Ironi Penanganan Sampah dalam Sistem Kapitalis

0
10
Novita Darmawan Dewi/Foto : Ist.

OPINI | POLITIK

“Pengelolaan sampah tidak boleh bertumpu pada kesadaran masyarakat, karena bagaimanapun tetap dibutuhkan infrasruktur dalam pengelolaannya. Sebagai pelayan masyarakat,”

Oleh : Novita Darmawan Dewi

PEKAN lalu Kepala Bidang Pengelolaan Sampah Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Bandung, Erpi Sunardi menyebut, armada yang tidak memadai menjadi salah satu hambatan besar bagi pemerintah daerah (Pemda) Kabupaten Bandung dalam menangani persoalan sampah.

Saat ini, produksi sampah Kabupen Bandung mencapai 1.268 ton per harinya. Sementara Armada yang tersedia hanya 109 unit dengan kondisi yang dinilai tak layak lagi.

Sementara menurut penuturan Erpi, sekitar 70 persen armada sudah tak lagi layak beroperasi. Padahal Undang-Undang penanganan sampah sejatinya sudah ada sejak tahun 2008, namun persoalan sampah belum juga tuntas tertangani, bahkan makin menumpuk.

Miris, dengan kondisi seperti ini tentu tidak bisa dipisahkan dari budaya konsumtif masyarakat yang merupakan buah dari penerapan sistem ekonomi kapitalisme. Terlebih sistem pengelolaan sampah yang ada belum maksimal dengan berbagai macam kendala, baik keterbatasan lahan, fasilitas daur ulang, keterbatasan dana dan lainnya.

Terjadinya kebijakan yang tumpang tindih bahkan tak jarang bertentangan, adalah karena fokus utama pembangunan ekonomi kapitalisme adalah meningkatnya pendapatan nasional dan tingginya tingkat produksi dalam negeri dan kurang fokus dalam melayani rakyat.

Saat harga melambung dan tak terjangkau oleh rakyat, yang dilakukan bukan upaya untuk meningkatkan kemampuan ekonomi rakyat. Melainkan, membuat produk sachet ukuran kecil agar rakyat tetap bisa beli dan produksi tetap jalan. Efek sampingnya, sampah makin banyak.

Sungguh berbeda dengan sistem ekonomi Islam yang bertujuan untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan asasi tiap individu dan memenuhi kebutuhan sekunder maupun tersier sesuai kadar kemampuannya sebagai individu dalam masyarakat.

Terkait kebutuhan asasi yang bersifat individual negara menjamin mekanisme pemenuhannya dan membuka lebar jalan bagi rakyat untuk memperoleh pendapatan dengan penyediaan lapangan kerja.

Sedang pemenuhan kebutuhan asasi yang bersifat kolektif, negara wajib secara langsung menjamin pengaturannya. Termasuk dalam kategori ini, pengelolaan sampah.

Tidak dapat dipungkiri kebersihan butuh biaya, sistem yang baik dan paradigma yang lurus. Pengelolaan sampah bukan jasa yang dikomersialisasikan, bukan pula beban yang membuat pemerintah enggan mengeluarkan dana untuk mengelolanya. Pengelolaan sampah merupakan upaya preventif dalam menjaga kesehatan masyarakat.

Pengelolaan sampah tidak boleh bertumpu pada kesadaran masyarakat, karena bagaimanapun tetap dibutuhkan infrasruktur dalam pengelolaannya. Sebagai pelayan masyarakat, pemerintah harus mencurahkan segala sumber daya untuk pengadaan instalasi pengelolaan sampah.

Pemerinah juga mendorong para ilmuwan untuk menciptakan teknologi pengelolaan sampah yang ramah lingkungan. Meski begitu edukasi masyarakat tentang pengelolaan sampah yang baik tetap perlu dilakukan, dan ini akan menjadi amal sholih yang dicintai Allah SWT.

Dengan demikian sistem ekonomi Islam tak sekedar meningkatkan taraf hidup sebuah negara, tidak juga menjadikan pertumbuhan ekonomi sebagai asas. Tapi, politik ekonomi Islam merupakan solusi masalah-masalah mendasar bagi setiap individu manusia. Wallahualam. [*GF/RIN]

*Penulis Adalah Pegiat Komunitas Ibu Ideolaogis