“Ucapannya yang menyatakan bahwa 49 TKA China yang masuk ke Kendari adalah habis memperpanjang visa di Jakarta adalah kebohongan yang membuat keresahan di tengah kekhawatiran masyarakat terhadap isu corona,”
Jakarta, Lapan6online.com : Masuknya TKA China di Kendari-Sulawesi Tenggara yang disebut Kapolda Sulawesi Utara (Sultra) Brigjen Pol Merdisyam habis memperpanjang visa di Jakarta mengundang polemik dan kecaman banyak pihak. Merdisyam pun dituding telah berbohong.
Merdisyam pun didesak untuk dicopot dari jabatannya, sebab diketahui kemudian 49 TKA China itu bukan dari Jakarta namun berasal dari China setelah lebih dulu singgah di Thailand. Salah satu yang meminta Kapolda Sultra itu dicopot adalah Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW), Neta S Pane.
Neta mendesak Mabes Polri agar segera mencopot Brigjen Pol Merdisyam. Sebab menurut Neta, dalam kasus kedatangan 49 TKA China di Kendari, Kapolda tidak hanya mempermalukan institusi Polri dan Pemerintah, tapi juga sudah melakukan kebohongan publik dan melanggar UU ITE.
IPW menilai, apa yang dilakukan Kapolda Sultra menunjukkan bahwa sebagai perwira tinggi dan pimpinan kepolisian yang bersangkutan tidak mencerminkan grand strategy Polri yaitu profesional, modern, terpercaya atau disingkat Promoter.
“Ucapannya yang menyatakan bahwa 49 TKA China yang masuk ke Kendari adalah habis memperpanjang visa di Jakarta adalah kebohongan yang membuat keresahan di tengah kekhawatiran masyarakat terhadap isu corona,” kata Neta dalam keterangan tertulisnya, dikutip Lapan6online dari situs Kiblat.net, Rabu (18/03/2020).
Koordinasi Pimpinan Sangat Buruk
Sebagai Kapolda, lanjut Neta, yang bersangkutan tidak cermat melakukan check and rechek. Hal ini menunjukkan bahwa koordinasinya sebagai pimpinan kepolisian sangat buruk dan fungsi intelijen di Polda Sultra tidak berjalan.
“Akibatnya, pernyataannya sebagai pejabat publik yang dipercaya menjaga keamanan di Sultra menjadi sarat dengan kebohongan, yang pada akhirnya bisa meruntuhkan kepercayaan publik tidak hanya pada Polri tapi juga pada pemerintah Jokowi. Disamping itu, pernyataan Kapolda Sultra itu telah melanggar janji dimana seorang pejabat publik tidak boleh berbohong dan manipulatif,” jelasnya.
Neta memaparkan bahwa pernyataan Kapolda Sultra itu jelas mencoreng institusi. Sebab itu pimpinan Polri harus menegakkan aturannya sendiri, yakni Perkap 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Polri.
“Pada Pasal 7 ayat 1 Perkap tersebut dikatakan bahwa setiap anggota Polri wajib antara lain, a, setia kepada Polri sebagai bidang pengabdian kepada masyarakat, bangsa, dan negara dengan memedomani dan menjunjung tinggi Tribrata dan Catur Prasetya; b.menjaga dan meningkatkan citra, soliditas, kredibilitas, reputasi, dan kehormatan Polri; c.menjalankan tugas secara profesional, proporsional, dan prosedural,” paparnya.
Bisa Dikenakan UU ITE
Menurut Neta, dalam kasus ini Kapolda Sultra juga bisa terkena UU 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik (ITE).
Pasal 45A ayat 1 menyebutkan, setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000.
Sedangkan UU 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik Pasal 55 mengungkapkan, setiap orang yang dengan sengaja membuat Informasi Publik yang tidak benar atau menyesatkan dan mengakibatkan kerugian bagi orang lain dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau denda paling banyak Rp5.000.000.
Neta menuturkan bahwa kasus ini berawal dari masuknya 49 TKA Cina ke Kendari pada Ahad (15/03/2020) malam. Kapolda Sultra mengatakan TKA Cina itu baru memperpanjang visa dan ijin kerja di Jakata. Akan tetapi Kepala Kantor Wilayah Kemenkumham RI Sulawesi Tenggara, Sofyan mengatakan bahwa 49 TKA itu baru datang dari Henan, China.
IPW Minta Kapolda Sultra Dicopot
“Dua pernyataan pejabat pemerintah yang bertolak belakang ini jelas membingungkan publik di tengah merebaknya isu corona. Kasus ini menunjukkan betapa buruknya koordinasi antar instansi pemerintah dalam mengatasi isu corona,” jelasnya.
“Polda Sultra sebagai penanggungjawab keamanan yang memiliki perangkat intelijen seharusnya bisa lebih akurat dalam menyikapi isu isu aktual di masyarakat. Untuk itu Kapolda yang bekerja tidak profesional, modern dan terpercaya seperti Kapolda Sultra Brigjen Merdisyam harus segera dicopot dari jabatannya,” pungkasnya.
(*/RedHuge/Lapan6online)