Geopark Pulau Rinca, Untuk Investasi atau Konservasi?

0
178
Ilustrasi/Net
“Pengerjaan proyek pemerintah di sana tentu berakibat berkurangnya lahan habitat asli serta ekosistem alami bagi komodo,serta akan menjadi ancaman keberlangsungan populasi hewan karnivora tersebut,”

Oleh : Sandhi Indrati

Jakarta | Lapan6Online : Saat ini pemerintah Indonesia berencana menjadikan pulau Rinca yang terletak di Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur, sebagai geopark ‘Jurasic Park’.

Proyek tersebut merupakan salah satu kawasan yang akan mengalami perubahan desain secara signifikan. Dalam rangkaian pengembangan Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) Super Prioritas Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur (NTT), yang dikerjakan oleh Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).

Pulau Rinca di propinsi NTT, selama ini dikenal sebagai salah satu habitat dan tempat tinggal bagi satwa komodo yang merupakan hewan purba di dunia saat ini, direncanakan akan menjadi destinasi wisata premium dengan pendekatan konsep geopark atau wilayah terpadu yang mengedepankan perlindungan dan penggunaan warisan geologi dengan cara yang berkelanjutan.

Konsep pengembangan tersebut dinamakan ‘Jurassic Park’. Termasuk didalamnya akan dibangun resort, pusat informasi, kafe, sentra souvenir, kantor pengelola kawasan, selfie spot, klinik, gudang, ruang terbuka publik, tempat penginapan bagi para peneliti dan ranger, dll. (Kompas.com, 16 September 2020).

Pembangunan sarat fasilitas tersebut tentu memberikan dampak bagi kelangsungan hidup satwa langka komodo ( Varanus Komodoensis ) yang merupakan salah satu ciptaan Allah SWT dalam bentuk keanekaragaman fauna endemik, karena hanya mampu hidup dan berkembangbiak dengan baik di Indonesia.

Pengerjaan proyek pemerintah di sana tentu berakibat berkurangnya lahan habitat asli serta ekosistem alami bagi komodo,serta akan menjadi ancaman keberlangsungan populasi hewan karnivora tersebut, dimana satwa komodo saat ini hanya bisa didapati di Pulau Komodo, Pulau Rinca, Pulau Padar dan Gili Motang.

Dengan dalih rencana pembangunan wisata premium berkonsep Taman Nasional Geopark, pemerintah mengabaikan hak hidup dan kehidupan makhluk hidup disana. Taman Nasional Komodo (TNK) adalah ekosistem yang meliputi daratan dan lautan di area seluas 173 ribu hektar.

Untuk kehidupan laut di TNK terdapat sekitar 1000 ikan, manta, penyu serta 253 jenis karang di lautnya. Untuk daratannya, terdapat berbagai jenis ular, reptil, burung, tikus Flores serta beragam tumbuhan(254 spesies tanaman) yang harus dijaga dan dilindungi. (Floresa, 26 Agustus 2020).

Pengerjaan proyek tersebut jelas akan mengganggu bahkan merusak ekosistem hewan serta tumbuhan yang selama ini dijaga kelestariannya. Fokus pemerintah tampak jelas ingin merubah Taman Nasional Komodo menjadi kawasan investasi bukan lagi kawasan konservasi.

Ironisnya proyek destinasi wisata ‘Jurassic Park’ yang dianggarkan biaya sekitar 97 milyar (merdeka.com, 9 Nopember 2020) tersebut tetap dikerjakan saat keadaan negara belum pulih dari pandemi covid-19 yang nyatanya memberikan pengaruh besar di semua bidang kehidupan masyarakat Indonesia.

Islam,sebagai agama yang memberikan rahmatnya bagi semesta alam, sangat memperhatikan urusan keberlangsungan semua makhluk hidup, termasuk didalamnya hewan atau fauna, melalui berbagai tuntunan yang telah disyariatkan dalam Al Qur’an serta hadist Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

Karena hakikatnya semua yang telah Allah ciptakan di alam semesta ini adalah bukti kebesaran dan kasih sayang Allah Subhanahu wa ta’ala, terrmasuk di dalamnya fauna komodo. Komodo sebagai hewan pun memiliki hak yang sama seperti makhluk Allah lainnya di alam semesta, diantaranya hak hidup, mendapatkan perlakuan baik dan eksis sebagai makhluk hidup.

Dalam Al Qur’an surat Al An’am ayat 38, Allah berfirman :’ Dan tiadalah binatang-binatang yang ada di bumi dan burung- burung yang terbang dengan kedua sayapnya,melainkan umat (juga) seperti kamu. Tiadalah Kami luputkan sesuatupun dalam Al Kitab, kemudian kepada Tuhanlah mereka dihimpunkan.’

Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam adalah sosok penyayang binatang. Keteladanan Rasulullah dalam urusan ini diantaranya adalah meluluhkan tradisi yang berlaku di masyarakat Arab jahiliyah saat itu, dimana mayoritas bangsa Arab di masa itu terkenal dengan penyiksaan terhadap hewan.

Seperti banyak dikisahkan dalam buku sejarah Arab kuno, mereka kerap memasang cincin di leher unta, mencabuti bulu, dan memotong ekor. Bahkan, tak jarang mereka mengambil daging atau bagian tertentu dari tubuh hewan untuk dimasak. Tindakan itu berlangsung saat hewan dalam kondisi hidup dan sadar. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melarang perilaku buruk mereka.

Tuntunan yang diberikan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yaitu, hendaknya hindari menyiksa dan menyakiti hewan. Beliau menasihati para sahabatnya agar bersikap lembut dan tenggang rasa, bahkan saat hendak menyembelih hewan.

Islam mengajarkan, proses penyembelihan berlangsung dengan cepat dan tidak menyakitkan. Hal ini bisa ditempuh dengan menyembelih di sekitar leher, tepatnya di saluran nafas, mempertajam pisau, dan tidak memperlihatkan pengasahan alat pemotong itu di depan hewan yang hendak disembelih.

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melarang pula membunuh hewan tanpa alasan yang jelas. Larangan ini terlihat jelas di sebuah riwayat. Hadis itu menegaskan bahwa barang siapa membunuh binatang, walaupun hanya seekor burung pipit atau binatang yang lebih kecil tanpa maksud jelas maka Allah Subhanahu wa ta’ala akan meminta pertanggungjawaban sang pelaku

Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melarang orang membebani hewan terlalu lama dan melampaui batas kemampuannya. Sebagaimana tertulis dalam hadis yang disampaikan oleh Imam Hakim, Al Baihaqi, Imam Ahmad dan Imam Ibnu Asakir, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berkata “Naikilah binatang- binatang tunggangan ini dalam keadaan selamat, dan lepaskanlah mereka dalam keadaan selamat pula.

Janganlah kalian jadikan mereka sebagai kursi.” Dalam hal ini, Ali bin Abi Tholib radhiyallahu anhu juga menganjurkan umat Islam agar bersikap baik terhadap binatang-binatang, tak terkecuali hewan pengangkut. Ia berpesan, “Berbaik hatilah pada binatang-binatang pengangkut; jangan lukai mereka dan jangan muati mereka dengan beban yang melebihi kemampuan mereka.”

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sang teladan menyerukan kita agar tidak mengganggu keberlangsungan hidup binatang. Hal ini, terlihat saat beliau meminta sahabat mengembalikan telur burung yang baru meretas. Selain memberikan kesempatan hidup, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berpandangan bahwa mengambil telur-telur itu bisa menyakiti induk mereka.

Bentuk empati lain Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam terhadap hewan diwujudkan pula dengan memberikan pelayanan terbaik kepada hewan. Salah satunya ialah memberikan makanan secara langsung, tanpa diwakilkan pada orang lain.

Hal itu kerap dikerjakan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Suatu ketika, Nabi pernah meninggalkan para sahabat di suatu majelis untuk memberi minum seekor kucing dengan sebuah wadah. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pun memegang sendiri tempat minum itu sampai hewan itu tak lagi merasa haus.

Hewan merupakan salah satu makhluk hidup ciptaan Allah yang diperlakukan mulia dalam Islam. Jelas sudah tuntunan dalam memperlakukan hewan telah disyariatkan Islam, melalui ayat- ayat dalam Al Qur’an, suri teladan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dalam hadist- hadist beliau serta nasihat para sahabat Rasul.

Keseluruhan tuntunan & kaidah dalam berinteraksi dan pemanfaatan hewan atau binatang menunjukkan kesempurnaan syariat Islam yang nyatanya akan memberikan kesejahteraan bagi seluruh makhluk hidup di alam semesta ini. [*]

*Penulis Adalah Anggota Komunitas Muslimah Menulis Depok

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini