OPINI
“Salah satu hasil dari pendidikan ini adalah kesiapan orang tua menjalankan salah satu amanahnya yaitu merawat dan mendidik anak-anak, serta mengantarkan mereka ke gerbang kedewasaan,”
Oleh : Siti Hasanah
AWAL 2021, Depok dihebohkan dengan berita penganiayaan terhadap anak 7 bulan oleh bapak kandungnya sendiri karena alasan yang sepele. Si anak menangis terus menerus sehingga si ayah terganggu tidurnya. Yang terbaru kasus predator anak Bruder Angelo, dia sempat ditangkap polisi karena tindakan pelecehan seksual terhadap anak laki-laki di panti asuhannya, kasus ini terungkap pada 2019.
Namun beberapa bulan kemudian, Angelo dibebaskan karena polisi tidak mendapat cukup bukti untuk meneruskan kasusnya ke kejaksaan dan sidang pun masih berjalan sampai saat ini (Merdeka.com, 15 september 2021).
Perlu diketahui, bersamaan dengan munculnya kasus kekerasan di Depok justru pemerintahan Depok kembali meraih penghargaan kota layak anak (KLA) dengan predikat nindya dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia.
Atas raihan itu, Kota Depok kembali mempertahankan status sebagai KLA untuk yang ke-4 kali secara berturut-turut, setelah tiga kali sebelumnya juga mendapatkan penghargaan serupa. (kompas.com, 30/7/2021)
Namun penghargaan itu tidak bisa menghapus data yang ada di lapangan, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) merangkum, pada 2020 ada sekitar 7.191 kasus kekerasan seksual pada anak dan perempuan dan menjadi angka tertinggi dan total kasus kekerasan pada anak dan perempuan berada di angka 11.637 kasus.
Menurut Deputi Bidang Perlindungan Anak Kemen PPPA Nahar dikutip Pikiranrakyat-depok.com dari Antara, ”Kekerasan seksual angkanya paling tinggi. Persoalan ini bagian yang harus kita waspadai.”
Pemerintah pun melakukan sosialisasi dan program edukasi secara massif dan berkelanjutan kepada semua golongan masyarakat mengenai pencegahan kejahatan terhadap anak dan tindakan-tindakan serta hukuman bagi pelaku.
Seperti yang dilakukan oleh Gugus Tugas Kota Layak Anak (GTKLA) Kelurahan Depok Jaya menggelar sosialisasi stop kekerasan pada anak dan pola asuh atau parenting. Kegiatan ini merupakan bentuk komitmen dalam melindungi anak-anak di wilayah setempat dari tindak kekerasan.
Kepala Bidang Tumbuh Kembang dan Pengembangan Kota Layak Anak DPAPMK Kota Depok, Ima Halimah menjelaskan, dalam pembangunan KLA perlu kolaborasi antara pemerintah, media massa, dunia usaha dan partisipasi masyarakat. Masyarakat menjadi salah satu elemen penting untuk melakukan gerakan perlindungan anak. (berita.depok.go.id, 30/09/21).
Penyebab Kekerasan terhadap Anak
Menurut Data Komnas PA, pemicu kekerasan terhadap anak di antaranya: KDRT, disfungsi keluarga yaitu peran orang tua tidak berjalan sebagaimana seharusnya, tekanan ekonomi atau kemiskinan dan terinspirasi tayangan media. Semua itu hanyalah faktor penyebab atau lebih tepatnya merupakan faktor pemicu. Semua faktor itu merupakan akibat dari penerapan sistem sekular kapitalisme liberal di segala sisi kehidupan.
Banyak kebijakan pemerintah yang tidak sejalan antara kebijakan satu dengan kebijakan yang lainnya, misalnya saja ketika ada kasus kekerasan pada anak maka pemerintah menghimbau kepada keluarga dan masyarakat untuk menjadi salah satu elemen penting edukasi dan perlindungan anak, faktanya saat ini banyak ibu yang ‘dipaksa’ harus bekerja di luar rumah, akibat tuntutan dan tekanan ekonomi sehingga anak-anak kehilangan sosok ibunya dalam beberapa waktu kesehariannya.
Fungsi ibu dalam mendidik anak tak terlaksana, begitu juga fungsi dan fitrah seorang ayah sebagai pemimpin, pencari nafkah, pengayom dan penjaga keluarga saat ini mulai tergerus karena adanya kesetaraan gender, bahkan tak jarang terbalik fungsinya dengan ibu. Dengan berbagai masalah yang dihadapi keluarga ditambah himpitan ekonomi dan tingkat stres orang tua meningkat maka tak bisa dielakkan lagi anak yang menjadi korban maka tindakan kekerasan pada anak pun terjadi.
Lalu, akibat kehilangan fungsi ayah-ibu, jiwa anak menjadi labil. Ditambah minimnya pengawasan, keseharian anak dipenuhi dengan tontonan-tontonan yang sarat aksi kekerasan maupun konten-konten dewasa. Hingga banyak juga kasus kekerasan fisik maupun seksual yang terjadi antara anak.
Bagi pelaku kejahatan, pemerintah seolah cukup mewujudkan dengan pemberian sanksi yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 35 tahun 2-14 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Undang-Undang ini mengatur bagaimana seorang anak medapatkan hak perlindungan dan keadilan atas masalah yang menimpanya. Serta mengatur tentang ancaman hukuman lima tahun penjara atau maksimal 15 tahun penjara dengan denda RP100 juta bagi siapa saja yang melakukan kekerasan atau penganiayaan terhadap anak.
Dan bagi korban, pemerintah memberikan fasilitas agar korban kekerasan mendapatkan bantuan pengobatan dan pemulihan kondisi mental.
Namun faktanya berbagai langkah yang dilakukan pemerintah tidak membuat kasus kekerasan pada anak bisa terkendalikan justru semakin tinggi. Hal tersebut semakin mengomfirmasi bukti gagalnya sistem kapitalis sekuler dalam melindungi rakyat terutama anak-anak.
Anak yang merupakan generasi yang seharusnya mendapatkan perlindungan dan keamanan justru menjadi korban sistem yang rusak. Sistem kapitalis sekuler yang diterapkan saat ini oleh rezim nyatanya membuka lebar pintu keburukan bagi generasi.
Solusi Islam
Dalam Islam untuk menangani masalah kekerasan pada anak perlu adanya penerapan aturan yang integral dan komprehensif. Juga didukung oleh pilar pelaksana aturan Islam adalah negara, masyarakat dan individu/keluarga. Negara memiliki tugas pengayom, pelindung dan benteng bagi keselamatan seluruh rakyatnya, demikian juga anak.
Negara wajib menyediakan lapangan kerja yang layak agar setiap kepala keluarga dapat bekerja dan mampu menafkahi keluarganya. Sehingga tidak ada anak yang telantar, krisis ekonomi yang memicu kekerasan anak oleh orang tua yang stres bisa dihindari, para ibu akan fokus menjalankan fungsi keibuannya sebagai ummu warobatul bait dan madrosatul ula bagi generasi yaitu mengasuh, menjaga dan mendidik anak karena tidak dibebani tanggung jawab mencari nafkah.
Dalam penerapan sistem pendidikan, negara akan menetapkan kurikulum yang konsep dan metode pembelajarannya berdasarkan akidah Islam yang melahirkan individu bertakwa. Salah satu hasil dari pendidikan ini adalah kesiapan orang tua menjalankan salah satu amanahnya yaitu merawat dan mendidik anak-anak, serta mengantarkan mereka ke gerbang kedewasaan.
Dalam penerapan sistem sosial, negara wajib menerapkan sistem sosial yang akan menjamin interaksi yang terjadi antara laki-laki dan perempuan berlangsung sesuai ketentuan syariat.
Masyarakat juga wajib melindungi anak-anak dari kekerasan dengan melakukan amar makruf nahi mungkar. Tidak akan membiarkan kemaksiatan terjadi di sekitar mereka. Negara juga tak luput dari kontrol masyarakat, jika ada indikasi negara abai terhadap kewajibannya berdasarkan aturan Islam, maka masyarakat akan mengingatkannya.
Begitu juga pengaturan media massa. Tidak ada lagi konten asusila dan pornografi. Berita dan informasi yang disampaikan media hanyalah konten yang membina ketakwaan dan menumbuhkan ketaatan
Dalam menerapkan sistem sanksi, negara menjatuhkan hukuman tegas terhadap para pelaku kejahatan. Islam mampu memberikan sanksi jera dalam diri pelaku juga masyarakat. Hukuman berupa cambuk 100 kali bagi pelaku yang belum menikah, Dirajam hingga mati bagi pelaku kekerasan yang sudah menikah dan Pelaksanaan hadd itu juga harus disaksikan sekumpulan orang-orang beriman.
Sayyid Qutb dalam Tafsir Fi Zilalil Quran menjelaskan, penegakan hukuman disaksikan sekumpulan orang beriman agar menjadi lebih efektif menjerakan dan mempengaruhi jiwa orang-orang yang telah melakukan perbuatan keji itu dan orang yang menyaksikan pelaksanaan hukumannya.
Sebagaimana ada dalam Al-Quran surah an-Nur ayat 2 yang artinya, “Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman.”
Jika yang dilakukan adalah sodomi (liwath), hukumannya adalah hukuman mati. Jika yang dilakukan adalah pelecehan seksual yang tidak sampai pada perbuatan zina atau homoseksual, hukumnya ta’zir.
Penerapan sistem sekuler kapitalismelah yang menyebabkan permasalahan kekerasan pada anak tidak tuntas dan membuat kehidupan manusia kacau karena telah memisahkan agama dari kehidupan dan menihilkan aturan Allah SWT. Sudah saatnya kita mencampakkan sistem sekuler-liberal yang rusak dan merusak sendi-sendi kehidupan manusia dan mengambil Islam sebagai solusi yang menenangkan jiwa, sesuai fitrah manusia serta menjaga anak-anak dari berbagai bahaya yang mengancam dan semua itu hanya bisa terlaksana dalam sistem Islam yaitu Khilafah Islamiyah. [*]
*Penulis Adalah Aktivis Dakwah di Kota Depok