OPINI | POLITIK
“Isitilah kafir untuk menyebut orang di luar Islam yang tidak mengimani Allah swt sebagai satu-satunya Tuhan sudah tak asing bagi muslim. Ratusan ayat al Quran menyebutkan kata kafir,”
Oleh : Eva Arlini, SE
BARU-baru ini Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) kembali melempar isu kontroversial ke publik. BNPT mempublikasi lima ciri penceramah radikal.
Pertama, mengajarkan ajaran yang anti-Pancasila dan pro ideologi khilafah transnasional.
Kedua, mengajarkan paham takfiri yang mengkafirkan pihak lain yang berbeda paham maupun berbeda agama.
Ketiga, menanamkan sikap anti pemimpin atau pemerintahan yang sah, dengan sikap membenci dan membangun ketidakpercayaan (distrust) masyarakat terhadap pemerintahan maupun negara melalui propaganda fitnah, adu domba, ujaran kebencian (hate speech), dan sebaran hoaks.
Keempat, memiliki sikap eksklusif terhadap lingkungan maupun perubahan serta intoleransi terhadap perbedaan maupun keragaman (pluralitas). Kelima, biasanya memiliki pandangan antibudaya ataupun antikearifaan lokal keagamaan.
Dalam dialog yang diadakan di TV One, Wakil Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas menguliti satu persatu poin tersebut serta memberikan pandangannya. Menurutnya kelima ciri penceramah radikal ini bermasalah. Salah satunya tentang poin kedua, yakni mengajarkan paham takfiri pada pihak lain yang berbeda agama.
Siapapun yang lurus imannya pasti sepakat dengan Pak Anwar. Isitilah kafir untuk menyebut orang di luar Islam yang tidak mengimani Allah swt sebagai satu-satunya Tuhan sudah tak asing bagi muslim. Ratusan ayat al Quran menyebutkan kata kafir. Orang di luar Islam juga memiliki sebutan tersendiri bagi orang di luar agama mereka.
Pak Anwar mencontohkan temannya yang beragama Kristen, menyebut beliau dengan domba yang tersesat. Pak Anwar tak mempermasalahkan hal itu, karena itu adalah ajaran agama mereka.
Disitulah kita bisa disebut toleran, ketika kita menerima perbedaan istilah dalam masing-masing agama.
Hampir bersamaan waktunya dengan publikasi lima ciri penceramah radikal oleh BNPT, beredar pula daftar 180 nama penceramah radikal melalui pesan di whatsapp. Diduga kuat daftar tersebut dibuat oleh BNPT. Namun dalam acara dialog di TV One, pihak BNPT tak mengakui hal itu.
Nama Ismail Yusanto berada diurutan pertama dalam daftar tersebut. Ismail Yusanto selama ini dikenal sebagai cendekiawan muslim yang aktif berdakwah, mengajak umat Islam untuk kembali pada ajaran Islam secara kaffah.
Dakwahnya juga sering mengkritik kebijakan pemerintah, mengingat banyak kebijakan pemerintah yang tak sesuai Islam.
Ustaz Ismail Yusanto pun memberikan tanggapannya dalam dialog TV One itu. Dua pesan penting yang penulis tangkap dari ucapan beliau. Pertama, kita sebagai muslim, bukan diminta oleh Allah swt untuk menjadi muslim radikal atau muslim mdoerat.
Namun dalam al Quran, Allah swt meminta kita untuk menjadi hamba yang bertakwa dengan takwa yang sebenar-benarnya.
Bertakwa menurut para ulama adalah menjalankan seluruh perintah Allah swt dan menjauhi seluruh laranganNya. Maka sebenarnya pengkategorisasian muslim sebagai radikal dan moderat itu mengaburkan pemahaman Islam kaum muslim, sekaligus memecah belah mereka.
Kedua, salah satu kewajiban dari Allah swt adalah dakwah atau amar ma’ruf nahi munkar. Mengkritik penguasa merupakan bagian dari dakwah. Hal ini merupakan standing posititon penting yang harusnya diakui dan ditaati oleh semua muslim. Maka seharusnya kritik pada pemerintah dibaca sebagai bentuk pengamalan kewajiban dan tanda kasih sayang. Bukan malah dibaca sebagai kebencian.
Sebagai pernyataan penutupnya dalam dialog tersebut, Ustaz Ismail mengingatkan hadirin tentang masalah riil negeri ini. Seperti yang sempat ditayangkan TV One sebelum dialog dimulai, Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) di Papua semakin brutal. Tampak video seorang pekerja PT Palapa Timur Telematika (PPT) yang memberi isyarat bahwa 8 orang temannya telah dibunuh oleh KKB.
Di lain tempat, para ibu mengantri demi minyak goreng yang langka. Inilah diantara permasalahan negeri kita yang butuh perhatian dari pemerintah.
Kalau mau dibuat daftarnya, sungguh banyak permasalahan negeri ini yang ternyata terjadi akibat penerapan kapitalisme sekuler oleh pemerintah. Sebut saja korupsi yang masih meraja lela, utang negara yang menggunung, kenaikan harga gas yang memberatkan rakyat dan lain sebagainya.
Jadi penulis pun sepakat dengan ustaz Ismail, pemerintah gagal fokus namanya, ketika membesarkan opini perlawanan terhadap radikalisme yang arahnya kepada para penceramah.
Ingatlah, kekuasaan itu memang tampak manis. Tapi dia kenikmatan yang semu. Kenikmatan yang kekal adalah surga Allah swt. Janganlah tertipu oleh dunia, hingga tega membenarkan yang salah dan menyalahkan yang benar.
Kelak semua perbuatan di dunia akan dipertanggungjawabkan dihadapan Allah swt. Semoga hidayah Allah swt beserta kita semua. Aamiin. (*)