“WT mengaku dirinya sudah mempertanyakan hal ini kepada pemerintah desa. Beberapa syarat yang diminta oleh petugas pemerintah desa setempat juga sudah diserahkan. Namun hingga saat ini tidak ada kepastian tentang kapan bantuan itu akan diberikan,”
Sampit/Kalteng, Lapan6Online : Program Keluarga Harapan yang selanjutnya disebut PKH adalah program pemberian bantuan sosial bersyarat kepada Keluarga Miskin (KM) yang ditetapkan sebagai keluarga penerima manfaat PKH. Sebagai upaya percepatan penanggulangan kemiskinan, sejak tahun 2007 Pemerintah Indonesia telah melaksanakan PKH. Program Perlindungan Sosial yang juga dikenal di dunia internasional dengan istilah Conditional Cash Transfers (CCT) ini terbukti cukup berhasil dalam menanggulangi kemiskinan yang dihadapi di negara-negara tersebut, terutama masalah kemiskinan kronis.
Sebagai sebuah program bantuan sosial bersyarat, PKH membuka akses keluarga miskin terutama ibu hamil dan anak untuk memanfaatkan berbagai fasilitas layanan kesehatan (faskes) dan fasilitas layanan pendidikan (fasdik) yang tersedia di sekitar mereka. Manfaat PKH juga mulai didorong untuk mencakup penyandang disabilitas dan lanjut usia dengan mempertahankan taraf kesejahteraan sosialnya sesuai dengan amanat konstitusi dan nawacita Presiden RI, Joko Widodo.
Melalui PKH, KM didorong untuk memiliki akses dan memanfaatkan pelayanan sosial dasar kesehatan, pendidikan, pangan dan gizi, perawatan, dan pendampingan, termasuk akses terhadap berbagai program perlindungan sosial lainnya yang merupakan program komplementer secara berkelanjutan. PKH diarahkan untuk menjadi episentrum dan center of excellence penanggulangan kemiskinan yang mensinergikan berbagai program perlindungan dan pemberdayaan sosial nasional.
Namun sangat disayangkan, fakta di lapangan masih banyak orang yang tidak mampu dan penyandang disabilitas tidak mendapatkan bantuan sosial PKH itu. Hal ini terjadi pada Ibu WT (47) seorang janda yang termasuk cacat fisik. Ketika ditemui di kediamannya di Desa Basirih Hulu, Kecamatan Mentaya Hilir Selatan, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah, ia mengutarakan keluh-kesahnya kepada media ini. Menurut pengakuannya, WT di zaman pemerintahan sebelumnya pernah mendapatkan Bantuan Langsung Tunai (BLT). Namun sekarang tidak mendapatkan bantuan lagi.
Dari penuturannya, WT mengaku dirinya sudah mempertanyakan hal ini kepada pemerintah desa. Beberapa syarat yang diminta oleh petugas pemerintah desa setempat juga sudah diserahkan. Namun hingga saat ini tidak ada kepastian tentang kapan bantuan itu akan diberikan.
Berdasarkan kenyataan itu, hal ini menunjukkan bahwa pemberian bantuan kepada masyarakat melalui program PKH di wilayah Sampit diduga masih banyak tidak tepat sasaran. Hal ini patut dipertanyakan.
Di beberapa daerah, sudah dilakukan penindakan akibat penyimpangan dalam penyaluran bantuan PKH. Kenakalan para oknum pendamping PKH juga sering berujung ke pihak penegakan hukum.
Anehnya, setiap kali dikonfirmasi tentang kasus tersebut, pemerintahan desa selalu beralibi dengan menyalahkan pemerintah pusat yang katanya menentukan semuanya. Padahal, publik tahu bahwa data lapangan dikumpulkan melalui RT/RW, Desa/Kelurahan, untuk kemudian dijadikan pedoman penentuan sasaran bantuan yang akan diluncurkan pemerintah pusat. (SFR/Red)