OPINI | POLITIK | EKONOMI
“Pemerintah pun menilai UMKM itu stabil sehingga bisa menjadi penyelamat ekonomi saat ekonomi Indonesia terpuruk, gejolak atau resesi karena masuk kepada roda perekonomian sektor riil,”
Oleh : Fatiyah Danaa Hidaayah,
HARI UMKM Nasional telah dirayakan pada 10 sampai 13 Agustus lalu. Sebanyak 2000 pelaku UMKM merayakannya di Pamedan Puro Mangkunegaran, Solo.
Dan tujuannya untuk menumbuhkan penunjang perekonomian berbasis teknologi digital. UMKM sendiri dianggap efektif sebagai pembangkit ekonomi, karena diklaim dapat menyerap tenaga kerja hingga 97% dari total tenaga kerja yang ada di Indonesia.
Ditambah, Sekretaris Kementerian Koperasi dan UKM, Arif Rahman Hakim dalam laman finance.detik.com, (10 /8/2023), menyebut pelaku UMKM di Indonesia saat ini memiliki produk yang berkualitas dan punya daya saing. Sehingga UMKM bisa diandalkan untuk menunjang ekonomi ke depan.
Pemerintah pun menilai UMKM itu stabil sehingga bisa menjadi penyelamat ekonomi saat ekonomi Indonesia terpuruk, gejolak atau resesi karena masuk kepada roda perekonomian sektor riil, lebih bisa diandalkan daripada sektor non riil. Walaupun dapat menyerap tenaga kerja hingga menyediakan lapangan kerja, kenyataannya penguasa ekonomi tetap di tangan kapitalis.
Negara pun dengan mudah mengobral dan menjual kekayaan SDA ke swasta atau asing, padahal semua itu kepemilikan umum, yakni wajib negara kelola secara mandiri yang hasilnya nanti harus bisa dirasakan seluruh lapisan masyarakat. Faktanya UMKM menjadi salah satu cara memperpanjang rantai produksi, dan yang jelas akan menguntungkan pengusaha (oligarki).
Hal ini menggambarkan trickle down effect (efek menetes ke bawah) yang menjelaskan tentang kebijakan ekonomi yang berfokus pada pemilik modal, lalu dengan sendirinya menetes ke bawah untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi yang merata. Konsep ini memberikan berbagai macam kemudahan kepada pemodal dan pengusaha domestik maupun internasional dalam menjalankan bisnis di suatu negara. Nantinya akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat di negara itu dengan seiringnya peningkatan supply.
Ditambah lagi dengan kondisi masyarakat sekarang yang relatif konsumtif dan hedonis berakibat demand ikut meninggi. Alhasil perusahaan dan produsen bisa terus memproduksi barang-barangnya dan disinilah perannya UMKM, yaitu dapat ikut memasarkan produk-produknya. Ujung-ujungnya konsep ini lebih menyejahterakan kalangan kaum oligarki daripada rakyat.
Pak Presiden pun menargetkan 30 juta UMKM terhubung ke ekosistem digital sebelum 2024. Menkop UKM, Teten Madsuki mengungkapkan hanya punya sisa waktu satu tahun lagi untuk memenuhi permintaan Pak Presiden. Seakan-akan dengan 30 juta UMKM berhasil masuk ke ranah digital akan menimbulkan hasil yang signifikan dan menyelesaikan semua permasalahan ekonomi dan minimnya lapangan kerja di negara ini. Padahal angka 30 juta itu bisa dibilang hanya secuil pencapaian yang telah disetting sebagai fame booster menjelang tahun politik.
Di balik mengejar target 30 juta UMKM go digital, Menteri Inventasi/BKPM, Bahlul Lahadalia berpendapat bahwa adanya ketidakberpihakkan pemerintah kepada UMKM. Realitanya, saat ini rakyat masih kesusahan mencari tambahan modal sampai membuat izin saja dipersulit.
Dapat disimpulkan bahwa pemrintah tidak sepenuhnya totalitas perihal UMKM sebagai penyangga ekonomi. Terlebih lagi yang paling penting melupakan pada hakikatnya menyangga ekonomi negara hingga menyediakan lapangan kerja merupakan tugasnya negara. Bukannya dilimpahkan dan diserahkan ke rakyat dengan negara hanya sebagai fasilitator dan regulator.
Itulah yang terjadi di negara yang menerapkan sistem kapitalis. Namun, negara yang menerapkan Islam secara kaffah tidak akan membebankan peran penyangga perekonomian kepada UMKM, kepada rakyat. Negara akan fokus dalam bertanggung jawab mengelola hal-hal yang berkepemilikan umum, tidak akan dijual kepada swasta atau asing untuk dikuasai. Sehingga negara memiliki full control atas hasil pengelolaan yang akan dibagikan secara merata kepada rakyat dan gratis tanpa biaya. Kalaupun negara membutuhkan pakar dari pihak luar, swasta atau asing hanya akan di-hire sebagai tenaga kerja, bukan untuk menguasainya.
Negara juga akan membantu rakyat yang belum memiliki pekerjaan dengan diperluasnya peluang lapangan kerja atau dibantu dari segi keuangan dengan disediakan modal dari kas baitul maal. Kemudian mendorong masyarakat untuk tidak hidup konsumtif dan hedonis dan hidup sesuai syariat Islam.
Hal ini akan membuat masyarakat jadi lebih banyak bersedekah dan berinfak. Inilah solusi yang hakiki untuk menyelesaikan persoalan perekonomian umat. Dengan menerapkan Islam secara kaffah dalam negara yaitu institusi khilafah. [*]
*Penulis Adalah Anggota Komunitas Muslimah Menulis Depok