HUKUM | TIPIKOR
“Saya pusing juga. Langsung dia datang ke Makassar tagih saya. Saya ditelepon, dia menginap di Hotel di Swisbell Pantai Losari. Dia datang dua kali ketemu saya. Satu kali lewat video call. Saya tidak layani yang ketiga kalinya,”
Lapan6Online | Jakarta : Ada yang rada janggal pada kegiatan bimbingan teknis evaluasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD,red) Tahun Anggaran 2022 melalui Sistem Informasi Pemerintahan Daerah atau SIPD yang digelar Direktorat Jenderal (Ditjen) Bina Keuangan Daerah (Keuda,red) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) pada Kamis (18/11/2021) lalu.
Kejanggalan itu pasalnya, karena kegiatan tersebut tidak dihadiri oleh Dirjen Keuda Mochamad Ardian Noervianto. Justru yang hadir Direktur Perencanaan Anggaran Daerah Ditjen Bina Keuda, Bahri. Ini tidak seperti biasanya.
Menurut keterangan yang dihimpun mengungkapkan, Mochamad Ardian Noervianto diam-diam telah dicopot jabatannya sebagai Dirjen Keuda Kemendagri. Dan dimutasi sebagai Dosen di IPDN (Institut Pemerintahan Dalam Negeri).
Informasi yang diperoleh menyebutkan bahwa Ardian dicopot dari jabatannya karena sedang menghadapi kasus hukum di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Tapi belum diketahui kasus hukum yang disangkakan kepada Ardian, karena hingga saat ini belum ada keterangan resmi resmi dari pihak KPK.
Dari pihak Kemendagri pun terkesan tertutup terkait pencopotan Ardian. Saat ini Dirjen Keuda Kemendagri dijabat oleh Plt dari kalangan Badan Litbang Kemendagri.
Sebelumnya, nama Ardian pernah disebut-sebut dalam persidangan kasus dugaan suap dan gratifikasi proyek infrastruktur di Pemprov Sulsel. Dengan tersangka Gubernur Sulsel non aktif Nurdin Abdullah.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) saat itu menghadirkan eks Pejabat Pemprov Sulsel, Jumras, di persidangan sebagai saksi. Mantan Kepala Dinas Bina Marga dan Kepala Biro Pengadaan Barang dan Jasa itu bersaksi untuk terdakwa Agung Sucipto.
Ardian disebut pernah mengejar-ngejar Jumras. Ia meminta fee sekaitan dengan cairnya Dana Alokasi Khusus (DAK) di Sulsel.
“Anggaran DAK yang cair Rp 80 miliar. Saya dimintai fee oleh Direktur namanya Pak Ardian, pejabat di Kemendagri,” ujar Jumras di Ruangan Harifin Tumpah Pengadilan Negeri Makassar, Sulawesi Selatan, pada Kamis (24/06/2021).
Jumras mengaku staf mantan Penjabat Gubernur Sulsel, Soni Sumarsono yang mengarahkan untuk bertemu. Kebetulan Soni Sumarsono juga menjabat sebagai Dirjen Otonomi Daerah saat itu.
“Ardian yang mengurus proposal pengusulan DAK saat itu. Tapi saat pengurusan tidak ada komitmen (permintaan fee),” ujarnya.
Jumras kemudian kaget saat anggaran DAK tersebut cair. Ardian menghubunginya untuk meminta fee proyek.
Padahal pada saat bertemu di Jakarta, tak ada pembahasan soal itu. Ardian disebut hanya meminta proposal saja. Fee yang diminta juga jumlahnya cukup besar, kata Jumras. Jika dikalkulasi bisa mencapai 7,5 persen dari anggaran Rp 80 miliar yang cair.
“Saya pusing juga. Langsung dia datang ke Makassar tagih saya. Saya ditelepon, dia menginap di Hotel di Swisbell Pantai Losari. Dia datang dua kali ketemu saya. Satu kali lewat video call. Saya tidak layani yang ketiga kalinya,” tegasnya.
Karena itulah, saat Agung Sucipto meminta proyek yang dibiayai oleh DAK, Jumras mengatakan proyek tersebut ditagih-tagih oleh oknum di Kemendagri. Fee yang diminta 7,5 persen.
“Saya bilang, kalau bapak (Agung) kerjakan, kamu akan ditagih orang (Kemendagri). Dia minta fee 7,5 persen. Saya ini sudah ditagih terus. Tapi laporannya Agung ke Gubernur saya yang minta,” bebernya.
Tiap hari, Jumras mengaku didatangi terus oleh orang suruhan Ardian. Padahal saat itu ia sudah tidak lagi menjabat sebagai Kepala Dinas Bina Marga.
“Ada orangnya Ardian datang tiap hari menagih saya. Saya juga tidak mau bayar. Saya bilang tidak ada uang. Mau dapat uang dari mana,” tegasnya.
Namun, Jumras mengaku tak tahu apakah saat itu ada pembayaran fee ke Ardian atau tidak. Sebab, dirinya sudah dinonjobkan.
Hakim Ketua Ibrahim Palino kemudian menginstruksikan ke JPU agar pernyataan Jumras soal fee proyek oleh oknum pejabat tersebut didalami.
Sebelum itu, M Ardian Noervianto saar menjabat Direktur Fasilitasi Dana Perimbangan dan Pinjaman Daerah (FDPPD) Kemendagri juga pernah dipanggil KPK terkait tersangka Wakil Ketua DPRD Lampung Tengah J Natalis Sinaga atas dugaan suap persetujuan pinjaman daerah kepada DPRD Lampung Tengah.
Namun yang bersangkutan mangkir, sebagaimana dilansir laman merahputih.com pada 27 Maret 2018.
Sejumlah pakar hukum sempat mempertanyakan terkait pengangkatan Ardian sebagai Dirjen Keuda Kemendagri. Praktisi hukum, Muhammad Syukur Mandar, SH. MH mengatakan bahwa, dalam suatu proses seleksi pejabat publik ada dua prinsip utama yang dikedepankan.
“Pertama, berdasarkan prinsip good governance dan clean governance. Kedua, prinsip inilah yang mendasari setiap proses seleksi pada pejabat publik. Tentu siapapun memiliki hak untuk menjadi pejabat public, sejauh memenuhi syarat yang ditentukan undang-undang,” kata Mandar Syukur yang juga mantan Dekan Hukum Universitas Ibnu Chaldun.
“Berkaitan dengan adanya dugaan keterlibatan salah seorang calon dirjen bina keuangan daerah, inisial, MAN, tentu kita harapkan dilihat pada dua kacatama diatas, yang pertama yang berangkuatan harus clear, tidak tersangkut apapun bagi setiap calon pejabat. Apalagi dalam lingkungan keuangan Depdagri yang membawahi masalah-masalah keuangan daerah diseluruh Indonesia.”
Kedua, harus clean, artinya dia harus bersih. Tidak tersangkut apapun, sehingga sangatlah menyalahi asas kepatutan jika seorang calon pejatan di level dirjen tidak clean.
”Ini akan menuai masalah, bahwa kita menghargai asas praduga tak bersalah yang harus kita kedepankan. Tetapi bahwa suatu kasus yang sudah ada terpidananya dan kemudian masih mengalami pengembangan kasusnya, hal itu menandakan bahwa kasus tersebut berpotensi melahirkan terdakwa baru dan semua kemungkinan itu terbuka,”tegas Muhammad Syukur Mandar.
Pakar politik sekaligus Dewan Pendiri Kaukus Perempuan Politik Indonesia, Ir.Hj. Nurul Candrasari Masjkuri, M.Si malah mempertanyakan proses seleksi calon pejabat di lingkungan Kemendagri tersebut.
“Kenapa sih harus seperti itu, padahal orang pintar di Indonesia sangat banyak. Hanya saja orang jujur sulit dicari, tapi kita cari orang yang pandai, cerdas, punya iman, punya kejujuran untuk membangun negara ini. Apalagi sekelas Pak Tito Karnavian kan tidak sulit mencari,” ujar nya.
“Kita bicara untuk negara, untuk kepentingan negara, bukan untuk kepentingan pribadi. Jadi, kita akan curiga bila dipertahankan dan diajak orang yang tidak benar untuk mengisi kekosongan jabatan ini. Apalagi ada calon yang sudah di bidik KPK bahkan mangkir dari panggilan lembaga antirasuah tersebut. Jadi sepertinya tidak ada orang lagi untuk tempatkan pada jabatan tersebut,” sesalnya.
Dikatakan, nggak mungkin KPK membidik orang tanpa ada salahnya. Jika sudah ada catatan seperti itu, maka perlu dilihat kalau sudah dibidik, jangan lagi dimunculkan, nanti akan mengecewakan masyarakat bahkan ketidakpercayaan publik atas lembaga tersebut. (*Kop/Mas Te/Lpn6)