Jakarta, Lapan6online.com : Direktur Kajian Indonesian Of Social Political Institute (ISPI), Deni Iskandar menyoroti anggaran APBN yang diberikan pemerintah pusat kepada Kementerian Badan Usaha Milik Negara atau BUMN di tengah ancaman defisit sistem keuangan negara dalam APBN Tahun 2020.
“Salah satu sebab defisit disebabkan karena postur APBN Tahun 2020 yang ditetapkan berdasarkan Undang-Undang No 1 Tahun 2020 dan Peraturan Pemerintah (PP) No 23 Tahun 2020 dialihkan untuk pembiayaan Covid-19. (Sementara) pembiayaan pemerintah pusat untuk pemulihan ekonomi nasional, salah satunya untuk pembiayaan Kementerian BUMN.” kata Deni Iskandar dalam acara diskusi offline, bertajuk ‘Melihat Fungsi BUMN di Tengah Covid-19, Keuntungan Atau Beban Untuk Negara?’ yang digelar Senin (23/6/2020) di Warung Kopi Terdekat, Jl. Puri Intan II, Ciputat, Kota Tangerang Selatan.
Menurut Deni, anggaran pembiayaan untuk pemerintah pusat dari APBN tahun 2020 tersebut, tidak mesti diberikan untuk Kementerian BUMN. Sebab, Deni menjelaskan, fungsi BUMN merupakan suatu Badan Usaha Negara, yang seharusnya menopang perekonomian nasional, hal itu seperti telah diamanatkan oleh Undang-Undang.
“Bila melihat postur APBN kita hari ini, saya merasa aneh dengan BUMN dibawah kepemimpinan Erich Thohir yang tidak maksimal dalam menopang laju pertumbuhan ekonomi nasional. BUMN ini fungsinya sebagai lembaga perusahaan negara, seharusnya BUMN itu memberikan deviden kepada negara agar APBN kita ini tidak merosot dan defisit. Ini justru terbalik, aneh saya.” Kata Deni.
Peran dan Fungsi 107 BUMN
Menurutnya, bila mengacu pada UU No 19 Tahun 2003 maupun Peraturan Presiden No 81 Tahun 2019 tentang Kementerian BUMN, telah diatur secara jelas bahwa peran dan fungsi BUMN merupakan sebuah lembaga perusahaan negara yang tugasnya menopang perekonomian nasional. Sebab, visi BUMN didirikan untuk mencari keuntungan sebanyak-banyaknya dan keuntungan tersebut diberikan untuk negara.
“Bila kita mengacu pada UU maupun Perpres tentang BUMN, tentu seharusnya, BUMN sebagai lembaga usaha negara ini harusnya menopang perekonomian nasional. Dari 107 perusahaan BUMN, masa tidak ada deviden, sehingga harus minta dana talangan dan penyertaan modal lagi dari APBN, logikanya dimana?” kata Deni.
Ditegaskannya, harusnya di tengah kondisi keuangan negara yang krisis ini, BUMN hadir membantu menopang APBN agar tidak defisit, bukan malah membebani.
“APBN kita saat ini defisit diangka 165 triliun atau 6,34 persen, itu angka yang besar, dimana BUMN itu, gak hadir, justru membebani negara,” serunya.
Kebutuhan Pembiayaan APBN Meningkat
Alumni UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu menjelaskan, berdasarkan data terbaru yang dirilis Menteri Keuangan Sri Mulyani disebutkan, kebutuhan pembiyaan APBN Tahun 2020 terus mengalami peningkatan sebesar Rp905,2 triliun. Dari angka terakhir Rp741,8 triliun menjadi Rp1.647,1 triliun.
Naiknya kebutuhan pembiayaan tersebut, disebabkan karena adanya perubahan biaya penanganan Covid-19 yang terus meningkat sebesar Rp695,2 triliun.
Sejalan dengan hal tersebut, menurut Deni angka Defisit dalam APBN tahun 2020 pun terus mengalami peningkatan, yang sebelumnya diprediksi Sri Mulyani hanya pada batas 1,76 persen ternyata meleset.
“Sampai saat ini, saya yakin Sri Mulyani pun belum bisa memprediksi berapa persen, APBN kita akan defisit, kalau pun keluar persentasi angka Defisit, itu masih fluktuatif. Karena Covid-19 belum selesai, dan yang menjadi pertanyaan besar adalah, dimana posisi BUMN pada saat kondisi seperti ini?” ujar Deni.
Menurutnya, harusnya BUMN itu bisa menutupi defisit ini dengan deviden bukan malah minta anggaran negara.
Bongkar Pasang Komisaris dan Direksi
Deni menilai, kinerja Kementerian BUMN di bawah Erich Thohir, tidak berjalan maksimal dan tidak tegak lurus menjadi penopang perekomian nasional ke arah yang lebih baik, sesuai dengan visi Presiden Jokowi. Menurutnya, kinerja Erich Thohir selama menjadi Menteri hanya bisa sebatas bongkar pasang komisaris dan direksi saja, sementara dalam menopang perekonomian, Deni menilai, masih labil.
“Sampai saat ini, saya tidak melihat komitmen Menteri BUMN dalam menopang perekonomian nasional, hal ini bisa dilihat dari banyak hal, contoh terkecil, misalnya soal BUMN yang minta dana talangan dan penyertaan modal dari APBN, inikan aneh, harusnya di balik dong, BUMN yang memberikan keuntungan untuk negara, sehingga APBN kita tidak defisit.” kata Deni.
Dibeberkan Deni, namanya juga Badan Usaha, pasti punya deviden. Deni tidak yakin semua BUMN itu merugi, sebab selama pandemi Covid, perusahaan BUMN tidak semuanya berhenti beroperasi. Oleh sebab itu, Deni menyarankan, jika Kementerian BUMN tidak mampu menopang perekonomian nasional, sebaiknya Menteri Erick mengundurkan diri.
“Saran saya, kalau memang Menteri BUMN ini gak bisa menopang perekonomian nasional, ya mending mundur aja, kasihan Presiden. Nanti demo nya ke Istana lagi, yang salah Jokowi lagi.” Kata Deni.
Bukan tanpa alasan Direktur Kajian ISPI ini meminta Menteri BUMN mundur. Deni mengungkap, jika mengacu pada UU No 39 Tahun 2008 Tentang Kementerian Negara, Pasal (1) dijelaskan bahwa, “Kementerian berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden”. Sementara dalam pasal (7) disebutkan bahwa, “Kementerian mempunyai tugas menyelenggarakan urusan tertentu dalam pemerintahan untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara.”
Sementara bila mengacu pada UU No 19 Tahun 2003 Tentang Kementerian BUMN disebutkan dalam pasal (2) terkait maksud dan tujuan pendirian BUMN diantaranya: poin (a) Memberikan sumbangan bagi perkembangan perekonomian nasional pada umumnya dan penerimaan negara pada khususnya. (b) Mengejar keuntungan. (c) Menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan memadai bagi pemenuhan hajat hidup orang banyak. (d) Menjadi perintis kegiatan-kegiatan usaha yang belum dapat dilaksanakan oleh sektor swasta dan koperasi. (e) Turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada pengusaha golongan ekonomi lemah, koperasi, dan masyarakat.
(RedHuge/Lapan6online)