Ike Florensi Soraya, SH : Maraknya Kasus Pertanahan&Mafia Gentayangan, Warga Terancam Digusur

0
169
Ike Florensi Soraya,SH /Foto : ISt.

HUKUM

“Ini sangat tidak sesuai dengan program pemerintahan Presiden Jokowi yang sangat peduli kepada rakyat yang menggarap lahan untuk dapat produktif salah satunya ketahanan pangan,”

Bengkayang l KALBAR l Lapan6Online : Maraknya kasus terkait pertanahan masih sering terjadi di Indonesia dan salah satunya terjadi di Desa Sungai Duri, Kecamatan Sungai Raya, Kabupaten Bengkayang, Kalimantan Barat yang menjadi polemik dan menimbulkan konflik antara warga selaku penggarap tanah dan yang mengaku pemilik tanah tapi dengan dasar yang kurang sesuai dan terkesan arogan.

Saat dikonfirmasi media ini pada Sabtu (4/5/2024) Kesalahan satu pengacara warga yang terancam digusur, Ike Florensi Soraya,SH mengatakan berawal ketika Tham Set Djie yang diwakili pengacaranya mengaku ahli waris tunggal dengan membawa Sertifikat atas nama Djap Moi Kie, pengacara tersebut meminta secara tertulis kepada pihak Desa untuk memfasilitasi pertemuan mediasi dengan pihak-pihak yang dianggap menempati lahan yang diklaim milik mereka yang pada intinya mereka berniat mengambil alih semua lahan yang sudah digarap masyarakat dengan memperlihatkan surat sertifikat dari jarak jauh, sehingga masyarakat yang awam mengira itu adalah sertifikat hak milik (SHM).

“Masyarakat yang awalnya percaya dan mau diajak mediasi dan bahkan sempat ada perjanjian ganti rugi antara mereka, mediasi pun di lakukan di kantor Desa Sungai Duri, namun karena pihak Tham Set Djie ngotot dalam tempo secepatnya untuk mendapatkan lahan tersebut. Sehingga ada semacam intimidasi kepada warga yang belum sepakat, maka masyarakatpun panik dan berusaha mencari keadilan kemana-mana,” tegasnya.

“Termasuk konsultasi ke BPN Sambas dan Bengkayang dan Pihak Tham Set Djie juga berusaha mengklaim tanah dibagian depan deretan ruko sehingga pihak yang awalnya sepakat menjadi terprovokasi juga untuk melawan karena merasa terancam,” ucap Ike Florensi Soraya,SH

Ike Florensi Soraya,SH menambahkan cerita berlanjut semakin lama terbongkarlah bahwa yang ditunjukkan selama ini Sertifikat Hak Pakai (SHP) yang berlaku tahun 1980 hingga berakhir tahun 1990 dan belum pernah diperpanjang. Masyarakat sempat juga diintimidasi dengan datangnya alat berat untuk meratakan lahan yang digarap warga akhirnya masyarakatpun berusaha dengan mencari keadilan. Setelah mediasi yang gagal di Desa dan Camat. Mereka mengadukan nasib mereka dengan didampingi lembaga swadaya masyarakat (LSM).

“Masyarakatpun mengadu secara lisan kepada Bupati Bengkayang dan diarahkan lah ke Dinas Teknis Dinas Perumahan Rakyat Permukiman Dan Lingkungan Hidup, divisi bagian Pertanahan yang bernama Yulius. Disampaikan surat secara tertulis kepada Bupati dengan surat tertanggal 15 Agustus 2022, dan ke Dinas guna meminta untuk difasilitasi pertemuan antara pihak-pihak terkait Rapat pertama dilakukan pada tanggal 29 Nopember 2022 dan pertemuan kedua pada tanggal 20 September 2023 l, yang dihadiri Antara lain , Herman dan kawan-kawan beserta penasehat hukum, Kepala Dinas Perumahan Rakyat Permukiman dan Lingkungan Hidup, tanpa di hadiri Tham Set Djie ,Yang menjadi narasumber utama adalah Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Bengkayang dengan harapan jika para pihak dipertemukan dan sama-sama mendengarkan kepala BPN memaparkan tentang aturan pertanahan, maka para pihak-pihak akan faham agar tidak mendengarkan secara sepihak apalagi dari yang tidak kompeten,” kata Ike Florensi Soraya,SH

Namun selama hampir 2 tahun tidak ada tindak lanjut dan sepertinya nasib mereka warga digantung. Ike Florensi Soraya,SH mengatakan lagi yang sementara itu manuver kedua belah pihak terus memuncak. Pernah juga masyarakat dilaporkan ke polisi dengan tuduhan pengerusakan tanaman dan penyerobotan lahan padahal diatas tanah yang mereka kuasai dan garap, namun tuduhan itu tidak dapat di buktikan.

Setelah 2 tahun karena sering didesak warga akhirnya Dinas Perumahan Rakyat Permukiman dan Lingkungan Hidup mau memfasilitasi dan Pertemuan itu juga tak di hadiri oleh pihak Tham Set Djie, Rapat dihadiri oleh Kades, Dinas Perumahan Rakyat Permukiman dan Lingkungan Hidup Yulius dan Asisten I Yohanes Atet. Pihak Tham Set Djie tetap tidak mau hadir. Jadi dalam pertemuan itu ada berita acara (BA) nya dengan dihasilkan beberapa poin keputusan yang pada intinya masyarakat diminta terus menggarap lahan yang dikuasai dan Desa diminta menerbitkan Surat Keterangan Garapan (SKG) milik warga, karena masyarakat sudah memiliki Surat Pernyataan Garap (SPG), dan setelah itu Kades pun menerbitkan Surat Keterangan Garapan (SKG) itu.

“Beberapa waktu kemudian setelah masyarakat meneruskan garapan yang juga mereka anggap tidak ada yang merasa keberatan dilapangan akhirnya mereka mengajukan pengesahan SPT ke Desa. Akan tetapi dijawab belum bisa karena belum ada instruksi untuk itu dari Pemda Bengkayang. Setelah beberapa waktu akhirnya Pemda mau memfasilitasi kembali pertemuan pada tanggal 20 September 2023. Undangan yang isinya merespon permohonan warga untuk peningkatan hak dari surat garapan menjadi SPT. Yang hadiri Kepala Dinas Perumahan Rakyat Permukiman dan Lingkungan Hidup, dengan diwakili oleh Kabid pertanahan Yulius, Kepala BPN Bengkayang, Pihak Masyarakat dan pengacara. Pihak Tham Set Djie/Mawardi seperti pertemuan sebelumnya juga tidak hadir. Dalam pertemuan itu setelah mendengar keterangan dari para pihak Kepala BPN menyampaikan beberapa poin berdasarkan aturan UU :
1. Sertifikat Hak Pakai No. 100 tahun 1980 sudah berakhir dan tidak berlaku lagi.

2. Status lahan kembali ke Negara dan Negara dapat memberikan hak kepada masyarakat yg mengelola.

3. Prosedur pemberian hak kepada masyarakat pengelola diatur dan difasilitasi oleh Dinas instansi terkait di Pemda,” Ungkap Ike Florensi Soraya,SH

Mendengar penjelasan tersebut Ike Florensi Soraya,SH menambahkan lagi wargapun lega karena selangkah lagi harapan mereka tentang kejelasan hak mereka warga akan terwujud dan Pak Kadis pun mengkonfirmasi kembali ke Kepala BPN jika ada pihak ahli waris Tham Set Djie mengajukan ke BPN sertifikat hak milik apakah masih bisa dan dijawab oleh Kepala BPN tidak bisa karena sesuai aturan harus 2 tahun sebelum berakhir dan ketika dipertengahan rapat, Kades Sungai Duri yang datang terlambat agar menjadi jelas, Kadis pun mengulang kembali penjelasan BPN dan Kades diminta menyampaikan pendapat. Namun secara mengejutkan menurut Kades ada pihak mengaku ahli waris mengurus membawa berkas dari BPN dan minta tanda tangan dan beliau tandatangani.

Dia mengira itu bukan SPT tapi berkas dari BPN dan disampaikan oleh kepala BPN bahwa itu sama juga dengan bapak menandatangani SPT dan juga secara tiba-tiba Pak Yulius menunjukkan didalam HP miliknya ada bukti pengurusan Sertifikat dan tanda penyetoran biaya ke kas Negara atas nama Megawati. Dengan muka panik beliau bilang bahwa dia didesak tandatangan oleh Kepala Dusun dan semua berkas sudah disiapkan tinggal tanda tangan.

“Peserta rapat merasa kaget, Kepala BPN menyarankan Kades untuk segera menarik SPT tersebut dengan cara membuat surat pernyataan pembatalan SPT dengan alasan sudah tumpang tindih dengan Surat Keterangan Garapan yang dikeluarkan oleh Desa sebelumnya dan dijawab Kades nanti hari Senin saya akan antarkan surat pernyataan tersebut. Hari itu warga sempat emosi tapi kami tenangkan dan kamipun pulang dengan membawa Berita Acara (BA) Rapat hari itu, terlampir,” Jelas Ike Florensi Soraya,SH lagi

Ike Florensi Soraya,SH menjelaskan lagi kami dan warga sempat bertanya-tanya bagaimana mungkin SPT bisa disahkan Desa padahal sebelumnya surat Garapan dikeluarkan. Kami penasaran bagaimana bunyi SPTnya. Apakah penyerahan waris. Atau penggarapan atau pembelian atau gimana apalagi atas nama Megawati dan siapa Megawati. Masyarakat yang kecewa karena Kades tidak konsisten dengan pernyataannya bahwa sebelum ada keputusan dari Pemda tidak akan menandatangani SPT.

Lalu warga pun datang ke kantor Desa. Meminta salinan/fotokopi SPT yang sudah dikeluarkan dan identitas Megawati. Karena ketua RT merasa tidak pernah punya warga atas nama Megawati. Pihak Desa menolak memberikan salinan SPT dan identitas Megawati. Hanya jawaban bahwa Megawati sudah mengurus surat pindah dan KTP nya masih proses.

Bagi kami ini sangat janggal. Karena bingung Masyarakat juga membuat surat kepada DPRD Kabupaten Bengkayang, yang isinya memohon untuk mendapatkan perlindungan, dengan surat tertanggal 4 Januari 2024. Namum hingga sekarang belum di respon.

“Setelah didesak warga, staf Desa memberikan print an file SPT yang biasa tersimpan di laptop jika selesai pemrosesan SPT. Artinya yang tidak tertanda tangani atau (terlampir).Disitu tercantum sangat janggal bahwa Megawati menggarap lahan seluas itu sejak tahun 1980 padahal dari datanya Megawati lahir tahun 1989. Namun stelah diprotes warga berikutnya di BPN data tersebut berbeda lagi. Dan warga mencurigai SPT itu sudah diperbaiki karena sudah ketahuan oleh warga. Warga yang menunggu pembatalan SPT oleh Kades yang seyogyanya disampaikan ke BPN namun Kades nyatanya tidak melakukan itu. Dengan alasan dilarang oleh oknum BPN dan proses Sertifikat Megawati terus berlanjut meskipun diprotes warga,” ungkap Ike Florensi Soraya,SH

Setelah beberapa waktu kemudian ada petugas BPN yang turun ke lapangan untuk mengukur. Namun dicegat oleh warga dan petugas ukur menunjukkan surat tugasnya berdasarkan permohonan sertifikat atas nama Megawati dan melampirkan berita acara rapat yang mengejutkan karena beda isinya dengan berita acara yang diberikan kepada kami.(terlampir) ,adanya Berita Acara versi kedua ini di tambah dengan kalimat “JIKA TIDAK ADA PEMBATALAN SPT OLEH KADES, MAKA PROSES PENERBITAN SERTIFIKAT DI LANJUTKAN”. Alasan Dinas PERKIM dan PLH Ketika di minta klarifikasi di Ombudsman untuk menyempurnakan berita acara (BA) ,alasan yang tidak bisa diterima, karena tembusan BA perubahan tidak pernah disampaikan kepada pihak warga yang menggarap tanah.

“Setelah itu Pihak masyarakat mengkuasakan kepada kami kuasa hukumnya atas nama IKE FLORENSI SORAYA,SH, ANTONIUS REYCARDO DAMANIK,SH dan ANDI ,SH membuat surat keberatan kepada kantor BPN Bengkayang. Karena sudah merasa sangat terzolimi, karena selama ini sudah mempercayakan kepada instansi yang berwenang dengan bersabar sekian tahun menempuh jalur semestinya. Tapi seolah niat baik warga dikalahkan oleh pihak yang Menempuh ‘jalur belakang’. Maka dengam terpaksa warga melaporkan hal ini kepada aparat, mulai dari Polda, Ombudsman Perwakilan Kalimantan Barat, Kementrian ATR/BPN Pusat. Dengan harapan memperoleh keadilan. Warga bersyukur karena pelaporannya direspon . Dibuat Pengaduan ke Polda Kalbar. Permohonan Sertifikat atas nama Megawati saat ini telah dikembalikan atas dasar ada pengaduan di Polda, dugaan tindak pidana pemalsuan surat, namun kami telah menyampaikan SURAT KEBERATAN kepada BPN, bahwa pengembalian berkas permohonan Megawati bukan hanya karena adanya pengaduan ke Polri, namun secara hukum Megawati tidak dapat mengajukan lagi permohonan karena alas hak sertifikat hak pakai telah berakhir sejak tahun 1990, dan karena di atas tanah tidak terdapat jejak garapan dan telah menelantarkan tanah tersebut selama 32 tahun, sehingga tidak memenuhi syarat untuk mendapatkan hak prioritas,” jelas Ike Florensi Soraya, SH lagi.

Ike Florensi Soraya,SH mengatakan lagi Pada pertemuan Terakhir di BPN pada Rabu, tanggal 31 Januari 2024 , Kades menyampaikan dalam forum itu bahwa Surat Keterangan Garapan masyarakat yang diterbitkan oleh Desa sebelumnya sudah dibatalkannya demi meloloskan Permohonan Sertifikat atas nama Megawati , alasannya sudah di konsultasikan dengan Camat dan camat sudah berkonsultasi dengan Asisten 1, dan Dinas Perkim dan PLH (keterangan ini ada tercatat di dalam berita acara rapat di BPN ). Padahal kami cek ke Asisten 1 menyatakan tidak pernah ada konsultasi Camat dan Kades tentang hal itu, oleh karena hal tersebut masyarakat membuat pengaduan ke Ombudsman tentang prilaku oknum Aparatur Pemerintah yang jelas jelas telah merugikan masyarakat dengan melakukan mal administrasi dan juga mencatut nama pejabat.

“Kasus ini berpotensi terjadi gesekkan antar warga dan penyelesaian hal ini sangat diharapkan masyarakat untuk kepastian hak mereka diakui. Selama ini mereka sangat koorperatif dan sabar namun jika terus menerus dizalimi maka ke depan kita kuatir hal tidak diinginkan terjadi. Kami berharap dalam kasus ini mendapat perhatian dari Bapak Presiden Jokowi yang mana selama ini sangat berpihak kepada rakyat kecil. Terutama dengan program Re distribusi lahan (PTSL) telah membagikan serifikat kepada rakyat disemua Provinsi. Jika diketahui ada kejadian orang menelantarkan lahannya selama puluhan tahun, lalu lahan terlantar itu dirawat dan dikelola oleh masyarakat secara tidak sembunyi-sembunyi. Namun setelah Daerah itu produktif, yang mengaku sebagai ahli waris dengan membawa sertifikat hak pakai yang telah berakhir sejak tahun 1990, datang dari Jakarta berusaha dengan berbagai macam cara untuk dapat menguasai tanah tersebut, salah satunya dengan cara membuat pernyataan atau perjanjian ganti rugi tanaman berupa tanaman sawit dengan membuat surat pernyataan atau perjanjian yang sudah di ketik rapi yang isi surat tersebut menyatakan bahwa tanah tersebut adalah miliknya dengan memperlihatkan sebuah sertifikat dari jarak jauh, masyarakat pun percaya, dan menanda tangani surat tersebut, sehingga kami kuasa hukum berpendapat bahwa surat Pernyataan atau perjanjian ganti rugi itu adalah cacat hukum karena di lakukan dengan tipu muslihat, objek yang di perjanjikan statusnya adalah tanah Negara bukan tanah Tham Set Djie. Dengan demikian surat perjanjian ganti rugi tersebut adalah BATAL DEMI HUKUM, perihal Batal Demi Hukum di atur dalam Pasal 1335 KUHPerd yang menyatakan bahwa “Suatu Persetujuan tanpa Sebab atau di buat berdasarkan suatu sebab yang palsu atau terlarang, tidaklah mempunyai kekuatan dan dapat dinyatakan BATAL DEMI HUKUM. hal ini telah kami sampaikan kepada saudara Mawardi dengan surat tertanggal 30 Januari 2024,” papar Ike Florensi Soraya,SH

Kami sangat miris dengan berbagai macam cara berusaha untuk menguasai tanah yang sudah di garap oleh masyarakat sejak tahun 1998 hingga sekarang, warga yang sudah menyukseskan program pemerintah supaya lahan jadi produktif baik untuk ketahanan pangan tersebut. Harapan kami tidak terjadi yang seperti itu, kami percaya bahwa Polri maupun Ombudsman Perwakilan Kalimantan Barat, Satgas Anti Mafia Tanah mampu bertindak bijak dan tepat dalam menangani kasus ini.

“Karena terus didesak atas kejadian kejadian itu, BPN akhirnya memfasilitasi pertemuan antara pihak-pihak di kantor BPN Bengkayang statemen kepala BPN sangat berbeda dengan pernyataan waktu di kantor Dinas Perumahan Rakyat Permukiman dan Lingkungan Hidup, dengan alasan menerima permohonan Megawati atas dasar argumen bahwa yang bersangkutan punya hak prioritas. Padahal jelas dalam aturan mengenai mekanisme pemberian hak. Ada syarat-syrat yang harus dipenuhi untuk mendapat hak prioritas tersebut salah satu poin yang terpenting adalah jejak rekam penggarapan, yang mana sama sekali tidak pernah dilakukan oleh Megawati.” Ungkap Ike Florensi Soraya,SH lagi

Ike Florensi Soraya,SH menambahkan kembali, perbuatan Kades yang sangat merugikan masyarakat penggarap tanah, adalah dengan membatalkan Surat Keterangan Garapan milik masyarakat, tanpa pemberitahuan kepada masyarakat. Ini merupakan tindakan sewenang-wenang seorang Kepala Desa, dan akibatnya sangat merugikan masyarakat. Atas tindakan Kades tersebut kami sudah membuat pengaduan di Ombudsman Perwakilan Kalbar, dan juga telah di lakukan pemeriksaan lisan, namun pada saat di undang ke kantor Ombudsman pada Selasa Selasa 30 April 2024 untuk di lakukan klarifikasi secara lisan, Kades dan Camat tidak bersedia datang, tindakan yang tidak menghormati suatu Lembaga yang berwenang melakukan pengawasan terhadap Penyelenggara Pelayanan Publik. Kami berharap Ombudsman dapat merekomendasikan kepada pejabat yang berwenang untuk menindak dengan tegas.

“Dan hal ini menjadi contoh buruk seandainya ada pihak yang menelantarkan lahan sekian puluh tahun. Kemudian dapat kembali lagi dan diberikan hak. Dengan jalan mengusir warga yang telah mengarap disitu selama puluhan tahun. “Ini sangat tidak sesuai dengan program pemerintahan Presiden Jokowi yang sangat peduli kepada rakyat yang menggarap lahan untuk dapat produktif salah satunya ketahanan pangan. Sehingga setiap tahunnya diluncurkan 1 juta sertifikat dari program PTSL atau prona.Kami juga sudah menyurati Presiden, Kementerian ATR dan satgas Mafia tanah untuk ikut mengawasi kasus ini kami harapkan berjalan sebagaimana seharusnya,” tutur Ike Florensi Soraya, SH mengakhiri. (*Ylz/Hr/Tim)