“Pemotongan anggaran di sektor pendidikan juga dilakukan pemerintah terhadap dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), bantuan operasional penyelenggaraan PAUD, bantuan operasional pendidikan kesetaraan, serta bantuan operasional museum dan taman budaya,”
Oleh : Alfiah, S.Si
JAKARTA | Lapan6Online : Malang nian nasib guru di negeri yang dijuluki zamrud khatulistiwa. Ditengah pandemi yang tak kunjung henti, nasib guru kian tak pasti. Betapa tidak, di tengah kesulitan ekonomi akibat wabah, pemerintah justru menghentikan tunjangan guru untuk penanganan covid-19.
Padahal dalam pidato Presiden yang sempat marah-marah pada rapat tertutup kabinet pada 18 Juni 2020 lalu, ia menyinggung soal anggaran kesehatan yang Rp. 75 triliun, ternyata baru cair 1,53 % (katadata.co.id, 28/06/2020). Bukankah guru juga termasuk yang terdampak akibat wabah?
Ironis memang, pembelajaran daring menuntut kuota internet yang tak boleh kering. Di satu sisi beban guru bertambah berat karena tunjangan guru terpangkas karena wabah kian mengganas.
Dalam lampiran Perpres 54/2020, tunjangan guru dipotong setidaknya pada tiga komponen. Yakni tunjangan profesi guru PNS Daerah, semula Rp 53,8 T menjadi Rp. 50,8 T. Selain itu, tambahan penghasilan guru PNS Daerah, semula Rp 2,06 T menjadi Rp. 1,98 T. Totalnya mencapai 3,3 T (mediaindonesia.com, 20/4/2020).
Ternyata selain pada tunjangan guru, pemotongan anggaran di sektor pendidikan juga dilakukan pemerintah terhadap dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), bantuan operasional penyelenggaraan PAUD, bantuan operasional pendidikan kesetaraan, serta bantuan operasional museum dan taman budaya.
Dana BOS dipotong dari semula Rp. 54,3 triliun menjadi Rp. 53,4 triliun., bantuan operasional penyelenggaraan (BOP) PAUD dipotong dari Rp. 4,475 triliun menjadi Rp. 4,014 triliun, lalu bantuan operasional kesetaraan dipotong dari Rp.1,477 triliun menjadi Rp. 1, 195 triliun (mediaindonesia.com, 20/4/2020).
Memuliakan Guru ; Mencerdaskan Bangsa
Guru sesungguhnya profesi yang mulia. Di tangannyalah watak generasi dibentuk. Cerdas dan luhurnya generasi tidak bisa dilepaskan dari peran guru. Namun apa jadinya jika tunjangan guru dan biaya operasional pendidikan terus disunat atas nama penanganan wabah? Padahal anggaran kesehatan yang Rp. 75 triliun baru cair tidak sampai 2%?
Di satu sisi program Organisasi Penggerak Kemendikbud yang digagas Menteri Pendidikan Nadiem Makarim yang katanya punya misi membantu meningkatkan kualitas guru, justru berujung kisruh.
Tidak adanya transparansi dan prinsip kehati-hatian dalam program ini, tentu menuai kritik tajam berbagai kalangan. Dana Rp. 595 miliar untuk program ini, malah jatuh ke perusahaan besar sekelas Yayasan Putera Sampoerna dan Yayasan Bhakti Tanoto (riaunews.com, 22/7/2020).
Bukankah lebih layak dua yayasan ini (Putera Samperna dan Bhakti Tanoto) memberi hibah untuk menyelamatkan nasib guru dan siswa yang terkendala pembelajaran akibat wabah?
Padahal masih banyak lembaga pendidikan dan guru yang membutuhkan dana hibah tersebut. Hal ini tentu semakin mempertegas bahwa pemerintah belum memiliki sense of crisis terhadap dunia pendidikan khususnya nasib guru.
Sungguh berat beban guru hari ini yang dituntut harus berkualitas dan mengajar mesti menembus batas. Tapi harus tergagap karena ekonomi keluarga juga sudah mulai oleng karena gaji sudah disabotase oleh korporat aseng.
Yang lebih menderita lagi nasib guru honorer atau guru yang mengajar di daerah pedalaman yang gajinya pertiga bulan baru dididapatkan atau bahkan rela tak bergaji demi mencerdaskan generasi. Kalau dana BOS tersunat, mesti berapa lagi yang harus didapat.
Meski Pandemi Rakyat tetap Terayomi
Mestinya walaupun pandemi, rakyat harus tetap terayomi, bahkan negara harusnya lebih memberikan perhatian terhadap hajat hidup rakyatnya. Pemimpin negara hakikatnya adalah pelayan rakyat. Ketika rakyat kesulitan akibat wabah harusnya negara tidak memotong anggaran yang semestinya disalurkan.
Negeri ini sebenarnya sangat melimpah sumber daya alamnya (SDA), namun sayangnya masih banyak rakyat yang tidak merasakan berkah kekayaan negeri ini.
Sebenarnya jika negara mampu mengelola potensi sumber daya alam dengan baik dan benar maka pandemi akan mudah diatasi tanpa harus menyunat gaji, memakai dana haji atau bahkan mesti berutang dengan negara lain. Negeri ini bisa mandiri jika potensi SDA dan sumber daya manusia (SDM) dikelola secara adil dan amanah.
Sistem kapitalisme yang membelenggu negeri telah membuat pejabat negara hanya menjadi perpanjangan tangan korporat.
Mereka lupa bahwa ada doa yang pasti diijabah oleh Pemilik semesta bagi orang-orang yang dizhalimi hak-haknya. Wallahu a’lam bi ash-shawab. GF/RIN