Indonesia Darurat Judi online, Tanggung Jawab Siapa?

0
21
Suci Ramadani/Foto : Istimewa

OPINI | HUKUM | POLITIK

“Solusi atas permasalahan ini tentu takkan di dapat dalam sistem sekuler-kapitalis. Karena sistem sekuler-kapitalis jelas memisahkan antara agama dengan kehidupan,”

Oleh : Suci Ramadani

Dikutip dari cnbcindonesia.com (26/06), Beberapa waktu lalu Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menemukan sebanyak 1.000 orang lebih anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) terlibat judi online.

Dengan jumlah yang menyentuh angka ribuan tersebut ditaksir transaksinya mencapai Rp25 miliar. Hal ini disampaikan oleh Kepala PPATK Ivan Yustiavandana saat rapat dengan Komisi III DPR di Gedung Parlemen, Jakarta, Rabu (26/6/2024).

Tak sampai disitu jumlah masyarakat yang terlibat judi online kian bertambah dan yang lebih mengejutkan adanya anak-anak yang juga terpapar kasus serupa. Berdasarkan keterangan yang didapat dari Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Usman Kansong, beliau memaparkan bahwa ada 80 ribu atau 2% anak-anak yang terlibat judi online.

Anak yang terpapar judi online ini bisa dikategorikan dalam dua golongan yaitu anak dengan orang tua yang gemar berjudi secara online sehingga dikatakan sebagai korban, dan anak yang bermain judi online secara langsung sebagai pelaku.

Berdasarkan tingkatan nominal transaksinya, terdapat 80% atau 3,2 juta orang bermain di angka Rp10.000 sampai Rp100.000 per transaksi, maka dari itu dapat diketahui dari besar pasang yang digunakan untuk judi bahwa sebagian besar korban yang terlibat judi online adalah masyarakat menengah ke bawah. (mediaindonesia.com, 03/07)

Dengan berlakunya kasus di atas dapat dilihat bahwa keterlibatan rakyat Indonesia dalam judi online amat besar dan tentunya memprihatinkan. Sehingga tak dapat dipungkiri bahwa problematika beragam kian muncul dalam segala aspek kehidupan masyarakat saat ini. Tak lepas dari itu semua, buah dari penerapan sistem kapitalisme semakin jelas terlihat dan muncul ke permukaan disertai dengan mulai sadarnya masyarakat akan hal ini.

Dalam menyikapi kasus judi online yang menimpa rakyat dari usia dewasa hingga anak-anak dan para wakil rakyat yang turut terjerat, pemerintah membentuk satgas judi online untuk menyelesaikannya.

Pembentukan itu dirasa pemerintah sebagai bentuk kesadaran akan permasalahan yang menggerogoti rakyat, namun disamping itu sepertinya kebijakan tersebut bukanlah solusi dan tak sama sekali menyentuh akar masalah yang sesungguhnya. Bukankah hal serupa juga sudah dilakukan pada beberapa waktu lalu, dengan pembentukan satgas pelecehan seksual, Namun apakah dengan kebijakan tersebut menunjukkan hasil yang nyata dan menghentikan tindakan pelecehan seksual?

Tentu tidak, pelecehan seksual yang terjadi baik di lingkungan kampus maupun di masyarakat masih tetap terjadi, bahkan ada beberapa koban yang tak mendapat keadilan padahal kejadiannya telah berlalu bertahun-tahun. Apakah kita ingin mengulang kesalahan yang sama lagi, dan menjadikan langkah ini sebagai satu-satunya solusi atas problematika yang terjadi? Tentu tidak bukan? Kita butuh solusi sungguhan, solusi yang menyentuh akar permasalahannya.

Solusi atas permasalahan ini tentu takkan di dapat dalam sistem sekuler-kapitalis. Karena sistem sekuler-kapitalis jelas memisahkan antara agama dengan kehidupan. Padahal pada faktanya aturan agama digunakan untuk mengatur kehidupan kita. Dalam Islam aktivitas Judi pada umumnya maupun judi online itu haram untuk dilakukan. Dalam hal ini negara juga bertanggung jawab untuk memberantas kasus tersebut hingga tuntas sampai ke akar-akarnya.

Diberantas dengan berbagai mekanisme yang dituntunkan Islam dalam segala aspek kehidupan. Hal ini dikarenakan dalam sistem pemerintahan Islam, negara adalah Raa’in (pemimpin/penjaga) dan Junnah (pelindung) bagi umat. Sehingga negara bertanggung jawab dengan apapun problematika yang berlaku di tengah-tengah umat, serta menjaga pemikiran umat agar tidak mudah dirusak dan dikotori dengan pemikiran asing yang beredar di tengah-tengah masyarakat hari ini. (**)

*Penulis Adalah Mahasiswa Prodi Sastra Arab USU