OPINI
“Bukan kompetensi bisnis akal-akalan yang ada selama ini, bila semua ini dilaksanakan dengan proporsional dan profesional maka soal media abal-abal dan wartawan kacangan akan terjawab dengan sendirinya,”
Oleh : Zoelnasti
KINI bila kita berbicara verifikasi dan kompetensi wartawan, ibarat hanya membahas segelintir organisasi profesi yang memburu bisnis kepentingan dengan ketebelece dari pemerintah, yang juga memanfaatkan agar segintir organisasi profesi itu bisa mengatur dan mengelabui para wartawan dengan selimut kompetensi.
(Sertifikasi dan Kompetensi hanya kepentingan segelintir organisasi profesi tertentu untuk berburu bisnis dan dimanfaatkan oleh oknum pemerintah agar media atau wartawan tidak sembarang membuat sensasi berita, walau berita itu fakta tapi akan membahayakan posisi kekuasaan mereka, maka pemerintah yang didukung oleh segelintir organisasi profesi pemburu bisnis kepentingan tadi akan dengan mudah menyerang media atau wartawan tersebut, dengan istilah konspirasi mereka, bahwa media itu abal-abal karena belum disertifikasi dan wartawannya kacangan, karena belum di uji kompetensi oleh Dewan Pers.)
Semua itu terjadi, karena selama ini ada konspirasi berdasarkan kesepakatan nafsu kepentingan timbal balik dari Oknum pemerintah yang berkuasa dengan segelintir organisasi pemburu bisnis nafsu kepentingannya, dengan mencap dan mengatakan media dan wartawan yang tidak memiliki sertifikasi dan kompetensi keberadaan nya tidak layak, makanya semua produk yang dihasilkannya adalah HOAX…
Hal itu sesuai dari hasil konspirasi atau anjuran dari buah nafsu karya segelintir organisasi profesi dengan oknum pemerintah yang memanfaatkan Dewan Pers.
Mereka ciptakan melalui produk undang-undang yang katanya dari Dewan Pers, sementara nota benenya, di dalam dewan pers tersebut juga sudah berada di bawah kekuasaan mereka dengan dukungan dari balutan kepentingan timbal balik cengkraman campur tangan kekuasaan tadi.
Konspirasi segelintir organisasi dengan kekuasaan yang berbalut produk Dewan Pers tersebut adalah momok bagi media dan wartawan yang melaksanakan profesinya dengan profesional dan produk ini menjadi senjata pamungkas bagi pemburu nafsu bisnis untuk memastikan saingannya…..
Itulah makanya mereka dengan mudah membunuh saingannya dengan menggunakan kata “hoax” bagi media/wartawan yang tidak tergabung di organisasi profesi nafsu bisnis ini.
Pemburu nafsu bisnis ini akan selalu berdalih, media anu belum disertifikasi, wartawan anu belum lolos uji kompetensi.
Seharusnya kalau kita berbicara Sertifikasi dan Kompetensi, janganlah hanya berbicara legalitas dan kwalitas, tapi mari kita bahas juga secara tuntas bagaimana melalui sertifikasi dan kompetensi ini akan berdampak positif pada hasil karya tulis yang didukung dengan peningkatan kesejahteraan para wartawannya.
Bila semua media sudah mendapat tempat dan posisi yang sama di pemerintahan sesuai dengan porsinya, bukan karena sertifikasi akal-akalan maka wartawan yang direkrutnya dengan sendirinya akan terfilter dari kwalitas yang profesional dan memiliki kompetensi yang teruji, bukan kompetensi bisnis akal-akalan yang ada selama ini, bila semua ini dilaksanakan dengan proporsional dan profesional maka soal media abal-abal dan wartawan kacangan akan terjawab dengan sendirinya.
Saat ini adakah jaminan bagi media yang telah terverifikasi untuk mendapat porsi dan tempat yang sama dalam pengembangannya sebagai perusahaan bisnis media di semua lini ?
dan saat ini adakah jaminan bagi wartawan yang telah lolos uji kompetensi sesuai tingkatannya untuk mendapatkan kesejahteraannya melalui jasanya yang setara dengan pendapatan pegawai atau aparatur sesuai golongannya pula…?
Jangan bicara VERIFIKASI dan KOMPETENSI bila belum adanya komitmen untuk peningkatan kesejahteraan Wartawan, bila komitmen itu sudah ada dan dirasakan oleh seluruh Insan Pers tanpa terkecuali sesuai dengan kompetensi resminya, maka perang melawan berita hoaks akan terjawab, sebab kesejahteraan wartawan tentu sudah terjawab. (*)
*Penulis Adalah Wartawan Senior.