OPINI | POLITIK
“Akar masalah di negeri ini adalah karena masih tertancapnya sistem ekonomi kapitalisme yang mengatur dan menggerakkan penguasa sesuai kehendaknya demi tercapainya cuan yang sebesar-besarnya termasuk salah satunya bagian pangan berarti negara tidak bertanggung jawab atas pemenuhan rakyat secara universal.”
Oleh : Sutiani, A. Md
SEKRETARIS Utama Badan Pangan Nasional (Bapanas), Sarwo Edhy, melaporkan kuota impor beras sepanjang 2024 dalam sistem nasional neraca komoditas atau SinasNK sebanyak 4,04 juta ton yang terdiri dari beras umum dan khusus. Kuota impor tersebut ditetapkan berdasarkan persetujuan impor (PI) melalui Kementerian Perdagangan dalam Rapat Koordinasi Terbatas (Rakortas).
Di samping impor beras, Bapanas juga melaporkan dalam Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah, bahwa PI yang telah terbit untuk impor gula sebesar 5.134.477 ton, dengan realisasi pelaksanaan impor tercatat 1.954.209 ton.
Kemudian, PI yang terbit untuk impor bawang putih tercatat sebanyak 349.290 ton, dengan realisasi impor baru mencapai 148.712 ton.
Lalu, impor daging lembu ditetapkan dengan kuota sebesar 270.352 ton, sedangkan PI yang diterbitkan mencapai 219.244 ton, dengan realisasi impor 51.363 ton. (tirto.id, 07/06/2024).
Harga pangan di sejumlah daerah mengalami kenaikan dalam beberapa waktu terakhir. Kali ini, terpantau harga beras hingga gula pasir mengalami tren kenaikan. Persoalan ini menunjukkan tidak mampunya negara dalam menentukan harga bahan pangan,seperti harga beras, gula, bawang putih dan yang lainnya. Itu semua merupakan salah satu kebutuhan pokok yang seharusnya dapat dipenuhi oleh rakyat dengan baik.
Tidak dipungkiri problem tersebut merupakan salah satu bukti tidak berdayanya pemerintah dalam penentuan harga bahan pangan. Hal ini disebabkan negara dalam pengelolaan bahan pokok belum dikatakan baik sepenuhnya, padahal lahan pertanian yang begitu luasnya justru negara tak berkuasa dalam mematok nilai harga yang akhirnya dimonopoli oleh penguasa pasar.
Adapun impor bahan pangan yang dilakukan bukanlah menjadi solusi, namun dampaknya justru membuat harga menjadi tinggi sehingga semakin menyulitkan rakyat. Akan tetapi, aparat pemerintah memilih kebijakan tersebut karena adanya keuntungan dibalik itu. Jadi jelaslah, bahwa semua kebijakan yang diambil atas keuntungan pribadi semata. Negara tidak bisa berbuat apa-apa karena negara saat ini menerapkan sistem kapitalis yang mengusung kebebasan salah satunya kebebasan berekonomi.
Dari sini terlihat jelas bahwa negara tidak bijaksana dalam menyelesaikan problem rakyat dan pemerintah membiarkan para oligarki mengendalikan harga bahkan menutup celah penguasaan dalam mengurusi produksi hingga distribusi. Jadi, setiap kebijakan yang dibuat pemerintah hanya sebatas peredam, tidak sampai pada solusi yang menuntaskan.
Pada hakikatnya, akar masalah di negeri ini adalah karena masih tertancapnya sistem ekonomi kapitalisme yang mengatur dan menggerakkan penguasa sesuai kehendaknya demi tercapainya cuan yang sebesar-besarnya termasuk salah satunya bagian pangan berarti negara tidak bertanggung jawab atas pemenuhan rakyat secara universal. Jauh berbeda dengan sistem Islam, khalifah akan bertanggung jawab perihal masalah pemenuhan pangan sesuai prinsip ekonomi Islam.
Lantas rakyat pun dengan mudah memperoleh bahan pangan dengan murah dan tentunya terjangkau. Adapun kebijakan yang akan diterapkan Khilafah adalah akan melarang monopoli dengan cara menaikkan harga yang tinggi karena kinerja mereka akan dipantau. Lahan pertanian termasuk kepemilikan umum maka Khalifah tidak memberikan izin kepada pengusaha asing dan aseng untuk mengelolanya.
Kemudian negara akan menjaga pasokan bahan pangan dalam negeri misalnya, memberikan para petani beras dan gula pelatihan, edukasi, modal, bahkan sarana barang jasa untuk mempermudah jalannya produksi, serta penunjang infrastruktur. Jika pasokan dalam negeri belum tercukupi maka khalifah tidak akan memberikan izin ekspor keluar. Kendati pun dalam negeri kekurangan bahan pokok maka akan mengambil pilihan impor dari luar.
Terakhir Khilafah akan terus memantau penentuan harga pasar supaya tidak ada yang merasa dizalimi seperti monopoli, penipuan dan tindakan curang yang lainnya.
Kepemimpinan dalam Islam harus berlandaskan akidah yang kokoh tentunya. Setiap kebijakan yang diputuskan atas dasar aturan Allah SWT yang tujuannya hanya untuk menggapai ridha-Nya.
“Imam (Khalifah) yang menjadi pemimpin manusia, adalah (laksana) penggembala, dan hanya dialah yang bertanggung jawab terhadap (urusan) rakyatnya.” (HR Bukhari).
Pengaturan perdagangan ekonomi islam wajib mengikuti syariat Islam, berpegang teguh pada Al-Qur’an dan As-Sunnah dan mengambil kemaslahatan rakyat.
Negara sebagai penentu keputusan setiap kebijakan berlandaskan apakah bernilai strategis, nilai guna, dan bermanfaatkah untuk rakyat.
Alhasil, jika negara menjalankan peraturan tersebut, niscaya akan dapat meminimalisir harga bahan pokok di pasaran sehingga dapat dijangkau oleh rakyat. Semua itu bisa terwujud ketika Islam bisa diterapkan secara kaffah kembali di dalam institusi sebuah negara. Wallahualam bissawab. (**)
*Penulis Adalah Aktivis Muslimah