Haedar: Pemerintah Jangan Menganggap Umat Islam Obyek Terpapar Radikalisme

0
41
Ketua PP Muhammadiyah, Ketua PP Muhammadiyah Prof. Dr. K.H. Haedar Nashir MSi. (Foto istimewa).

“Seperti sebutan pegawai BUMN banyak yang terpapar, masjid terpapar, bahkan anak PAUD juga disebut terpapar radikalisme, itu arahnya jelas ke radikalisme Islam,”

Purwokerto, Lapan6online.com : Ketua PP Muhammadiyah Prof. Dr. KH. Haedar Nashir MSi, angkat bicara terhadap maraknya tuduhan radikalisme ekstremisme dalam Islam.Dia menyebutkan, Muhammadiyah perlu memberikan koreksi pada pemerintah dan kepolisian dalam masalah ini.

“Umat Islam ini bukan duri dalam kehidupan berbangsa, justru umat Islam itu merupakan pilar dalam kehidupan berbangsa dan bernegaravfi negara ini,” jelas Haedar, saat menghadiri peresmian nama jalan KH Achmad Dahlan di depan kampus Universitas Muhammadiyah Purwokerto, Ahad (19/1).

Dia menyebutkan, belakangan ini banyak sekali pejabat yang melontarkan kata-kata radikalisme. Meski tidak eksplisit, Haedar menyebutkan, konteks radikalisme itu seakan- akan hanya ada pada umat Islam.

“Seperti sebutan pegawai BUMN banyak yang terpapar, masjid terpapar, bahkan anak PAUD juga disebut terpapar radikalisme, itu arahnya jelas ke radikalisme Islam,” katanya.

Haedar mengingatkan, radikalisme itu ada di setiap tempat. Baik dalam bentuk radikalisme primordial (kesukuan), radikalisme paham atau agama, bahkan radikalisme ekonomi. Salah satunya, ketika terjadi peristiwa kekerasan di Papua yang menyebabkan lebih dari 30 jiwa anak bangsa melayang. Haedar menyebutkan, kejadian itu merupakan bentuk radikalisme separatis.

“Tapi, dalam kejadian itu, para pejabat negara tak ada yang menyatakan bahwa itu bentuk radikalisme,” kata dia.

Jika dilihat dari sektor ekonomi, dia menyatakan, hanya ada satu persen warga negara yang menguasai 55 persen kekayaan Indonesia. Dia menilai, hal tersebut juga merupakan bentuk radikalisme.

“Itu jelas-jelas merupakan radikalisme ekstremisme liberal kapitalisme,” katanya.

Haedar menyatakan, landasan pembangunan ekonomi Indonesia, jelas-jelas merupakan ekonomi Pancasila yang berdasarkan ekonomi kerakyatan dengan asas gotong royong atau kebersamaan.

Ketika ada sekelompok kecil orang yang menguasai kekayaan bangsa sedemikian besar, dia menilai, ada ekstremisme. Dalam kondisi ini, mestinya negara hadir untuk memecahkan masalah ekstremisme ekonomi karena menjadi ancaman masalah keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.

Sebagai massa Islam, kata Hardar, Muhammadiyah berkomitmen untuk menghadapi radikalisme yang mengarah pada bentuk ekstremisme dan kekerasan dalam bentuk apa pun, oleh siapa pun atas nama apa pun.

“Radikalisme dalam bentuk kekerasan dan ekstremisme jelas merugikan hajat hidup manusia, bangsa dan negara,” kata dia.

Haedar meminta pemerintah agar jangan selalu menganggap umat Islam sebagai obyek yang terpapar radikalisme. Bila kondisi ini terus terjadi, dia menjelaskan, umat Islam suatu saat akan merasa teralienasi. Kondisi ini pun dinilai berbahaya. Dia mengingatkan, umat Islam di Indonesia adalah mayoritas dan ikut mendirikan bangsa dan republik ini.

“Untuk itu, jangan seperti melempar nyamuk di atas kaca. Nyamuknya tidak kena, tapi kacanya pecah berkeping-keping. Jangan sampai, hal ini juga terjadi di Indonesia,” kata dia. (*)

*Disarikan dari harian Republika.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini