terhadap kasus-kasus yang dialami oleh perempuan. merasa bahwa kasus tersebut perlu memiliki payung hukum untuk menjerat pelaku demi memenuhi hak perempuan yang menjadi korban,” terangnya.
Lebih lanjut Nani menjelaskan,”Gelombang masa perempuan yang menuntut haknya untuk dilindungi oleh pemerintah melalui hukum disambut baik oleh Komnas perempuan. angin segar yang dicanangkan oleh Komnas perempuan membuahkan sebuah rancangan undang-undang bernama rancangan undang-undang penghapusan kekerasan seksual (RUU P-KS) namun apakah benar RUU PKS tersebut akan melindungi hak-hak perempuan ada apa dengan RUU P-KS tersebut dan mengapa sampai sekarang masih banyak Abiguitas sehingga tidak juga disahkan,” jelas Nani.
Masih menurut Nani bahwa,”Salah satu Abiguitas terdapat pada Bab 1 pasal 1 yang dalam RUU P-KS menyebutkan definisi dari kekerasan seksual yang menyatakan bahwa dapat dikatakan sebuah kekerasan apabila berupa pemaksaan hal tersebut menjadi janggal dan Raju apabila bukan berupa pemaksaan apa itu berarti bukan sebagai bentuk kekerasan. Kekerasan seksual dan kejahatan mempunyai irisan banyak kejahatan seksualyang mengandung unsur kekerasan seksual misalnya pelecehan pemerkosaan pemaksaan pelacuran pemaksaan aborsi. kesemuanya ini perbuatan jahat yang mengandung kekerasan di dalam doktrin hukum pidana kejahatan mempunyai unsur utama melanggar nilai dalam masyarakat. ada nilai hidup yang jika dilanggar disebut penghilangan nyawa orang ada harta yang jika dilanggar disebut pencurian perampasan dan seterusnya ada nilai martabat yang jika dilanggar disebut pemerkosaan pelecehan dan seterusnya. Ini kejahatan yang bisa yang memuat nilai kekerasan maupun tidak. sedangkan kekerasan apa itu kekerasan-kekerasan terutama yang banyak disebutkan oleh para pengusung RUU P-KS adalah sifat paksaan apapun yang mempunyai nilai memaksa adalah kekerasan. mendidik anak nakal yang tidak mau salat dengan cara tidak dibolehkan keluar rumah adalah kekerasan tapi apakah kejahatan yang patut dihukum? dari perspektif kekerasan ini maka di dalam RUU P-KS yang dihukum adalah pemaksaan pelacuran bukan pelacuran yang dihukum adalah pemaksaan aborsi bukan aborsi yang dihukum adalah hubungan seksual yang tidak didasari suka sama suka walau hubungan tersebut melanggar nilai dan norma. karena bagaimanapun caranya apabila mengandung kekerasan itulah yang harus dihukum,” tegasnya.
Nani menambahkan bahwa,”RUU P-KS membuka jalan pengaturan seksualitas yang permisif bagaimanapun saja boleh apa saja boleh asalkan tidak ada paksaan. Bagaimana nasib generasi mendatang kami pikir ini bukan pertanyaan berlebihan untuk menggambarkan kekerasan kami dan juga keresahan orang-orang bermoral gang beragama yang mengenali dampak signifikan dari RUU P-KS,” tambahnya.
Mereka pun menyampaikan tuntutan dengan tegas,” Kami menolak RUU P-KS tersebut disahkan, karena menurut kami masih banyak hal yang perlu ditinjau ulang kami tidak ingin RUU tersebut akhirnya dimanfaatkan pihak yang tidak bertanggung jawab kami juga mengantisipasi terhadap dampak yang nanti akan terjadi setelahnya seperti contoh ketahanan keluarga Indonesia hingga perilaku penyimpangan seksual yang tidak sesuai dengan norma Indonesia sebagai negara yang beragama, “ tegas Nani.
Tampak dalam aksi mereka membentangkan spanduk dan poster-poster dengan berbagai macam tulisan : Tolak RUU PKS, Anak juga korban, RUU PK- S bukan solusi, Kami juga korban, Lawan kejahatan seksual, dan Peduli anak. Muhaimin