OPINI
“Hal ini sangat terlihat larangan dan sanksi yang diberikan tidak cukup membuat para pelaku jera. Tetap saja setiap tahunnya pungli terjadi. Sistem birokrasi yang dijalankan juga terlihat tidak terjaga keamanannya,”
Oleh : Silvia Casmadi
BULAN suci Ramadhan tahun ini masih saja dimanfaatkan oleh segelintir orang yang menyalahgunakan jabatan untuk kepentingan perorangan. Kasus pungutan liar (pungli) yang dilakukan oleh Lurah Gajahan dan petugas linmas menarik perhatian.
Pasalnya mereka melakukan tindakan yang dilarang dalam Surat Edaran (SE) Komisi Pemberantasan Korupsi Nomor 13 Tahun 2021 tentang Pencegahan Korupsi dan Pengendalian Gratifikasi Hari Raya. Pada poin 4. Di sana tertulis larangan meminta dana dengan mengatasnamakan Tunjangan Hari Raya ataupun sebutan lain. Sanksi pun akan dilakukan sesuai dengan peraturan kepada pelanggar.(detikNews, 2/3/2021).
Kegiatan pungli yang memanfaatkan momen hari raya sering terulang tiap tahunnya. Kegiatan ini dimanfaatkan juga oleh segelintir orang yang memiliki jabatan, dengan begitu dapat dengan mudah mengeluarkan surat edaran yang terkesan resmi.
Hal ini sangat terlihat larangan dan sanksi yang diberikan tidak cukup membuat para pelaku jera. Tetap saja setiap tahunnya pungli terjadi. Sistem birokrasi yang dijalankan juga terlihat tidak terjaga keamanannya, hal ini didukung asih banyaknya celah kecurangan yang masih terjadi.
Dengan permasalahan yang terulang setiap tahunnya mempertegas bahwa imlementasi reformasi birokrasi yang terjadi masih belum efektif dan professional. Terlihat sekali rendahnya kualitas manajemen sistem birokrasi membuat celah untuk dimanfaatkan sebagai mesin kekuasaan oleh segelintir orang untuk kepentingan pribadinya.
Padahal dalam Islam, hukum tentang ‘suap’ jelas diharamkan oleh Al-Qur’an, sunnah serta ijma baik yang memberi maupun yang menerima (almanhaj.or.id).
Hal ini terdapat dalam surah Al-Baqarah ayat 188 yang berbunyi;
“وَلَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُم بَيْنَكُم بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوا بِهَا إِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوا فَرِيقًا مِّنْ أَمْوَالِ النَّاسِ بِالْإِثْمِ وَأَنتُمْ تَعْلَمُونَ
“Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian lain di antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui.”
Adapun dari sunnah ialah sebagai berikut;
عَنْ عُمَر عَبْدِ اللهِ بْنِ قاَلَ : لَعَنَ رَسُوْلُ اللهِ الرَاشِى، وُاْلمُرْتَشَىِ
Dari Ibnu Umar Radhiyallahu anhu, ia berkata: “Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam melaknat yang memberi suap dan yang menerima suap.”[HR At-Tirmidzi, 1/250; Ibnu Majah, 2313 dan Hakim, 4/102-103; dan Ahmad 2/164,190. Syaikh Al-Albani berkata,”Shahih.” Lihat Irwa’ Ghalil 8/244]
Sedangkan menurut Ijma’, telah tenjadi kesepakatan umat tentang haramnya suap secara global, sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Qudamah, Ibnul Atsir, Shan’ani rahimahullah. (Subulussalam, 1/216).
Agama Islam memang mengatur seluruh aspek kehidupan manusia. Serta implementasi dari hukum yang jelas, yaitu Al-Qur’an, sunnah dan ijma para ulama. Juga pengawasan yang ketat sehingga tercipta implementasi birokrasi yang amanah. [*]
*Penulis Adalah Mahasiswi Universitas Gunadarma