PERISTIWA | NUSANTARA
“Saat ini, dinamika sosial politik di Kalbar yakni terjadinya penggunaan politik identitas yang membentuk polarisasi masyarakat. Sehingga meningkatkan potensi konflik SARA, beredar hoax hingga ujaran kebencian,”
Lapan6OnlineKalBar | PONTIANAK : Kepala Badan Intelijen Daerah (BINDA,red) Brigjen Pol Rudy Tranggono, ST, MK menghadiri Focus Group Discussion (FGD,red) di Aula Kantor FKUB Kalimantan Barat di Pontianak, pada Selasa (16/8/2022). Dalam kesempatan itu, Kabinda kondisi sosial politik yang terjadi dilingkungan masyarakat.
FGD yang mengangkat tema ‘Kontribusi Strategi Tokoh Lintas Agama Dalam Merawat Kerukunan Songsong Pesta Demokrasi 2024’ itu, Kabinda bersama Ketua FKUB Kalimantan Barat Ismail Ruslan, Ketua KPU Kalbar Ramdan, S.pdi, M.pd, Ketua Bawaslu Kalbar Ruhermansyah, SH serta Perwakilan Polda Kalbar Hasbullah tampil sebagai pembicara.
“Saat ini, dinamika sosial politik di Kalbar yakni terjadinya penggunaan politik identitas yang membentuk polarisasi masyarakat. Sehingga meningkatkan potensi konflik SARA, beredar hoax hingga ujaran kebencian,” kata Kabinda dihadapan peserta FGD FKUB Kalbar.
Bahkan, lanjut Kabinda potensi konflik pasca perhitungan suara Pilpres serta munculnya berbagai gugatan Pemilu, termasuk permasalahan administrasi pemilih menjadi permasalahan kompleks di masyarakat Kalbar.
“Semua ini merupakan gambaran dari Pemilu 2019 lalu. Maka, saya berharap berbagai persoalan yang terjadi dimasa lalu tidak terulang lagi di Pemilu 2024,” harap Kabinda.
Kabinda pun mengungkapkan potensi instabilitas keamanan di Kalbar pada pemilu 2024 mendatang. Saat ini, lanjut Kabinda telah muncul kelompok-kelompok di masyarakat yang mendeklarasikan dukungan terhadap calon Presiden.
“Kemudian, muncul pula ormas-ormas kesukuan yang menggunakan simbol-simbol atau istilah yang di larang dalam undang-undang menjelang tahun politik Pemilu 2024,” sebut Kabinda.
Bahkan, masih menurut Kabinda, meningkatnya sentimen premodial. Hal itu terlihat dari meningkatnya kasus sengketa perburuhan maupun perkebunan. Dan yang terjadi dilapangan, persoalan demonstrasi menyangkut sengketa lahan, namun massa aksi justru kelompok kesukuan.
“Sudah muncul konflik sosial bernuansa SARA di masyarakat. Sehingga, kita sulit menikmati toleransi antar umat beragama. Tidak seperti dulu, kita masih bisa merasakan nikmatnya kerukunan dan toleransi beragama di masyarakat,” tuturnya.
Maka, Kabinda mengingatkan semua pihak untuk mewaspadai ancaman laten pada pelaksanaan Pemilu 2024. Terutama menyangkut penggunaan politik identitas yang menjadi ancaman konflik di masyarakat.
“Praktik politik identitas ini mencakup radikalisme penyesatan masyarakat, hancurnya konstruksi sosial, dan konflik horizontal. Bicara konflik horizontal, saya punya pengalaman ketika di Poso. Maka, saya tidak ingin hal itu terjadi di Kalbar,” tegasnya.
Terakhir, Kabinda mengatakan peran para tokoh lintas agama sebagai influenser mampu memberikan pengaruh positif di masyarakat. Supaya, tercipta stabilitas kamtibmas yang kondusif.
“Disamping itu, tokoh lintas agama juga menjadi komunikator umat beragama, stabilisator keharmonisan hubungan bermasyarakat, mediator penghubung dalam upaya penangan konflik sosilal, gete keeper mencegah masuknya pengaruh negatif, hoax, ujaran kebencian dan provokasi,” pungkasnya. (*Saepul)