“Ketiganya berkenalan satu sama lain dan kemudian menjadi radikal mulai tahun 2018. Seiring waktu, mereka mengembangkan jaringan kontak online asing yang pro-militan, termasuk pacar online yang berbagi ideologi pro-ISIS mereka,”
Lapan6Online : Tiga orang wanita asal Indonesia ditahan di Singapura di bawah Undang-Undang Keamanan Dalam Negeri (ISA).
Ketiganya merupakan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang bekerja sebagai pekerja rumah tangga di Singapura.
Menurut Kementerian Dalam Negeri Singapura (Senin, 23/9/2019) dalam keterangannya, mereka tengah diinvestigasi karena dituding melakukan kegiatan pendaan terorisme.
Ketiga wanita itu adalah Anindia Afiyantari yang berusia 30 tahun, Retno Hernayani yang berusia 36 tahun, dan Turmini yang berusia 31 tahun.
Mereka telah bekerja sebagai pekerja rumah tangga di Singapura selama antara enam hingga 13 tahun.
Menurut keterangan yang sama, ketiganya berkenalan satu sama lain dan kemudian menjadi radikal mulai tahun 2018.
Mulanya, Anindia dan Retno pertama kali bertemu di sebuah pertemuan sosial di Singapura selama hari libur mereka. Sementara Turmini terhubung dengan mereka di media sosial.
“Seiring waktu, mereka mengembangkan jaringan kontak online asing yang pro-militan, termasuk pacar online yang berbagi ideologi pro-ISIS mereka,” begitu bunyi keterangan Kementerian Dalam Negeri Singapura.
Anindia dan Retno kemudian ingin melakukan perjalanan ke Suriah dan bergabung dengan ISIS. Mereka bahkan menyatakan siap untuk mengangkat senjata bagi kelompok teror di Suriah dan menjadi pembom bunuh diri.
Mereka juga melakukan kontak online dan berencana untuk bermigrasi ke Filipina selatan, Afghanistan atau Afrika untuk bergabung dengan kelompok pro-Islam radikan di daerah-daerah tersebut.
Dalam investigasi pihak berwenang Singapura, Retno percaya bahwa umat Islam berkewajiban untuk melakukan perjalanan ke zona konflik lainnya seperti Palestina dan Kashmir untuk berperang melawan musuh-musuh Islam.
Bahkan ketiga wanita itu juga secara aktif menggalakan dukungan online untuk ISIS. Mereka juga mengelola beberapa akun media sosial untuk mengirim materi pro-Islam radikal.
Bukan hanya itu, mereka juga menyumbangkan dana kepada entitas yang berbasis di luar negeri untuk tujuan terkait terorisme, seperti untuk mendukung kegiatan ISIS dan kelompok Jemaah Anshorut Daulah (JAD).
Sementara Turmini, dalam investigasi, mengemukakan bahwa dia percaya sumbangannya akan memberinya tempat di surga.
Ketiganya mulai diradikalisasi tahun lalu setelah mereka menemukan materi online terkait dengan ISIS. Mereka kemudian yakin bahwa ISIS berjuang untuk Islam dan penggunaan kekerasan terhadap orang-orang kafir dibenarkan. Ideologi mereka kemudian semakin terbentuk dan menjadi radikal setelah bergabung dengan beberapa kelompok dan saluran media sosial media pro-Islam radikal.
“Mereka tertarik pada visual kekerasan yang disebarluaskan pada platform ini, seperti serangan bom ISIS dan video pemenggalan kepala, serta propaganda daur ulang kemenangan (ISIS) sebelumnya di medan perang,” begitu bunyi keterangan yang sama, seperti dimuat Channel News Asia. rmol/Lpn6
*Sumber : rmol.id