OPINI | HUKUM
“Sebuas-buasnya harimau tak akan memakan anaknya sendiri”, peribahasa ini merupakan sebuah analog bimakna “tidak ada orang tua yang tega membuat celaka anaknya sendiri”.
Oleh : Puput Hariyani, S.Si
ADAGIUM berkata Ibu merupakan sosok malaikat tanpa sayap yang ada di dunia. Ia rela mempertaruhkan kehidupannya demi lahirnya kehidupan baru.
Namun kini malaikat tak bersayap yang berhati emas itu kian langka. Mereka yang semestinya mengasuh, mendidik juga menjadi pelindung seketika berubah menjadi monster jahat yang tega menghabisi nyawa putra putrinya. Tentu bukan tanpa alasan. Kejamnya kehidupan menjadi salah satu faktor pemicu tercerabutnya fitrah seorang ibu. Tekanan ekonomi berikut berbagai persoalan lain yang mengikuti telah merenggut naluri keibuan.
Seperti yang akhir-akhir ini hangat diperbincangkan, berita seorang ibu berinisial KU menggorok ketiga buah hatinya di Kecamatan Tonjong, Brebes, Jawa Tengah. Dari tiga angka yang dianiaya ini, satu diantaranya yang bernama ARK (7) tewas seketika di tempat kejadian, Sementara dua korban lainnya, KSZ (10) dan E (5) mengalami luka parah. Tubuh dua bocah ini dipenuhi luka sayat (detikjateng.com).
Dari pengakuan pelaku, dia sudah tidak sanggup lagi hidup dengan ekonomi yang pas-pasan. Apalagi, menurutnya suaminya sering menganggur.
“Saya ingin menyelamatkan anak-anak saya biar enggak hidup susah. Enggak perlu ngerasain sedih. Harus mati biar enggak sedih kayak saya,” ujar pelaku seperti dikutip republika.co.id.
Kasus serupa juga terjadi di Jabar, seorang ibu tega meracuni ketiga anaknya, seperti yang diungkap Ahli Psycology Forensik, Reza Indra Giri kepada wartawan republika,menurutnya mungkin ada kondisi psikologi abnormal tertentu. Ia juga meminta pihak kepolisian untuk memeriksa lebih lanjut kejiwaan pelaku.
Kedua kasus sukses membuat masyarakat bergejolak. Berjubel pertanyaan ingin segera mendapat jawaban. Bagaimana mungkin seorang ibu tega menghabisi nyawa buah hatinya dengan sadis? Mengapa kasus ini terjadi di tengah-tengah masyarakat bahkan terhitung berulang? Manusia seakan telah kehilangan akal sehat dan telah mati hati nuraninya.
Demokrasi Biang Keladi
Berulangnya kasus pembunuhan anak oleh ibunya sendiri tak cukup hanya disolusi dengan perbaikan kejiwaan individu pelaku. Pasalnya, penyebab dominan maraknya kasus ini salah satunya adalah karena faktor ekonomi. Kesulitan mendapat pemenuhan kebutuhan dasar. Minimnya akses mendapatkan penghidupan yang layak ditambah melambungnya berbagai bahan kebutuhan pokok.
Jeritan kaum ibu menjadi indikator nyata gagalnya rezim demokrasi menyejahterakan rakyat. Sistem yang menjamin kebebasan ekonomi dalam konsep sistem ekonomi kapitalistik ini telah memuluskan perampokan SDA milik rakyat untuk dikuasai swasta atau asing dan segelintir elit politik. Sementara rakyat diumbar berjuang hidup secara mandiri di tengah kesulitan yang terus menghantui. Maka tidak aneh jika banyak pengabaian pengasuhan anak bahkan menjadikan kaum ibu stress, depresi bahkan terpaksa harus mengalami gangguan jiwa oleh karena tekanan hidup yang sangat besar. Hati nuraninya teramputasi oleh demokrasi.
Padahal negeri kita adalah negeri kaya raya, apa kurangnya? Lagu “kolam susu” yang dipopulerkan Koes Plus tahun 1973.an mewakili kekayaan yang dimiliki, orang bilang Indonesia adalah tanah surga, tongkat kayu dan batu dilempar jadi tanaman. Gunung emas banyak, hutan terhampar luas, lautan terbentang, hasil bumi melimpah. Namun sekali lagi, kekayaan yang dimiliki negeri ini tidak menjadi jalan kesejahteraan bagi seluruh rakyat.
Demikianlah jika demokrasi diberi porsi untuk memimpin, bukannya menyelesaikan persoalan tetapi justru menimbulkan masalah baru. Sistem yang menuhankan aturan buatan manusia dan mengingkari aturan buatan Tuhan ini menjadi biang keladi kerusakan. Aturan produk akal manusia yang terbatas jelas tak akan mampu mewujudkan kesejahteraan.
Islam Solusi
Absennya kepemimpinan Islam dalam kehidupan telah nyata menimbulkan beragam persoalan. Fakta ini sudah seharusnya menggerakkan kaum muslimin untuk meninggalkan hukum buatan manusia dan beralih mengambil hukum buatan Tuhan yang sempurna.
Kepemimpinan Islam dengan seperangkat aturan kehidupan yang lahir dari syariah Islam akan menjamin terpenuhinya seluruh kebutuhan dasar warga negara. Mulai dari kebutuhan pokok sandang, pangan, papan yang dipermudah aksesnya untuk para kepala keluarga sebagai penanggungjawab nafkah, juga kebutuhan komunal seperti pendidikan, kesehatan dan keamanan yang secara langsung dihandle oleh negara.
Melalui penerapan sistem ini, secara praktis negara akan memaksimalkan fungsinya menghapus semua faktor sistemik yang mentrigger masalah kejiwaan kaum Ibu. Sehingga dalam kehidupan Islam peran seorang perempuan terutama ibu tidak terkontaminasi dengan beban hidup karena ada penanggungjawab nafkah juga negara yang menjadi pelindungnnya. Kemuliaan kaum Ibu difokuskan untuk mengoptimalkan perannya sebagai seorang ibu, istri dan anggota masyarakat sesuai dengan porsinya. Wallahu’alam bi ash-showab. (*)
*Penulis Adalah Pendidik Generasi