OPINI | TEKNOLOGI
“Begitu juga dengan praktik pinjol yang terkait erat dengan riba, serta akses terhadap pornografi yang diharamkan. Indonesia, sebagai negara dengan mayoritas penduduk muslim terbesar di dunia,”
Oleh : Naura Azla Gunawan
BERDASARKAN State of Mobile 2024 bahwa Indonesia termasuk negara dengan pengguna yang paling lama menghabiskan waktu dengan perangkat mobile seperti HP dan Tablet dengan durasi lebih dari 6 jam sehari. (cnbcindonesia.com, 3 Februari 2024)
Data tersebut menggambarkan ironi di tengah masyarakat dalam hal penggunaan gadget, disamping fakta lain bahwa Indonesia merupakan negara dengan jumlah pengguna aplikasi judi online terbanyak di dunia pada tahun 2023. Selain itu, prevalensi akses terhadap situs pornografi juga menjadi perhatian, sebagaimana yang terungkap dalam Riset Survei Penetrasi dan Perilaku Internet 2023 oleh Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII).
Tidak hanya itu, penggunaan aplikasi pinjaman online (pinjol) juga menjadi fenomena yang meresahkan, terutama di kalangan guru yang menjadi korban paling banyak menurut riset NoLimit Indonesia pada tahun yang sama. Bahkan, ibu rumah tangga dan pelajar juga terjerat dalam praktik pinjol ilegal.
Akibatnya, banyak lulusan kuliah mengalami kesulitan mencari pekerjaan karena masalah catatan buruk di Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK).
Judi adalah tindakan yang dilarang dalam Islam. Begitu juga dengan praktik pinjol yang terkait erat dengan riba, serta akses terhadap pornografi yang diharamkan. Indonesia, sebagai negara dengan mayoritas penduduk muslim terbesar di dunia, memiliki masyarakat yang sangat percaya kepada Tuhan yaitu Allah Taala.
Namun, melihat aktivitas negatif yang terjadi dalam ruang digital, kita dapat menilai sejauh mana keterikatan manusia terhadap prinsip-prinsip Islam. Secara tidak langsung, ini menggambarkan seberapa sekuler masyarakat muslim, dalam artian mereka adalah muslim, tetapi sikap mereka cenderung sekuler.
Bayangkan, bagaimana jika dikaitkan dengan fenomena Indonesia sebagai negara dengan tingkat kecanduan ponsel tertinggi di dunia, maka konten-konten negatif telah banyak meracuni masyarakat muslim.
Masyarakat muslim terbiasa akan pemenuhan kebahagiaan diri hanya dengan menggunakan gadget. Maka wajar, gadget tidak bisa lepas dari aktivitas manusia sehari-hari. Munculnya kecanduan gadget terjadi akibat kesalahan praktik penggunaan teknologi.
Kemajuan teknologi tidak dibarengi dengan keimanan dan ketakwaan seseorang sebagai hamba di hadapan Sang Pencipta. Hal inilah yang menciptakan berbagai bencana dalam penggunaan gadget.
Adanya gadget pada dasarnya bertujuan untuk memudahkan pemenuhan hajat kehidupan manusia bukan untuk penggunaan hal-hal negatif. Maka, hal ini terjadi karena paham sekulerisme yang memisahkan agama dari kehidupan yang dijadikan asas dalam perbuatannya.
Sekulerisme dengan segala turunannya termasuk gaya hidup bebas (liberal) telah menciptakan berbagai persoalan, seperti virus 3F (Food, Fashion and Fun) yang di usung para sekuleris merupakan kunci utama mereka dalam melemahkan pemikiran para pemuda dari akidah Islam serta menebarkan kebahagiaan palsu bagi generasi atas nama kesenangan dunia. Kemudian, kurangnya peran negara dalam mengontrol kebijakan IT menyebabkan rendahnya ketakwaan individu muslim dalam melaksanakan perbuatan.
Padahal gadget dalam Islam adalah madaniyah atau materi berupa benda yang didukung dan digalakkan demi kemaslahatan umat. Jika madaniyah mengandung hadharah atau pemikiran asing yang merusak akan ditolak dan dihilangkan. Aplikasi-aplikasi gadget yang tidak bermanfaat harus dihapus tanpa jejak, apalagi konten-konten yang diharamkan dalam Islam. Dengan demikian, hanya sistem Islam yang mampu mengatasi maraknya kecanduan gadget yang berujung pada kerusakan generasi. Sebab negara yang menerapkan sistem Islam secara kaffah yakni Khilafah akan bertanggung jawab terhadap pembentukan ketakwaan individu, kontrol masyarakat (amar ma’ruf nahi mungkar) dan sistem sanksi yang berlaku bagi pelaku kemaksiatan.
Pentingnya penerapan aturan yang tegas dalam merevolusi konten digital, yang hanya dapat dilakukan oleh negara yang menerapkan syariat Islam secara kafah, seperti Khilafah. Tanpa landasan akidah Islam, teknologi dapat menjadi alat penghancur. Namun, umat Islam juga tidak boleh terbelakang dalam pemanfaatan teknologi. (*)
*Penulis Adalah Aktivis Muslimah