NUSANTARA
“Lebih baik minta maaf kepada umat Islam karena ucapannya yang sudah keluar dari jalur. Bukan berarti pernah memeluk Islam, kemudian seenaknya mengomentari pedoman umat Islam,”
Lapan6Online | Jakarta : Kecaman kepada Pendeta, Saifuddin Ibrahim belum berhenti. Kali ini kecaman datang dari Direktur Solusi dan Advokasi Institut, Suparji Ahmad yang menegaskan bahwa ucapan Saifudin tidak berdasar bahkan mengarah pada fitnah dan penistaan terhadap ayat suci Al-Quran.
“Tentu ini ucapan yang harus dikecam dan juga disayangkan. Dikecam karena tudingan ada ayat Al-Quran yang mengajarkan radikalisme dan disayangkan karena ini keluar dari seorang pemuka agama di luar Islam,” kata Suparji dalam keterangan persnya.
“Yang bersangkutan bisa dijerat dengan KUHP atau dengan UU ITE. Bahkan kalau perlu bisa dengan pasal berlapis,” sambungnya.
Menurutnya, tidak patut seorang pendeta apalagi mengaku pernah menjadi muslim mengucapkan demikian. Karena tidak ada satu ayat pun dalam Al-Quran yang mengajarkan radikalisme atau terorisme. Selama ini kesalahan ada pada penafsiran, bukan ayatnya.
“Seharusnya yang bersangkutan paham, mana ayat suci dan mana yang menafsirkannya. Yang salah di sebagian orang adalah penafsirannya, bukan pada ayat suci. Jadi ini salah kaprah yang sangat fatal,” tuturnya.
Ucapan pesantren melahirkan teroris juga menurut Suparji keliru. Tudingan ini sangat tendensius di mana peran pesantren dan santri untuk negeri ini tidak terbantahkan lagi. Maka, sebaiknya yang bersangkutan memberikan permintaan maaf.
“Lebih baik minta maaf kepada umat Islam karena ucapannya yang sudah keluar dari jalur. Bukan berarti pernah memeluk Islam, kemudian seenaknya mengomentari pedoman umat Islam,” ucapnya.
Selain itu, ia juga mendukung statemen Mahfud MD agar ada proses hukum terhadap Saifuddin. Suparji menyebutkan bahwa Polri bisa bergerak tanpa harus ada laporan masyarakat maupun fatwa MUI karena persoalan ini pidana umum.
“Jadi nanti ketika Polri mendalami video ini, lalu menemukan ada dugaan tindak pidana, maka bisa langsung bergerak. Tidak perlu harus menunggu laporan dari masyarakat,” pungkas Akademisi Universitas Al-Azhar Indonesia ini. (*Kop/Mas Te/Lpn6)