Moskow, Lapan6online.com : Rusia pernah mengejek Sistem pertahanan rudal Patriot dan Aegis buatan Amerika Serikat (AS) setelah gagal melindungi kilang minyak Arab Saudi dari serangan drone dan rudal jelajah September 2019 lalu.
Pejabat berpangkat tinggi militer Rusia mengatakan, kegagalan itu membuktikan bahwa senjata pertahanan Amerika tidak seperti yang diiklankan AS.
Menurut pejabat tersebut, Saudi membangun sistem pertahanan udara paling kuat di kawasan Timur Tengah dengan mengambil manfaat persenjataan AS, yang menyediakan cakupan radar berskala penuh. Namun, lanjut dia, efisiensi senjata pertahanan AS dipertanyakan.
Berbeda halnya dengan Rusia yang telah mengembangkan sistem pertahanan rudal sejak era Soviet melalui tiga varian utama S-300 seperti S-300P basis darat, S-300F basis laut dan S-300V, yang salah satu variannya ditingkatkan atau diupgrade menjadi S-400, dikenal lebih tangguh ketimbang Patriot, terutama saat uji coba di medan tempur Suriah.
Jika S-300 dikembangkan awal di era Soviet untuk pertahanan udara dari pesawat musuh, maka S-400 mulai dikembangkan selain untuk menghancurkan musuh juga dapat membidik rudal balistik dengan superioritas tinggi. Dapat menghancurkan 80 target sekaligus menggunakan 160 rudal.
Kehebatan lainnya, Sistem ini dapat melibatkan semua jenis target udara termasuk pesawat tempur, UAV, rudal balistik dan jelajah dalam kisaran 400 km pada ketinggian sampai 30 km. Sistem ini dapat melumpuhkan 36 target secara bersamaan. S-400 dua kali lebih efektif dibandingkan sistem pertahanan udara Rusia sebelumnya dan dapat digunakan dalam waktu 5 menit.
Sistem Rudal S-500 Prometheus
Seiring dengan perkembangan teknologi rudal yang meningkat dengan kecepatan hipersonik, Rusia mengembangkan sistem pertahanan rudal yang lebih cepat dan akurat, termasuk ruang angkasa, yakni sistem pertahanan rudal S-500.
Rusia menyatakan sistem pertahanan rudal S-500 yang sudah disiapkan tidak akan ada tandingannya dengan teknologi serupa lainnya di dunia. Sistem itu diklaim mampu melenyapkan senjata dan satelit hipersonik pada orbit rendah Bumi.
Sistem rudal canggih Moskow tersebut juga akan menjadi yang pertama di kelas baru persenjataan pertahanan ruang angkasa.
Komandan Pasukan Aerospace Rusia, Sergey Surovkin, mengatakan tugas utama S-500 adalah menetralkan rudal balistik jarak menengah. Namun, ia juga dapat menjatuhkan hulu ledak rudal antarbenua, pesawat tempur, drone dan banyak lagi objek terbang.
Surovkin, kepada surat kabar resmi militer Rusia; Red Star, melanjutkan, S-500 telah dirancang untuk menghilangkan senjata dan satelit hipersonik di orbit rendah Bumi. Kemampuan itu menjadikannya sebagai contoh generasi pertama dari perangkat pertahanan ruang angkasa.
Mengutip situs Russia Beyond (rbth.com) disebutkan, Sistem S-500 dirancang untuk menembak jatuh rudal-rudal hipersonik masa depan yang terbang pada ketinggian lebih dari 100 kilometer (orbit bumi rendah).
Hingga kini, belum ada satu pun sistem pertahanan udara di dunia yang dapat melindungi suatu negara dari ancaman semacam ini pada masa depan. Jadi, Rusia berencana untuk menjadi pelopor di pasar pertahanan dengan menciptakan perisai udara semacam itu.
Selain itu, rudal S-500 ‘Prometheus’ mampu mencapai target di ruang angkasa berkat radar pelacak otomatis barunya. Dengan demikian, rudal-rudal tersebut mampu mengidentifikasi target di ruang angkasa (jika kontak dengan markas hilang), mencegat, dan menghancurkan mereka secara mandiri.
Rudal-rudal ini akan bisa terbang dengan kecepatan hipersonik hingga Mach 9 (10.800 km/jam) dan bisa mencegat target dalam radius 500 kilometer pada ketinggian 100 kilometer.
(*/RedHuge/Lapan6online)