JHT : Akal Bulus Mengeksploitasi Pekerja

0
38
Misriyaningsih/Foto : Ist.

OPINI | POLITIK

“Dalam hal ini para kapitalis mengeksploitasi kaum pekerja untuk menikmati keuntungan mereka saat muda namun abai menjamin kebutuhan mereka saat membutuhkan,”

Oleh : Misriyaningsih

KABAR buruk dari dunia ketenagakerjaan semakin menambah daftar panjang permasalahan bagi para kaum buruh negeri ini, belum lagi UU Ciptaker yang dinilai lebih menguntungkan para korporat saat ini justru beban rakyat ditambah dengan adanya peraturan baru tentang JHT.

Kebijakan baru pemerintah yaitu Permenaker No 2 tahun 2022 yang mengatur Jaminan Hari Tua (JHT) baru dapat dicairkan setelah pekerja berusia 56 tahun. Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI) menilai keputusan Menteri Ketenagakerjaan tersebut pastinya sama sekali tidak memudahkan masyarakat.

Kebijakan baru pemerintah ini dirasa sangat merugikan kaum buruh, padahal faktanya dana JHT bagian dari harta pekerja yakni iuran yang berasal dari gaji karyawan yang dipotong setiap bulannya dan disetorkan kepada badan swasta atau pihak BPJS. Jadi dana ini tidak ada sangkut pautnya dengan anggaran dana pemerintah.

Ketika dana JHT yang diharapkan menjadi penopang di masa tertentu, saat ada kondisi tak diharapkan terjadi, seperti berhenti bekerja karena faktor-faktor di luar ketentuan seperti PHK atau resign karena alasan pribadi, namun di saat seperti itu justru dana JHT ini malah ditahan oleh pemerintah sampai usia 56 tahun.

Padahal faktanya di masa pandemi ini angka PHK semakin meningkat sehingga kaum buruh makin terasa tercekik dalam pemenuhan kebutuhannya, tidak adanya kesempatan peluang kerja yang besar sehingga angka pengangguran semakin meningkat. Yang ada malah makin menambah daftar permasalahan lainnya, seperti meningkatnya angka kriminalitas karena permasalahan ekonomi.

Di sisi lain gambaran pekerja dan rakyat secara umum dalam sistem ini tidak mendapatkan jaminan pemenuhan kebutuhan dasar dari negara. Dalam pemenuhan kebutuhan dasar hidupnya rakyat harus berjuang keras sendiri tanpa adanya pelayanan dari negara. Karena saat ini sistem yang berlaku adalah sistem sekuler (pemisahan agama dari kehidupan). Dalam sistem sekuler ini, negara seharusnya menjadi periayah dan pelayan bagi rakyatnya, nyatanya hanya menjadi regulator dan pro korporat, para penguasa kapitalis pemilik modal dan abai terhadap kepentingan umat.

Inilah bukti keburukan sistem sekuler yang menyuburkan kapitalisme. Dalam hal ini para kapitalis mengeksploitasi kaum pekerja untuk menikmati keuntungan mereka saat muda namun abai menjamin kebutuhan mereka saat membutuhkan. Yang mereka inginkan adalah keuntungan sebanyak-banyaknya dengan mindset untung dan rugi. Dari pemikiran inilah muncul kebijakan JHT dari pemerintah.

Negara tidak mau menjamin kebutuhan hari tua rakyatnya maka melakukan potongan upah setiap bulannya dengan iming-iming kesejahteraan di hari tuanya. Padahal sejatinya dana tersebut merupakan tabungan rakyatnya sendiri. Oleh karenanya, JHT merupakan akal bulus mengeksploitasi para pekerja.

Berbeda dengan pengaturan dalam khilafah Islam. Dalam khilafah Islam, segala peraturan dan kebijakan yang ada berasal dari syariat Allah SWT. Syariat Islam berlaku di segala bidang baik pendidikan, kesehatan, ekonomi, dan hubungan rakyat dengan pemerintah. Peran seorang kepala negara yaitu khalifah dan jajarannya sebagai pelayan rakyat, sudah menjadi kewajiban negara untuk menjamin kebutuhan dasar rakyat termasuk hari tuanya.

Negara Islam bertanggung jawab menjamin kehidupan umatnya, pun juga yang sudah berusia lanjut. Karena sistem dalam ekonomi Islam kebutuhan masyarakat dibagi menjadi dua ketegori yaitu kebutuhan pokok dan kebutuhan dasar publik.

Untuk kebutuhan dasar pokok seperti sandang pangan papan, negara Islam memberikan jaminan secara tidak langsung, yaitu dengan dengan cara membuka lapangan kerja seluas-luasnya sehingga para lelaki pencari nafkah dapat dengan mudah melaksanakan kewajibannya memenuhi kebutuhan pokok keluarganya.

Pun dalam pengaturan ketenagakerjaannya, negara khilafah diatur dengan adanya aqad ijaroh dalam bekerja antara para pekerja dan pemberi kerja. Pemberi kerja akan memberikan kompensasi yang layak kepada para pekerjanya.
Para pekerja pun akan melakukan semua pekerjaan sesuai aqad yang telah disepakati. Jika ada kezaliman baik berasal dari pekerja atau pemberi kerja maka negara akan turun tangan karena ini merupakan kebutuhan dasar publik.

Di dalam sistem perekonomian negara Islam, negara tidak akan mengambil keuntungan secuilpun dari rakyatnya, karena kas yang ada di baitul mal sudah sangat cukup membiayai semuanya, bahkan tidak perlu adanya potong-memotong upah buruh yang diberikan setiap bulannya apalagi menahan dana tersebut sampai bisa diambil pada usia tertentu seperti kebijakan JHT dalam sistem sekuler kapitalis ini yang dinilai zalim kepada rakyatnya.

Baitul mal dalam negara Islam digunakan untuk pemenuhan kebutuhan dasar umat, seperti bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi dan keperluan umat lainya, dalam hal ini negara menjamin kebutuhan dasar rakyatnya dengan membuka dan menyediakan lapangan pekerjaan yang luas.

Tentunya berbanding lurus dengan sistem pendidikan yang mumpuni karena akan menghasilkan tenaga kerja profesional yang menjalankan SDA di negara ini sehingga tidak memerlukan SDM asing.

Baitul mal yang ada dalam negara Islam tidak bergantung pada pendapatan rakyatnya, karena berasal dari pos-pos yang stabil terutama pengolahan SDA yang dilakukan langsung oleh negara tanpa intervensi asing dan tidak ada kepemilikan korporat atau pribadi seperti di sistem sekuler kapitalis saat ini. Sehingga negara dapat leluasa menjamin kebutuhan dasar semua rakyatnya tua-muda, kaya-miskin, Muslim atau non-Muslim dapat merasakan kesejahteraan yang sama, layak dan berkualitas pastinya. [*]

*Penulis Adalah Aktivis Muslimah

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini