OPINI | POLITIK
“Demi pundi-pundi rupiah, mereka memperluas kebun tanpa memperhatikan akibat buruk yang akan terjadi beberapa waktu ke depan,”
Oleh : Zhuhriana Putri
DILANSIR dari Antara News (18/03/2022), harga ekspor minyak sawit mentah/crude palm oil (CPO) dari Sumatera Utara terus menguat atau rata-rata Rp17.102 per kilogram di rentang 1-16 Maret 2022.
“Harga rata-rata CPO di Januari masih Rp14.848, kemudian di Februari naik jadi Rp15.495 dan Maret hingga tanggal 16 sudah sebesar Rp17.102 per kg,” ujar Sekretaris Eksekutif Gabungan Perusahaan Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Sumut, Dharma Sucipto.
Meski mengalami fluktuasi, harga rata-rata ekspor CPO pada Maret tren menguat dan bahkan pernah mencapai Rp18.250. Sementara harga tertinggi di Januari dan Februari masih masing-masing sebesar Rp15.402 dan Rp17.000 per kg. Ia menambahkan, diprediksi harga tetap menguat walau berfluktuasi karena dipengaruhi banyak faktor seperti harga komoditas pesaing antara lain kedelai, minyak bumi dan termasuk adanya perang Rusia dan Ukraina.
Harga crude palm oil (CPO) melambung di atas awan. Kondisi ini mengakibatkan harga produk turunannya juga naik sehingga wajar jika harga minyak goreng mengalami kenaikan di pasaran. Sesuai hukum permintaan ekonomi, makin banyak permintaan sedangkan persediaan barang cenderung tetap, maka harga barang tersebut akan naik.
Naiknya permintaan CPO ini juga dipengaruhi oleh program mengganti bahan bakar fosil menjadi bahan terbarukan. Salah satunya kelapa sawit sebagai bahan dasar bio diesel.
Bagi kaum kapitalis, kebutuhan terhadap bahan baku CPO ini akan disambut gembira. Pasalnya, bisnis ini sangat menggiurkan. Tidak heran jika banyak hutan yang mengalami alih fungsi menjadi lahan perkebunan. Bagi para pengusaha, keuntungan tinggi adalah prioritas utama.
Mereka akan jor-joran terjun dalam bisnis ini. Sayangnya, mayoritas pemilik perusahaan adalah pihak swasta, seperti PT Triputra Agro Persada Tbk (TAPG), PT Pinago Utama (PNGO), dan PT FAP Agri Tbk (FAPA). Mengapa bisnis CPO di negeri ini dikuasai swasta? Hal ini dapat terjadi karena pihak pebisnis (swasta) secara umum memiliki modal besar. Bisnis mereka tidak hanya satu, tetapi bergerak dalam berbagai bidang. Sebut saja tambang, pabrik makanan, pabrik kertas, dll.
Para kapitalis menguasai berbagai jenis usaha. Sebagai contoh adalah Grup Triputra yang memiliki beberapa anak perusahaan, seperti PT Adi Sarana Armada Tbk (ASSA) yang bergerak di bidang rental mobil; PT Dharma Satya Nusantara Tbk. yang bergerak dalam bidang CPO dan industri produk kayu; PT Kirana Megatara Tbk. mengurusi karet, padi, dan jagung; PT Triputra Agro Persada Tbk. (TAPG), segmen dari perusahaan ini minyak sawit dan inti kelapa sawit, dll. (Bisnis, 20/12/2022).
Satu grup saja sudah menguasai berbagai ranah bisnis. Bagaimana kalau lebih dari satu? Bisnis nusantara akan dikuasai. Kurangnya peraturan yang jelas selama ini membuat perusahaan swasta melenggang tenang. Demi pundi-pundi rupiah, mereka memperluas kebun tanpa memperhatikan akibat buruk yang akan terjadi beberapa waktu ke depan.
Jika musim kemarau, hutan terbakar akibat pembukaan lahan. Sedangkan ketika musim hujan, banjir bandang menyapa. Siapakah yang menjadi korban? Tentu saja rakyat, bukan para konglomerat.
Saat ini, CPO dianggap produk yang dapat menambah devisa negara sehingga negara pun ikut menggalakkan produksi besar-besaran. Mulai dari barang setengah jadi sampai barang jadi, semua itu dilakukan untuk mengais pendapatan di luar pajak.
Sayangnya, semua bisnis yang berkaitan dengan CPO ini tidak dapat dinikmati masyarakat. Di pasaran, harga minyak goreng malah meroket. Ada program subsidi, tetapi tidak bisa menyentuh sampai kalangan bawah. Rakyat harus berjuang sendiri, membeli minyak goreng dan sejenisnya dengan merogoh kocek yang besar. Kalau seperti ini, di mana peran negara?
Negara demokrasi kapitalisme hanya akan menyerahkan pada ‘kebijakan pasar’, kalaupun negara demokrasi kapitalisme membuat regulasi, regulasinya berpihak pada korporasi. Hanya negara dalam sistem politik Islam yang mampu melindungi dan mensejahterakan rakyatnya.
Disampaikan oleh Busyur, Rasulullah saw. bersabda, “Barang siapa yang dibebani mengurus suatu urusan kaum muslimin, maka di hari kiamat kelak ia akan diberdirikan di tepi jembatan neraka Jahanam. Jika ia melaksanakan tugasnya itu dengan baik, ia akan selamat.
Namun, jika ia tidak melaksanakannya dengan baik, ia akan dilemparkan ke bawah jembatan Jahanam itu dan akan terpelanting ke dalamnya selama 70 tahun.” (At-Targib jilid III, halaman 441). Saatnya Islam memimpin dunia, rakyat bergerak tegakkan khilafah. [*]
*Penulis Adalah Aktivis Mahasiswa