“Kalau mereka akhirnya membentuk Dewan Pers Indonesia, lalu siapa saja anggota yang akan mengadu ke mereka? Ini adalah salah satu bentuk kejahatan karena mereka mencoba mengangkangi Undang-Undang Pers. Di Indonesia hanya ada satu Dewan Pers, yaitu Dewan Pers,”
Jakarta – Lapan6Online : Dewan Pers akan segera melayangkan somasi serta langkah-langkah hukum menyikapi pembentukan lembaga “Dewan Pers tandingan” bernama Dewan Pers Indonesia yang dibentuk oleh ratusan orang yang mengaku diri sebagai wartawan. Menurut Ketua Dewan Pers Yosep Adi Prasetyo, pembentukan lembaga tersebut adalah upaya kejahatan berupa pengangkangan terhadap Undang-Undang Pers.
Dewan Pers Indonesia terbentuk dalam Kongres Pers Indonesia 2019 yang digelar di Gedung Serba Guna Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta Timur, Rabu (6/3/2019). Tim Formatur pemilihan Dewan Pers Indonesia diketuai oleh Heintje Mandagi yang merupakan Ketua Umum Serikat Pers Republik Indonesia (SPRI), salah satu organisasi yang pertengahan Februari 2019 lalu gugatannya kepada Dewan Pers ditolak Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat terkait peraturan standar kompetensi wartawan.
“Kalau mereka akhirnya membentuk Dewan Pers Indonesia, lalu siapa saja anggota yang akan mengadu ke mereka? Ini adalah salah satu bentuk kejahatan karena mereka mencoba mengangkangi Undang-Undang Pers. Di Indonesia hanya ada satu Dewan Pers, yaitu Dewan Pers,” kata Yosep yang biasa dipanggil Stanley, pada Kamis (7/3/2019) di Jakarta.
Kalau mereka akhirnya membentuk Dewan Pers Indonesia, lalu siapa saja anggota yang akan mengadu ke mereka? Ini adalah salah satu bentuk kejahatan karena mereka mencoba mengangkangi Undang-Undang Pers.
Sesuai dengan Undang-Undang Pers Bab V pasal 15 ayat (5), keanggotaan Dewan Pers ditetapkan dengan Keputusan Presiden. Namun demikian, Dewan Pers Indonesia sendiri hanya dibentuk dalam sebuah kongres.
Menurut Stanley, beberapa organisasi wartawan yang membentuk Dewan Pers Indonesia sebelumnya pernah mendaftarkan diri untuk bergabung dengan Dewan Pers. Namun demikian, organisasi-organisasi tersebut tidak bisa memenuhi persyaratan-persyaratan mendasar, seperti beranggotakan 500 anggota untuk sebuah organisasi wartawan atau 200 perusahaan untuk sebuah perusahaan pers.
“Salah satu organisasi yang ikut di acara itu adalah mereka yang mengadukan Dewan Pers ke PN Jakarta Pusat. Mereka juga orang-orang yang sama yang pernah menggelar unjuk rasa di Dewan Pers. Anggota-anggota mereka adalah wartawan-wartawan abal-abal,” ungkapnya.
Sebelum Dewan Pers Indonesia dibentuk, Dewan Pers telah memantau rencana pendirian organisasi ini bersama sejumlah Kementerian dan Lembaga Negara. Panitia acara pendirian rencananya akan mengundang Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum,dan Keamanan, Kepala Kepolisian RI, dan Komisi I DPR. Namun, setelah dipastikan bahwa lembaga yang akan didirikan tersebut adalah Dewan Pers abal-abal, maka mereka tidak hadir di acara pembukaan kongres.
Menyikapi preseden ini, Dewan Pers akan segera memperingatkan pihak-pihak yang berkaitan dengan pendirian Dewan Pers Indonesia. Peringatan tersebut disampaikan dalam bentuk somasi atau langkah-langkah hukum yang akan ditentukan terlebih dulu dalam rapat pleno Dewan Pers.
Hadapi gugatan
Sebelumnya, Dewan Pers sempat menerima gugatan hukum dari SPRI dan Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI). Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat akhirnya menolak gugatan SPRI dan PPWI) terkait peraturan standar kompetensi wartawan, Rabu (13/2/2019). Majelis Hakum beranggapan, pokok materi gugatannya adalah perihal permohonan pembatalan kebijakan (peraturan) Dewan Pers sehingga harus diuji apakah regulasi yang dibuat Dewan Pers bertentangan dengan undang-undang atau peraturan yang ada.
Hakim ketua Abdul Kohar mengatakan, berdasarkan pertimbangan hukum tersebut, maka kewenangan untuk menguji sah atau tidaknya kebijakan (peraturan) dari Dewan Pers bukan menjadi kewenangan pengadilan negeri, melainkan badan peradilan lain. Kedudukan peraturan Dewan Pers lebih rendah dari undang-undang sehingga pengujian sah atau tidaknya menjadi kewenangan Mahkamah Agung. [sumber/GF/RIN]