OPINI
“Indonesia menjadi negara dengan penghasil minyak kelapa sawit terbanyak di muka bumi. Pada 2019, Indonesia memproduksi minyak sawit mencapai 42,50 per juta metrik ton serta penyumbang 58 persen produksi minyak kelapa sawit dunia,”
Oleh : Nidya Lassari Nusantara
HARGA minyak curah di pasaran melonjak drastis. Hingga membuat sejumlah pedagang ‘menjerit’. Berdasarkan pantauan Tribun Medan pada awal November lalu, harga minyak curah di beberapa pasar melambung mencapai Rp16 ribu- Rp18 ribu per kg.
Padahal untuk rata-rata HET dipatok seharga Rp 11 ribu per kg. Beberapa pasar di Kota Medan, diantaranya Pasar Simpang Limun, Pasar Palapa, mematok harga Rp16 ribu per kg, Pasar Sukaramai dan Pasar Petisah mematok harga Rp18 ribu per kg.
Berulangnya kenaikan harga -harga barang sembako, salah satunya minyak goreng sudah menjadi hal biasa di dalam ekonomi kapitalis. Kenaikan harga minyak goreng tentu sangat berdampak bagi masyarakat, terutama kalangan ekonomi menengah ke bawah. Begitu juga dengan para pedagang usaha menengah ke bawah seperti penjual gorengan.
Mirisnya, pemerintah yang seharusnya bisa menjadi tempat mengadu dan membantu justru hanya bisa berpasrah diri tanpa memberikan solusi hakiki.
Direktur Jendral Perdagangan Dalam Negri Kementrian Perdagangan Oke Nurwan memberi keterangan bahwa meski Indonesia adalah produsen minyak kelapa sawit terbesar, namun faktanya di lapangan, sebagian besar produsen minyak goreng tidak terintegrasi dengan produsen CPO.
Artinya, produsen minyak goreng harus membeli CPO sesuai harga lelang dalam negeri yang juga terkorelasi dengan harga pasar internasional. Jadi kalau harga CPO internasional naik, maka naik pula harga di dalam negeri.
Menurut laporan United State Department of Agriculture 2019, mengenai produksi minyak kelapa sawit dunia, Indonesia menjadi negara dengan penghasil minyak kelapa sawit terbanyak di muka bumi. Pada 2019, Indonesia memproduksi minyak sawit mencapai 42,50 per juta metrik ton serta penyumbang 58 persen produksi minyak kelapa sawit dunia. Malaysia berada di posisi kedua dengan 19 per juta metrik ton dan penyumbang 26 persen produksi minyak kelapa sawit dunia.
Sungguh ironi, semua ini terjadi di negara yang menjadi penghasil minyak terbanyak. Faktor kenaikan harga biasanya dipengaruhi dari ketersediaan barang atau sebab dimonopoli mafia. Satu hal yang seharusnya hadir dalam masalah berulang seperti ini adalah negara.
Seharusnya negara mampu memberikan pengawasan lewat kebijakan-kebijakannya untuk memastikan tidak ada harga barang pokok yang mencekik rakyat. Namun, negeri ini menganut sistem ekonomi kapitalis yang bersifat pasar bebas, dengan kesan negara lepas tangan terhadap harga-harga yang berlaku.
Adapun upaya maksimal yang pernah dilakukan adalah mengintervensi pasar, namun faktanya hal ini juga bukan solusi.
Rakyat menjerit, harga minyak melangit sementara negeri melimpah kelapa sawit tidak akan terjadi jika negeri ini menerapkan sistem ekonomi yang bersandar pada ideologi Islam. Syariah Islam adalah agama sempurna, yang mengatur baik ibadah kepada sang pencipta, mengurus diri sendiri dan menertibkan interaksi sesama umat manusia. Islam juga merupakan ideologi yang memiliki ide dan metode untuk menjadi solusi yang dihadapi umat manusia.
Dengan penerapan sistem politik Islam yaitu khilafah, maka akan dijalankan sistem ekonomi sesuai Islam, termasuk dalam pengelolaan minyak. Khilafah sebagai negara hadir sebagai penanggung jawab untuk memenuhi dan mengurusi kebutuhan rakyat.
“Sesungguhnya seorang penguasa adalah pengurus (urusan rakyatnya), dan ia bertanggung jawab terhadap rakyat yang diurusnya.” (HR Muslim dan Ahmad).
Negara Khilafah akan mengatur pangan dengan cara mendukung petani kelapa sawit agar berproduksi maksimal. Memberikan kemudahan mendapatkan bibit unggul, mesin, atau teknologi pertanian terbaru; menyalurkan bantuan modal, membangun infrastruktur pertanian, jalan, irigasi, dan lainnya.
Negara khilafah juga akan menyelenggarakan penelitian, pendidikan, pelatihan, pengembangan inovasi, dan sebagainya. Serta menerapkan hukum pertanahan dalam Islam yang akan menjamin kepemilikan lahan pertanian berada di kalangan yang memang mampu mengelolanya, supaya tidak ada lahan yang penguasaannya didominasi oleh segelintir orang berduit.
Dengan pelaksanaan syariat Islam berbagai faktor penyebab penyimpangan pasar akan hilang, misalnya penimbunan barang, penipuan dan sebagainya yang memicu lonjakan harga secara tidak wajar.
Khilafah juga akan menutup kemungkinan munculnya para mafia minyak, di antaranya dengan penegakan sanksi sesuai Islam. Semua ini akan tercapai seiring visi politik luar negeri khilafah. Dalam pandangan Islam, negara Khilafah wajib menjadi negara yang mandiri. Tidak boleh tergantung dan terikat kepada perjanjian atau kerjasama yang bertentangan dengan Islam. Apalagi sudah nyata mengancam kedaulatan negara. Allah SWT berfirman,
“Dan Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang kafir untuk mengalahkan orang-orang beriman.” (QS an-Nisaa: 141).
Dengan demikian tidak akan terjadi ketergantungan pada impor. Sebaliknya, impor dilakukan saat dibutuhkan saja dengan sejumlah ketentuan Islam yang berlaku. Maka sudah selayaknya kita mengembalikan negeri ini menjadi negeri yang dirahmati Allah SWT dengan ideologi Islam. (*)
*Penulis Adalah Praktisi Pendidikan Anak dan Remaja