OPINI | POLITIK
“Angka utang itu jumlahnya akan dibayar oleh proyek-proyek yang bagus, bukan uang yang hilang. Pemerintah sudah menghitung return of investment,”
Oleh : Aktif Suhartini, S.Pd.I.,
DI ERA pemerintahan Presiden Jokowi terkenal dengan jargonnya Pembangunan Infrastruktur dengan harapan mempermudah dan memperlancar arus bisnis di seluruh Indonesia. Setiap daerah akan terhubung dengan cepat dan tidak terkendala transfortasi untuk menjalankan bisnis yang ada.
Namun semua modal pembangunannya bersumber dari utang luar negeri. Investasi proyek strategis berasal dari utang, mampukah Indonesia membayarnya? Hal tersebut menjadi kekhawatiran pengamat ekonomi atau pun ahli ekonomi saat melihat total utang Indonesia yang menembus angka Rp7.000 triliun.
Bahkan, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan pun sudah mengakui bahwa utang Indonesia terbilang besar. Namun, menurutnya Indonesia mampu membayar utang tersebut dengan berbagai proyek bagus.
Pada acara Silaturahmi Nasional Persatuan Purnawirawan TNI AD (PPAD) Tahun 2022, di Sentul International Convention Center di Bogor, sebagaimana disiarkan YouTube PPAD TNI, Jumat (5/8/2022), Luhut menegaskan utang tersebut merupakan utang produktif.
Angka utang itu jumlahnya akan dibayar oleh proyek-proyek yang bagus, bukan uang yang hilang. Pemerintah sudah menghitung return of invesment. Menurutnya, Indonesia menjadi salah satu negara yang utangnya kecil dibandingkan negara lain.
Namun, jika utang negara lain djadikan perbandingan keamanan akan utang Indonesia yang menggunung, bagaimana dengan negara Srilanka yang ambruk akibat utang? Wajarlah bila kekhawatiran terjadi. Karena sudah ada contoh negara yang terlilit utang dengan sistem bunga atau riba yang akhirnya negara harus mengalami krisis.
Pernyataan bahwa Indonesia salah satu negara yang memiliki utang terkecil di dunia dan diperkirakan cuma sekitar 40 persen sekian dari PDB dan bisa dikelola dengan baik, serta bisa membayar utang tersebut dengan berbagai proyek bagus. Terlebih Indonesia menggunakannya untuk proyek yang berkualitas dan sebagai investasi yang produktif.
Namun akan itu berhasil? Pasalnya, infrastruktur yang digadang-gadang mampu mengembalikan pinjaman utang, ternyata mengalami mangkrak saat pembangunan. Kereta listrik pun yang dijarkonkan memperlancar dan mempercepat transfortasi mengalami hal yang sama, pembangunan tidak dapat dilanjutkan karena kehabisan dana.
Sungguh tidak masuk akal, Indonesia dengan utang menggunung, tetap dianggap hal yang biasa karena yakin bisa membayarnya hingga berkelit dari semua ini maka disebut investasi produktif. Benarkah utang luar negeri yang menggunung seperti ini tidak menjadi masalah bangsa? Bahkan pemerintah dengan bangga menganggap sudah memiliki prestasi besar karena investasi proyek strategis yang akan balik modal dan untung. [*]
*Penulis Adalah Anggota Komunitas Muslimah Menulis Depok