Jakarta, Lapan6online.com : Desakan pencopotan atau penggantian Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Nadiem Makarim terus disuarakan. Hal ini merujuk dari polemik proses seleksi Program Organisasi Penggerak (POP) yang meloloskan dua yayasan milik Konglomerat, Putera Sampoerna dan Yayasan Bhakti Tanoto.
Salah satu pihak yang meminta Nadiem diganti adalah Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN), Pelaksana Harian (Plh) Ketua Fraksi PAN DPR, Saleh Partaonan Daulay dalam keterangan tertulisnya, Jumat 24 Juli 2020.
Saleh meminta Presiden Joko Widodo atau Jokowi segera mengevaluasi Nadiem Makarim atas kinerjaya memimpin Kemendikbud. Saleh menilai, evaluasi harus dilakukan lantaran Nadiem belum menorehkan satu prestasi pun selama menjabat.
Padahal, kata dia, seharusnya Nadiem dapat membuktikan dirinya mampu memimpin Kemendikbud. Apalagi saat masa pandemi Covid-19, di mana kesempatan untuk menunjukan program dan inovasi di bidang pendidikan terbuka lebar.
Saleh juga menyoroti latar belakang pendidikan dan pekerjaan Nadiem yang diketahui tidak ada yang berkaitan dengan keahlian dirinya di bidang pendidikan.
“Alih-alih mencatatkan prestasi selama memimpin Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, justru Nadiem sering menimbulkan kontroversi, polemik dan perdebatan,” kata Saleh seperti dikutip dari Suara.com, Jumat (24/7/2020).
Kontroversi Kemendikbud
Termutakhir, Kemendikbud yang dipimpin Nadiem menuai kontroversi terkait proses seleski Program Organisasi Penggerak (POP) yang meloloskan dua yayasan terafiliasi perusahaan besar, yakni Yayasan Putera Sampoerna dan Yayasan Bhakti Tanoto. Selain itu, masih banyak organisasi dan entitas baru yang juga diloloskan.
Diketahui, akibat dari munculnya polemik tersebut, Majelis Dikdasmen PP Muhammadiyah dan LP Ma’arif PBNU yang terdaftar POP justru memilih mengundurkan diri. Saleh mengatakan, pengunduran diri sebagai bentuk protes dari dua organisasi besar dan tertua di Indonesia tersebut terhadap sikap Nadiem.
“Nadiem tidak peka. Tidak memahami sejarah pergerakan ormas di Indonesia secara utuh. Sikap dan kebijakan Nadiem ini tentu sangat tidak baik. Banyak pihak yang tersinggung. Kebijakan ini pasti tidak sesuai dengan arahan dan keinginan Presiden Jokowi. Apalagi selama ini, presiden sangat dekat dengan Muhammadiyah, NU, dan ormas-ormas keagamaan lain di Indonesia,” tutur Saleh.
Karena polemik tersebut, Saleh meminta Jokowi untuk segera memanggil dan meminta penjelasan Nadiem. Menurutnya, sebagai presiden, Jokowi dituntut menggunakan hak prerogatif mengganti Nadiem dengan seseorang yang lebih mengerti dan menguasi pendidikan untuk dimemimpin Kemendikbud.
“Insyaallah, tidak sulit mencari pengganti Nadiem ini. Ada banyak sosok dan tokoh yang jauh lebih menguasai persoalan pendidikan. Gendangnya sekarang ada di presiden. Semua pihak sekarang menunggu kapan gendang tersebut akan ditabuh,” tandasnya.
Mundurnya NU dan Muhammadiyah juga direspon Ketua Umum Perhimpunan Pergerakan Jejaring Nasional Aktivis 98 (PPJNA 98), Anto Kusumayuda dalam keterangan tertulisnya, pada Kamis (23/07/2020) kemarin.
Pendidikan Indonesia Berkabung
“Di tengah pandemik Covid 19 anggaran pendidikan dipangkas, kondisi dunia pendidikan masih memprihatinkan, nasib guru Indonesia masih jauh dari sejahtera, tunjangan guru distop, tiba-tiba ada kabar yang memprihatinkan, berkabungnya dunia pendidikan Indonesia,” kata Anto.
Ia pun prihatin dengan kondisi tersebut, di mana organisasi besar sekelas Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah menarik lembaga pendidikannya dari POP Kemendikbud.
“Keluarnya Muhammadiyah dan NU dari POP Kemendikbud menandakan bahwa Mendikbud, Nadiem Makarim tidak layak menjadi seorang menteri, gagal merangkul dan tidak menghargai, melecehkan dua organisasi besar sebagai motor penggerak pendidikan di Tanah Air,” tegasnya.
Penjelasan Nadiem Makarim
Menyoal mundurnya Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), NU dan Muhammadiyah, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim akan tetap melanjutkan program nasional tersebut. Nadiem akan melakukan evaluasi terhadap Program Organisasi Penggerak (POP) yang diluncurkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).
Nadiem bahkan meminta organisasi kemasyarakatan (ormas) yang lulus seleksi agar tidak khawatir dengan adanya evaluasi lanjutan POP. Evaluasi POP Kemendikbud bakal berlangsung hingga empat pekan.
“Harapan kami proses evaluasi ini bisa dilakukan dalam rentang waktu tiga sampai empat minggu,” ujar Nadiem dalam konferensi pers secara daring, seperti dikutip dari Tribunnews.com, Jumat (25/7/2020).
Evaluasi dilakukan setelah beberapa organisasi masyarakat menyatakan mundur dari keikutsertaan POP. Mereka menilai banyak kejanggalan dalam program ini.
“Kita benar-benar mengundang partisipasi organisasi masyarakat, lembaga independen pemerintah dan lain-lain yang bisa memberikan kita perspektif mengenai apa yang telah kita lakukan,” ucap Nadiem.
Salah satu pihak eksternal yang diminta Kemendikbud untuk melakukan evaluasi terhadap POP adalah KPK.
(RedHuge/Lapan6online)