“Bila seluruh proses masalah beda pendapat dijadikan alat laporan pidana, nantinya dapat muncul perasaaan perlakuan yang tidak sama antara satu orang dengan lainnya,”
Jakarta – Lapan6Online.com : Demokrasi di Indonesia dinilai bisa rusak sebab perbedaan pendapat selalu dijadikan alat untuk mempidanakan seseorang. Pernyataan itu dilontarkan oleh Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Jimly Asshiddiqie menanggapi maraknya berbagai masalah yang diselesaikan melalui jalur hukum pidana hanya disebabkan kontroversi ide, perbedaan pendapat, adu argumentasi di linimasa media sosial menjelang pemilihan umum (Pemilu) 2019.
“Kalau semua orang masuk penjara, nanti negara kosong cuma gara-gara beda pendapat. Nanti kita kekurangan penjara sebab kepenuhan. Apalagi, tidak semua manusia umumnya masyarakat di sebuah negara harus sama ide dan pendapatnya, termasuk soal agama dan pilihan politik,” ujar Jimly, seperti dilansir laman TeropongSenayan, Jakarta, Selasa (12/3/2019).
Menurut Jimly, proses penegakan hukum memang baik dan dibutuhkan pada kehidupan bernegara serta berbangsa. Kendati demikian, hukum juga diberlakukan terhadap hal yang khusus dan berpengaruh buruk kepada masyarakat dan negara.
“Kalau tidak membahayakan negara, nggak mengancam nyawa manusia dan masyarakat, nggak merugikan kehidupan orang lain, beda pendapat dan pikiran itu biasa. Biarkan saja,” papar Ketua Umum Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) itu.
Oleh sebab itu, Jimly menyebut, mestinya tidak perlu setiap isu persoalan yang muncul ke ruang publik, lantaran beda pendapat kemudian penyelesaiannya dengan penerapan hukum pidana.
Menurut Jimly, dalam negara penganut demokrasi dan telah menerapkannya dengan kurun waktu yang cukup lama, justru perbedaan pendapat amat wajar dan dibutuhkan guna membangun bangsa jadi lebih baik.
“Bila seluruh proses masalah beda pendapat dijadikan alat laporan pidana, nantinya dapat muncul perasaaan perlakuan yang tidak sama antara satu orang dengan lainnya,” pesan Caleg DPD RI asal Dapil Jakarta itu. (Alf/red/lapan6online)