“Mereka pun masih harus dibebani syarat administratif yang bisa membuat mereka gagal mendapatkan bantuan seperti syarat kepemilikan rekening bank. Tidak heran Bupati Bolaang Mangondouw Timur (Boltim) Sulawesi Utara marah hingga mengumpat para menteri,”
Oleh : Fitria Miftasani, M.Si
Jakarta | Lapan6Online : Di tengah kesulitan yang dihadapi masyarakat saat pandemi covid-19, bantuan sosial yang diharapkan tidak kunjung datang. Padahal mungkin sudah berkali-kali didata oleh RT setempat dan melengkapi syarat administratif.
Mekanisme yang harus ditempuh rakyat untuk memperoleh dana bantuan juga tidak mudah dan cenderung berbelit-belit. Kenyataan di lapangan menunjukkan ada banyak masalah dalam distribusi bansos. Mulai dari bansos yang salah sasaran, data tidak sesuai dengan yang diajukan, data ganda, identitas diri tidak valid, hingga bantuan yang dijadikan alat kampanye calon kepala daerah yang maju pilkada 2020. Bantuan pun terbatas hanya untuk orang-orang yang teramat miskin padahal rakyat yang terdampak pandemi ini berasal dari berbagai latar belakang.
Tidak hanya itu, mereka pun masih harus dibebani syarat administratif yang bisa membuat mereka gagal mendapatkan bantuan seperti syarat kepemilikan rekening bank. Tidak heran Bupati Bolaang Mangondouw Timur (Boltim) Sulawesi Utara marah hingga mengumpat para menteri.
Sebagian masyarakat akan menerima dana BLT sebesar 600 ribu selama 3 bulan yang merupakan pengalihan dari dana desa. Sekitar 35% Dana Desa atau sekitar 22 Triliun akan dialokasikan untuk kurang lebih 12 juta penduduk desa, sedangkan sebagian masyarakat yang lain akan mendapat dana bansos dari kemensos.
Dilihat dari besarnya bantuan, jelas kebutuhan masyarakat tidak akan tercukupi selama pembatasan sosial. Terlebih jangkauan penerima bantuan juga tidak menyentuh seluruh masyarakat miskin.
Perlakuan berbeda tampak pada bantuan yang diberikan di sektor perbankan, pariwisata serta pajak pengusaha. Bantuan terhadap ketiganya tampak lebih besar karena dianggap sebagai wajah dan ukuran kekuatan ekonomi negara.
Hal ini juga menegaskan bahwa para pemangku kebijakan lahir bukan karena kepercayaan utuh dari rakyat, namun disokong dari pencitraan buah kampanye berdana besar. Dana kampanye tersebut berasal dari para kapitalis yang dibalas dengan kebijakan yang menguntungkan mereka saat sudah berkuasa.
Dalam Islam, pemenuhan kebutuhan dasar rakyat adalah kewajiban pemerintah terlebih pemenuhan kebutuhan makanan secara layak. Pemberian bantuan dilakukan secara langsung tanpa berbelit-belit. Kepala negara harus memastikan bahwa bantuan bisa diakses dengan mudah dan merata.
Allah berfirman;
“Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak meminta-minta) karena ia memelihara dirinya dari perbuatan itu.” (QS Adz Dzariyat:19).
Ada tiga pilar yang akan menjaga berjalannya mekanisme distribusi bantuan ini,.
Pertama, Islam mewujudkan individu yang bertakwa. Sehingga rakyat akan menyadari bahwa keberkahan rezeki datang dengan cara yang benar. Rakyat yang mampu tidak akan mengaku-ngaku miskin. Serta individu pemerintah akan sangat berhati-hati dalam mempergunakan uang rakyat. Tidak akan mengambil kesempatan dalam pandemi untuk melindungi dan memperkaya diri sendiri.
Kedua, masyarakat yang peduli. Siapa saja yang kekurangan akan dengan mudah didata oleh pemerintah karena tetangga yang peduli. Mereka akan senantiasa bahu membahu saling menolong dan menguatkan dalam kondisi sulit.
Ketiga, pemerintah yang amanah dan cakap. Mereka akan memastikan tidak ada nepotisme dan manipulasi data rakyat miskin. Karena mereka menyadari beratnya pertanggung jawaban mereka di hadapan Allah ketika mereka berlaku tidak amanah.
Di bulan mulia ini, mari kita berdoa semoga Allah segera menghilangkan pandemi ini. Seharusnya pandemi ini menyadarkan kita untuk semakin bersikap wara’ karena kita tak pernah tau selama apa kesempatan yang diberikan-Nya kepada kita di dunia. Wallahu’alam bishowab. GF/RIN/Lapan6 Group
*Penulis adalah Dosen dan ibu rumah tangga