“Minimnya bantuan yang diberikan oleh negara penganut sistem ini mencerminkan abainya tanggung jawab atas pelayanan yang diberikan. Bagi kapitalisme, bukan negara yang melayani rakyat, namun rakyat yang melayani negara demi meraih keuntungan materi,”
Oleh : Rina Tresna Sari, S.Pd.I
Jakarta | Lapan6Online : ‘Bagai air di daun talas’, itulah peribahasa yang menggambarkan terus berubahnya kebijakan dari para pemangku negeri. Sudah menjadi rahasia umum bahwa aturan dalam penanganan pandemi di negeri ini berubah-ubah.
Ditambah kebijakan yang tidak terpusat, membuat aturan yang dijalankan membingungkan rakyat. Atasan bilang A, bawahan menyatakan B, C, D, dan lainnya.
Penetapan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) dengan social dan physical distancing oleh beberapa wilayah ternyata ambyar.
Kini PSBB dan moda transportasi direlaksasi oleh Menhub, Budi Karya Sumadi. Senada dengan Menhub, Menko Polhukam Mahfud MD juga mengamini relaksasi PSBB dengan dalih agar rakyat tidak tegang.
Menurutnya PSBB harus dilonggarkan atau direlaksasi dengan protokol kesehatan yang diberlakukan agar ekonomi tidak mati dan macet, seperti yang diberitakan CNN Indonesia, Rabu (6/05/2020).
Aturan relaksasi adalah aturan kesekian yang dijadikan alasan agar ekonomi tidak mati.
Tentu saja ketika moda transportasi direlaksasi, transportasi akan beroperasi dan kembali memenuhi pundi-pundi rupiah bagi dinas terkait.
Tentu keputusan dua menteri ini mengejutkan. Mengingat pandemi masih beraksi, kasus pasien terjangkit virus corona masih saja melaju tinggi.
Sebagaimana yang diberitakan CNN Indonesia, Indah Suci Widyahening seorang ahli Epidemuologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia menyatakan bahwasanya kasus positif corona terus meningkat. Menurutnya terlalu cepat jika menyatakan kasus positif melambat, sementara kurva terus naik.
Atmosfir penangan pandemi dianggap sepele dan serampangan, pasalnya relaksasi PSBB digulirkan di tengah pandemi yang masih mengintai. Betapa kerja keras nakes dalam menghadapi kasus positif tak dipandang sedikit pun. Termasuk masukan dan kritikan dari beberapa anggota dewan juga diabaikan.
Diberitakan CNN Indonesia, Anggota Komisi V DPR RI dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Syahrul Aidi Maazat keheranan dengan langkah yang diambil Menhub dan Menhan yang merelaksasi PSBB. Menurutnya seolah mengakomodir kepentingan segelintir orang tanpa memperhatikan jumlah pasien positif virus terus bertambah setiap hari.
Senada dengan Syahrul, Sekretaris Fraksi PPP DPR RI, Achmad Baidowi menilai saat ini bukan waktu yang tepat merelaksasi PSBB. Sebab belum ada tanda penurunan kasus corona. Penetapan relaksasi disaat kasus positif masih meningkat, adalah keputusan yang sangat beresiko.
Walaupun keputusan ini mungkin disambut gembira oleh sebagian perantau dan armada transportasi umum. Namun sejatinya, hal ini justru menjerumuskan mereka dalam ranah penyebaran rantai virus corona.
Mereka berpeluang ditulari atau menulari orang lain. Dan tentu hal ini akan semakin menambah deretan kasus positif. Jelas kebijakan pelonggaran PSBB ini, semakin menunjukan bahwa ada kepentingan segelintir orang yang diakomodir.
Relaksasi yang dilakukan sangat menunjukkan hilangnya nurani para pembuat aturan. Sekitar dua bulan rakyat sudah kelimpungan dengan pandemi yang mengintai tanpa ada solusi memadai. Rakyat dibiarkan terkatung-katung menyelamatkan diri dengan aturan yang berubah-ubah, belum lagi pemenuhan kebutuhan pokok yang tidak ditangani dan diakomodir oleh pemangku negeri.
Hal yang sangat biasa terjadi pada negara yang berkiblat dan berpedoman pada sistem kapitalisme. Di mana sistem ini memang berasaskan manfaat tanpa memikirkan nasib rakyat.
Bagi sistem kapitalisme meraih keuntungan di tengah kemelaratan hal yang sangat wajar. Minimnya bantuan yang diberikan oleh negara penganut sistem ini mencerminkan abainya tanggung jawab atas pelayanan yang diberikan. Bagi kapitalisme, bukan negara yang melayani rakyat, namun rakyat yang melayani negara demi meraih keuntungan materi. Sehingga membentuk peradaban yang semrawut di tengah kehidupan.
Berbeda sekali dengan sistem Islam yang menorehkan tinta peradaban gemilang. Di mana Islam mewajibkan negara menjadi pelayan rakyat, negaralah yang mengatur urusan rakyat, memenuhi kebutuhan pokok perindividu rakyat, baik dalam kondisi normal, kondisi perang, kondisi bencana alam, dan kondisi wabah melanda.
Di masa Islam juga pernah terjadi wabah. Rasulullah Saw ketika ada wabah bertindak cepat agar tidak banyak yang tertular dan terjangkit wabah tersebut. Beliau mengkarantina wilayah terserang wabah, penduduk di dalam wilayah tersebut tidak boleh keluar. Sebaliknya, penduduk yang di luar wilayah tersebut tidak boleh masuk.
Selain itu, beliau memenuhi segala kebutuhan pokok penduduk, terutama yang di dalam wilayah terserang wabah. Beliau juga memenuhi kebutuhan pengobatan, termasuk mendatangkan ahli kesehatan untuk segera menangani kasus wabah yang terjadi.
Juga sangat masyhur di masa kekhilafahan Umar ada wilayah yang dilanda wabah. Beliau melakukan tindakan yang sejalan dengan Rasul untuk menangani wabah. Yakni karantina wilayah dengan pemenuhan kebutuhan pokok dan alat kesehatan yang memadai.
Tidak ada relaksasi, apalagi duduk santai berkumpul di tengah wabah yang melanda atau jalan-jalan pulang kampung. Penduduk yang ada di wilayah benar-benar dikarantina dengan social dan phsycal distancing tanpa memikirkan kebutuhan dasar hidup, karena negara memenuhinya lebih dari cukup untuk seluruh anggota keluarganya.
Keimanan di dada mereka juga terhujam kuat dan tersuasanakan, sehingga penduduk rela dan lapang dikarantina. Meski untuk beberapa waktu mereka terisolir dari dunia luar.
Tidak bermuamalah, tidak berdakwah, dan tidak menuntut ilmu. Mereka taat pada ketetapan negara semata karena konsekuensi keimanan di dada. Jadi tidak akan ada istilah karantina yang direlaksasi.
Sayang sekali, saat ini belum ada satu pun negara di dunia ini yang melirik aturan yang lurus dan benar. Aturan yang melayani manusia seutuhnya dengan sumber wahyu ilahi.
Saatnya negeri ini meninggalkan aturan yang dianut yang jelas tidak menyelesaikan masalah sedikit pun. Dan beralih pada aturan Islam yang memiliki solusi dalam setiap problematika kehidupan. Wallahu alam bish showab. GF/RIN/Lapan6 Group
*Penulis adalah Praktisi Pendidikan dan Member Akademi Menulis Kreatif