”Sejak awal telah banyak terjadi kesimpang siuran dalam pelaksanaan proyek tersebut. Baru-baru ini masuknya PT. Bukaka yang mengaku sebagai pengganti dari PT. BRN, justru malah mendatangkan masalah baru,”
Lapan6OnlineKALBAR | Mempawah : Lagi-lagi anggaran negara senilai kurang lebih Rp. 1,7 Triliun terhambur begitu saja. Pasalnya, Mega Proyek Pembangunan PLTU (Pembangkit Listrik Tenaga Uap,red) 1 Kalbar telah berjalan sejak tahun 2010 silam yang di laksanakan oleh PT. Bumi Rama Nusantara konsorsium dari 3 perusahaan dan pernah dikunjungi Presiden RI Joko Widodo, hingga saat ini belum juga berfungsi, sehingga menjadi pertanyaan besar sejumlah Lembaga (LSM) dan Masyarakat.
Hasil wawancara awak media ini dengan salah satu warga yang tinggal dekat lokasi pembangunan menuturkan bahwa pelaksanaan proyek tersebut sudah beberapa kali mengalami perubahan Perusahaan yang menggarapnya.
Dan berdasarkan keterangan warga yang minta namanya enggan disebutkan, konon Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dengan kapasitas 50×2 Mega Watt yang berlokasi di Kabupaten Mempawah, Provinsi Kalimantan Barat menelan biaya hingga Rp 1,7 triliun.
“Pembangunan PLTU ini membebaskan lahan permukiman dan persawahan seluas 35 hektar serta rumah penduduk yang tergusur 400 KK yang menelan dana Rp1,7 triliun,” tutur warga pada Sabtu (14/11/2020) tahun lalu.
Lanjut penuturan warga bahwa,”Pembangunan itu sejak dimulai hingga saat ini tidak ada kejelasan, dan telah di kunjungi oleh Presiden. Dari tahun 2010 sampai dengan sekarang 2021 proyek tersebut tidak kunjung rampung, bahkan terkesan mangkrak. Ironisnya lagi, proyek tersebut telah di kunjungi dua kali oleh Bapak Presiden, namun tetap tidak menemui penyelesaian bahkan di dirikan lagi pembakit lain seperti :
1. PLTD Swasta yang dilaksanakan oleh PT. Bugak Berawang Cemerlang dan terakhir juga sudah tidak beroperasi lagi.
2. PLTG Swasta juga didirikan, namun secara nyata bukan PLTG yang terjadi, tetapi justru tetap menggunakan Mesin Diesel sebagai pembangkitnya,” ungkapnya.
Warga juga mengutarakan bahwa,”Sejak awal telah banyak terjadi kesimpang siuran dalam pelaksanaan proyek tersebut. Baru-baru ini masuknya PT. Bukaka yang mengaku sebagai pengganti dari PT. BRN, justru malah mendatangkan masalah baru, alih-alih segera menggantikan dan mengoperasikan sistem kerjaan yang terbengkalai, malah ingin mengganti scurity yang notabene adalah anak-anak muda yang sejak awal bekerja sebagai pengaman,”pungkasnya.
Sementara itu, diilansir dari TEMPO.CO terbit Kamis 2 Juni 2016 bahwa Presiden sengaja datang ke Kalbar untuk meninjau Proyek yang mangkrak.
“Saya sengaja ke sini karena mengetahui ada proyek pembangunan pembangkit yang mangkrak tujuh hingga delapan tahun,” kata Jokowi, Kamis, 2 Juni 2016 silam di Mempawah, Kalimantan Barat.
Jokowi mengatakan dia mendadak merencanakan ke Kalimantan Barat untuk meninjau groundbreaking karena mendengar soal proyek pembangunan yang mangkrak tersebut.
“Saya akan datang jika ada persoalan. Ini duit negara, duit rakyat. Saya ingin melihat progres MPP ini,” katanya.
Jokowi menekankan kepada Sofyan Basir yang kala itu menjabat Dirut Utama PT PLN untuk bisa memastikan kapan pembangkit tersebut bisa beroperasi.
“Saya tanya dua kali, untuk MPP September ini kelar, untuk PLTU akhir tahun ini. Saya akan awasi,” ujar Jokowi yang dilansir dari TEMPO.CO Kamis (02/06/2016).
Sementara itu, pihak PT.PLN (Persero) Unit Induk Pengadaan (UIP) 2 (dua) kali di konfirmasi tidak bisa memberikan penjelasan.
Koni, bertindak sebagai Humas saat di konfirmasi tidak bersedia memberikan keterangan, karena awak media menolak Id Card di Copy, padahal KTA sudah ditunjukan.
“Maaf saya tidak bisa memberikan keterangan, jika identitas bapak tidak bisa di copy,”ucap Koni Singkat, pada Selasa (01/12/2020) akhir tahun lalu.
Pada Senin (11/01/2021) media ini kembali mengkonfirmasi, ke pihak PLN, ditemui Lintang selaku Humas mengatakan pembangunan itu masih berlanjut dan sedang dalam pengerjaan.
“Pembangunan masih berjalan, bukan mangkrak pekerjaannya ada tapi progresnya kecil, yang menjalankan itu Mobile Power Plant (MPP) yang merupakan anak perusahaan PLN, pekerjaannya kita bayar sesuai progres,”kata Lintang saat ditemui di Kantornya, pada Senin (11/01/2021) bulan lalu.
Saat ditanya berapa lama jangka waktu kontrak, ia mengaku tidak mengetahui.
“Jawaban saya, saya tidak tau detail pak, sebab bapak datangnya tiba-tiba tanpa janjian jadi saya tidak siap,”ucap Lintang.
Sebelumnya awak media bersama unsur Lembaga LP-KPK dan LP3K-RI sudah beberapa kali datangi kantor UIP PLN Wilayah Kalbar sesuai prosedur dan pihak PLN bahkan minta no HP dan Identitas.
Awak media mencoba melempar beberapa pertanyaan namun terkesan ada yang ditutupi bahkan mengucapkan kata- kata yang kurang bersahabat.
“Saya gak suka lho, mohon maaf ya kalau bapak mempertanyakan apa masalah tapi saya tidak memegang data, jangan saya dipersalahkan, saya ga suka lho digituin, saya bisa laporkan juga,” ucap Lintang dengan nada ketus.
Hermanto Investigator LP3K-RI menyayangkan sikap Humas PLN yang terkesan tidak bersahabat.
Hal ini menurut Hermanto menyatakan bahwa,”Saya merasa heran dan menyayangkan sikap dari Humas PLN yang terkesan menunjukan sikap yang tidak bersahabat gitu, seakan akan ada sesuatu yang ditutupi, padahal kita datang dengan baik baik untuk mendapat informasi dan keterangan, jika humas tidak pegang data kenapa bukan GM nya yang menemui kita,” kata Hermanto dengan nada kesal saat dikonfirmasi, pada Selasa (19/01/2021).
Hermanto menyayangkan pembangunan yang telah menelan biaya Triliunan namun tidak bisa dimanfaatkan.
Lebih lanjut Hermanto menjelaskan,”Sangat disayangkan sekali pembangunan ini yang tidak bisa dimanfaatkan, padahal sudah menelan biaya yang tidak sedikit, yang konon katanya mencapai hingga 1,7 Triliun Rupiah? Jadi, Kalo Bersih Kenapa Risih!,” jelas Hermanto.
Secara terpisah, Sukahar, SH.,MH, Ketua Komisi Daerah Lembaga Pengawasan Kebijakan Pemerintah Dan Keadilan (KOMDA LP-KPK,red) Kalbar mendesak Aparat Penegak Hukum(APH) mengusut hal tersebut dan mempertanyakan kenapa Mega proyek yang telah menelan pembiayaan dari uang Negara yang bernilai Triliunan Rupiah itu bisa mangkrak dan tidak berfungsi.
Sukahar menyikapi hal tersebut bahwa,”Kami dari LP-KPK mendesak APH untuk mengusut hal ini, baik Kepolisian maupun Kejaksaan, lebih khususnya KPK. Ada apa dibalik Mega Proyek yang telah menghabiskan Uang Negara yang bernilai triliunan ini ???” tutur Sukahar.
Sukahar menduga ada skandal KKN dalam pembangunan PLTU Parit Baru yang berlokasi di Desa Jungkat Kecamatan Siantan, Kabupaten Mempawah itu.
Ia kembali menyatakan bahwa,”Setelah kita berkunjung, tidak ada respon yang bearti, yang namanya penegakan hukum Non Struktural seperti LSM, bagi mereka hanya di pandang sebelah mata, sebagian besar Proyek Pemerintah, yang pekerjaannya melebihi waktu kontrak tetap mendapatkan perlindungan, beda dengan proyek yang di kerjakan melalui Partikelir/ Sub, penekanannya luarbiasa sesuai dengan waktu kontrak,” ucap Sukahar, pada Senin (18/01/2021) bulan lalu.
Disebut Sukahar mangkraknya pembangunan PLTU juga diketahui Presiden dan sempat meninjau ke lokasi pembangunan.
“Proyek ini telah diketahui bapak Presiden Jokowi yang mana beliau sempat datang dan meninjau langsung pembangunan pada tahun 2016 lalu,” lanjut Sukahar.
Sekian kali pemberitaan Proyek PLTU belum ada penjelasan rinci dari Pihak PLN hingga kapan berakhir kontrak pekerjaan tersebut serta kapan pembangkit Listrik itu bisa di fungsikan.
Sementara itu, Yayat Darmawi, S.E, SH., M.H., Koordinator Lembaga TINDAK INDONESIA saat dimintai tanggapan terkait mangkraknya pembangunan PLTU, mengatakan agar kasus tersebut dibawa ke KPK, mengingat nilai proyeknya yang sangat significant dan sudah layak menjadi target KPK.
Yayat dalam persoalan proyek PLTU tersebut menekankan,”Yang paling penting lagi untuk diketahui oleh para Penegak Hukum bahwa secara yuridis dengan mangkraknya Proyek Pembangunan PLTU sangat sistemik artinya tidak terlepas dari Peran Penting dari permainan kotor para oknum pejabat baik oknum pejabat kelas atas yang berada di Pusat maupun oknum pejabat kelas bawah yang berada di daerah, maka oleh karena itu perlu sekali konsentrasi penyelesaian Hukumnya dari Tingkat Pusat Juga terutama KPK, ” ujar Yayat pada Selasa (16/02/2021).
Menurut Yayat Darmawi, Unsur-unsur pelanggaran Hukumnya sudah ada dan jelas serta nyata, namun Subjek Pelaku Hukumnya yang telah melakukan Perbuatan Melawan Hukumnya belum dapat di sentuh oleh Hukum sama sekali, seakan akan mangkraknya proyek PLTU tanpa ada masalah sehingga belum ada Tindakan Hukumnya secara nyata oleh KPK.
“Secepatnya kasus ini di bawa ke KPK RI” supaya uang negara yang digunakan dapat dipertanggung jawabkan secara DeJure,” tegas Yayat. Ali/IPL