OPINI
“Militer Israel menyampaikan bahwa yang mereka tembak menggunakan topeng dan bersenjata sehingga mereka merasa hal tersebut membahayakan keselamtan mereka,”
Oleh : Ria Nurvika Ginting, SH, MH
UPAYA intensif yang dilakukan Mesir, Qatar dan Amerika Serikat yang berlangsung lebih dari setahun telah memberikan hasil dengan gencatan senjata di Gaza pada hari Minggu (19/1/25) pekan lalu.
Pada Minggu tersebut Israel-Hamas melakukan pertukaran 3 wanita Israel dengan 90 warga Palestina sebagai bagian dari tahap 1 dalam perjanjian gencatan senjata. Israel dan Hamas dijadwalkan akan kembali melakukan pertukaran tahanan pada 25 januari 2025, dengan menukar 4 tahanan Israel dengan 180 tahanan Palestina. (Tribunnews.com, 24 januari 2025)
Kesepakatan gencatan senjata ini tentu disambut gembira oleh seluruh rakyat Palestina bahkan seluruh dunia merasakan hal yang sama. Hal ini tentu memberikan waktu untuk dapat bernafas lega bagi daerah Gaza. Kesepakatan ini terdiri dari tiga tahapan, yang pertama seharusnya berlangsung enam pekan dan akan membebaskan 33 tawanan Israel yang ditahan di Gaza, termasuk yang sakit atau terluka. Sedangkan Israel akan membebaskan 1.000 warga Palestina yang ditahan sejak 8 Oktober 2023 dan juga menarik diri dari daerah padat penduduk di Gaza termasuk koridor Netzarim.
Tahap kedua akan membebaskan tawanan Israel yang tersisa yang ditahan di Gaza dan Israel akan sepenuhnya menarik diri dari Gaza. Namun, negoisasi untuk tahap kedua dan ketiga tahap-tahap kesepakatan terus berlanjut, dan tidak ada apa pun dalam kesepakatan saat ini yang membahas masalah siapa yang akan memerintah Gaza setelah perang berakhir. (SINDONEWS.com, 23 Januari 2025)
Pada hari kelima gencatan senjata tentara Israel mengungkapkan telah menembaka seorang pria di Gaza. Penembakan ini terjadi di sebelah Selatan Gaza pada hari kamis, 23/1/2025. Militer Israel menyampaikan bahwa yang mereka tembak menggunakan topeng dan bersenjata sehingga mereka merasa hal tersebut membahayakan keselamtan mereka.
Selain itu, militer Israel juga telah menyerang Jenin di Tepi Barat saat gencatan senjata sedang berlangsung di Jalur Gaza. Serangan ini menyebabkan 10 warga Palestina tewas dan menghancurkan infrastruktur seperti jalan-jalan utama dan menyebabkan 2.000 keluarga terpaksa mengungsi.
Israel menuduh bahwa banyak bahan peledak yang ditanam di rute itu telah dibongkar. Sehingga serangan udara dilakukan untuk menargetkan infrastruktur teroris. Serangan di Jenin terjadi beberapa hari setelah gencatan senjata diberlakukan di Jalur Gaza. Pekan lalu serangan udara Israel di kamp pengungsian tersebut menewaskan sedikitnya tiga warga Palestina dan melukai banyak lainnya.
Direktur Badan PBB untuk Pengungsi Palestina UNRWA di Tepi Barat mengatakan kamp Jenin “hampir tidak layak huni”. (CNNIndonesia.com, 23/1/2025)
Jelas Israel telah melanggar kesepakatan gencatan senjata dimana tidak dibolehkan untuk menembakkan senjata untuk sementara waktu. Hal ini tentu melanggar ketentuan hukum internasional mengenai gencatan senjata. Namun, dengan alasan memberantas teroris dan keselamatan mereka maka dilakukan serangan.
Hukum Humaniter
Hukum Humaniter Interasional merupakan perjanjian internasional atau tradisi hukum kebiasaaan yang secara khusus dimaksudkan untuk menyelesaikan masalah kemanusiaan yang timbul langsung dari konflik bersenjata, baik internasional maupun non-internasional.
Oleh karena itu, sumber hukum humaniter sama dengan sumber hukum internasional yang megacu pada pasal 38 ayat (1) Statuta Mahkamah Internasional yang menyebutkan mengenai sumber hukum yang dapat diterapkan yaitu:
Hukum Humaniter tidak dimkasudkan untuk melarang perang dari sudut pandang Hukum Humaniter perang merupakan suatu kenyataan yang tidak dapat dihindari. Hukum humaniter mencoba untuk mengatur agar perang dapat dilakukan dengan lebih memperhatikan prinsip-prinsip kemanusiaan.
Menurut Mohammed Bedjaoui, tujuan hukum humaniter adalah memanusiawikan perang. Pengaturan hukum humaniter yang telah diterapkan dalam konflik bersenjata yakni lebih tepatnya terkait gencatan senjata (penghentian sementara) dalam suatu konflik yang dilakukan antara salah satu negara dengan negara lain haruslah berujung pada aturan hukum yang sesuai terhadap suatu tujuan hukum humaniter.
Dalam HHI sendiri terdapat sumber hukum yang utama yaitu, Hukum Den Haag dan Hukum Jenewa. Hukum Jenewa mengatur perlindungan terhadap korban perang sedangkan hukum Den Haag mengatur mengenai alat dan cara perang.
Antara negara yang berkonflik biasanya terjadi aksi damai yang dilakukan agar mengurangi berbagai dampak negatif berlangusngnya konflik tersebut.
penyelesaian konflik biasanya diambil oleh pihak-pihak yang berkonflik untuk meredakan situasi atau bahkan mencari solusi untuk berdamai, hal ini dikenal dengan istilah akomodasi. Bentuk akomodasi terbagi menjadi tiga, yakni gencatan senjata, stalemate dan detente.
Dalam kamus besar bahasa Indonesia kata gencat memiliki arti terhenti, menggencatkan adalah menghentikan dan gencatan memiliki arti penghentian. Sedangkan senjata atau persenjataan adalah alat atau perlengkapan yang dapat digunakan untuk menimbulkan kerusakan, senjata digunakan untuk penegakan ketertiban, pertahanan diri, dan peperangan.
Maka pengertian gencatan senjata adalah sebuah penghentian tembak-menembak (terkait perang) untuk sementara waktu, dimana kedua belah pihak sepakat menghentikan tindakan-tindakan agresif masing-masing.
Gencatan senjata adalah suatu penghentian yang bersifat sementara, dimana kedua belah pihak yang terlibat konflik bersenjata sama-sama menyepakati atau menyetujui gencatan senjata. Gencatan senjata bukan hanya semata-mata demi salah satu pihak, tetapi untuk kemanusiaan. Seperti umum diketahui, dalam setiap perang atau konflik bersenjata warga sipillah yang paling rentan menjadi korban, terutama perempuan dan anak-anak.
Gencatan senjata bukanlah kesepakatan damai, meskipun tujuannya adalah pemberhentian bentrokan bersenjata dan men cegah terjadinya kekerasan. Pencegahan tersebut mungkin saja tidak jelas sampai kapan berlakunya atau hanya berlaku dalam rentang waktu tertentu. Gencatan senjata hanya merupakan penundaan operasi militer dalam skala tertentu yang disetujui oleh kedua belah pihak. Dan sebuah perjanjian gencatan senjata belum tentu mengakhiri perang antara pihak-pihak yang bertikai.
Hukum Islam
Islam yang merupakan sistem yang mengatur seluruh lini kehidupan dengan ketentuan syariat yang berasal dari sang Khaliq telah menetapkan aturan-aturan mengenai perang termasuk adanya masa gencatan senjata.
Gencatan senjata sendiri secara bahasa adalah malakukan perjanjian atau perjanjian setelah berperang. Atau bisa diistilahkan al-Hudnah, ash-Sulhu al-Muaqqat, al=Muwada’ah. Sedangkan secara istilah para ulama memiliki berbagai pengertian namun artinya tidak jauh berbeda, yakni mengadakan kesepakatan dengan kafir harbi untuk tidak melakukan perang dalam waktu tertentu dengan disertai pengganti ataupun yang lainnya, baik diantara kafir harbi itu ada yang masuk Islam atau tidak dam mereka masih tetap tidak berada dalam kekuasaan pemerintahan Islam.
Ibnu Qudamah menyebutkan di dalam kitab Al-Mughnni makna al-Hudnah adalah seorang imam (pemimpin kaum muslimin) mengadakan perjanjian dengan pihak musuh untuk menghentikan peperangan selama jangka waktu tertentu baik dengan kompensasi maupun tanpa kompensasi.
Hal yang perlu digarisbawahi gencatan senjata bukan berarti perang berakhir namun hanya jeda sesuai dengan kesepakatan antara kedua belah pihak. Diriwayatkan oleh Marwan dan Al-Musawwir bin Al-Makhramah bahwa Rasulullah berdamai dengan Suhail bin Amr (wakil kaum musyrik Quraisy) di Al-Hudaibiyah untuk menghindari perang selama sepuluh tahun.
Selain itu ada syarat-syarat gencatan senjata yang harus dipenuhi yakni, pertama, dilakukan oleh imam/khalifah atau wakilnya tidak boleh yang lain. kedua, harus ada kemaslahatan bagi muslimin yang jelas. Ketiga, Masa nya harus dibatasi dan ini ditentukan oleh imam/khalifah. Keempat, tidak ada syarat yang melanggar ketentuan syariat.
Gencatan senjata dengan perjanjian antara Palestina dan Israel, meskipun membawa kegembiraan dan kelegaan bagi rakyat Gaza serta penghentian pembunuhan dan agresi namun tidak berarti telah aman dari tipu daya dan pengkhianatan orang-orang yang terkait mereka.
Dalam masa gencatan senjata Israel masih juga menembakkan senjatanya. Hal ini tentu saja merupakan pelanggran kesepakatan yang telah ditetapkan. Hal ini wajar karena Israel memang selalu melanggar kesepakatan yang telah dibuat sebagaimana sebelum-sebelumnya.
Sebagaimana Allah berfirman:
Mengapa setiap kali mereka mengikat janji, sekelompok mereka melanggarnya? Bahkan sebagian besar mereka tidak beriman.” (Al-Baqarah:[2]: 100)
Bagi pihak penjajah jeda kemanusiaan ini jelas bukan akhir ambisi untuk menguasai penuh wilayah Gaza, bahkan Palestina. Setelah kesepakatan Netanyahu behkan berkata dengan jemawa,”Kmai akan kembali dengan kekuatan penuh untuk mencapai tujuan kami melenyapkan Hamas, memastikan Gaza tidak seperti semula dan tentu saja pembebasan semua sandera kami.”
Hal ini memang niscaya. Sejak awal perang target mereka satu yakni merebut wilayah Gaza dengan cara apa pun termasuk melakukan genosida. Itulah sebabnya mereka secara terus melakukan teror di tengah jeda, tidak peduli apa kata dunia. Sebagaimana ramai diberitakan sepanjang gencatan senjata tahap pertama pihak penjajah tak henti berbuat curang.
Saat ini, kepemimpinan dunia sedang dipegang oleh Amerika. Tidak heran jika amerika begitu berkepentingan turut campur dalam berbagai persoalan dunia, termasuk mengintervensi krisis Palestina. AS justru turut serta secara legal mendukung penjajahan, termasuk upayanya melakukan genosida. Inilah yang membuat ketentuan hukum Internasional menjadi mandul tidak akan bisa diberlakukan terhadap Israel yang mendapatkan dukungan AS yang memiliki hak veto di PBB.
Oleh karena itu, gencatan senjata bukanlah solusi untuk Palestina. Hanya dengan mengirimkan tentara-tentara terbaik yang akan bisa menyelesaikan genosida di Palestina.
Tentara-tentara ini hanya dapat dikirimkan oleh Khilafah yang dipimpin oleh Khalifah. Hal ini lah yang menjadi alasan ribuan kaum muslim turun kejalan melaksanakan aksi damai “Bela Palestina” karena genosida di tanah kaum muslimin tersebut tidak akan selesai dengan gencatan senjata yang merupakan jeda sementara untuk bersiap-siap menghadapi penjajahan kembali. (**)
*Penulis Adalah Dosen-FH UMA