“Jika Bareskrim Polri paksakan penyidikan sampai ke tahapan tersangka terhadap Prof Denny. Maka Kepolisian dianggap telah jadi kekuatan politik tertentu untuk tekan kawan politik nya,”
Oleh : Muslim Arbi
MESKI membaca di media, polri naikkan Kiacuan prof Denny Indrayan ke tahapan penyidikan di Bareskrim. Saya tidak percaya Polisi serius usut sampai ke tingkat Denny di tetapkan tersangka.
Mengapa demikian?
Kiacuan Prof Denny, pemilik law Firm Integrity yang berada di Meulbern, Australia itu adanya bentuk penyampaian pendapat di muka umum. Sama – sama. Sudah tahu. Itu di jamin UUD1945 pasal 28E dan UU no 9 tahun 1998.
Suara mantan Wakil Mentri Hukum dan HAM di era SBY itu. Adalah murni suara Rakyat. Denny mewakili jutaan Rakyat yang damvakan demokrasi tanpa tekanan.
Prof Denny Indrayana menggunakan HAM untuk menulis dan tulisan nya itu berbicara sebagai bentuk penggunaan hak nya sebagai warga negara di iklim demokrasi.
Apa disampaikan oleh Denny itu karena secara akademis, pria kelahiran Kalimantan itu dengan kekuatan data dan analisis nya menyimpulkan MK akan memutuskan sistem Proporsional Tertutup.
Itu artinya Pemilu pilih partai politik bukan pilih orang pada pemilu legislatif.
Tapi setelah Denny tulis ciutan nya di Twitter itu. Bukan kejahatan pidana yang di usut dan di sidik oleh polisi. Itu wilayah akademik. Bukan wilayah kepolisian.
Justru polisi harus kawal rakyat untuk menegakkan konsitusi. Bukan mempidakan rakyat yang gunakan hak-hak konstitusional dan HAM nya.
Jadi pandangan saya. Jika Bareskrim Polri paksakan penyidikan sampai ke tahapan tersangka terhadap Prof Denny. Maka Kepolisian dianggap telah jadi kekuatan politik tertentu untuk tekan kawan politik nya.
Publik tahu, yang menghendaki sistem proporsional tertutup adalah kader PDIP. Dan bisa jadi memang demikian yang kehendaki oleh partai nya.
Denny Indrayana adalah kader partai Demokrat. Jadi dari cuitan Denny ini di kriminalkan. Maka publik anggap Polisi di peralat oleh Partai Penguasa untuk menekan lawan politik nya di luar kekuasaan (demokrat).
Justru jika, itu yang terjadi dengan menyidik dan menaikkan sampai tahan tersangka. Polisi dapat dianggap bikin kegaduhan dan gonjang – ganjing nasional. Karena para akademisi dan para aktifis akan tampil bela dan protes kasus Denny Indrayana ini.
Dan itu secara otomatis akan menimbulkan prahara mendekati saat – saat pelaksanaan pemilu dan pilpres.
Lain hal nya. Kalau kasus Denny di anggap sebagai tahapan cipta suasana.
Cipta suasana non kondusif agar agar terjadi tunda pemilu atau pemilu batal?
Hemat saya. Polisi tidak perlu naikkan ciutan Denny ini ketahapan penyidikan.
Demi pertimbangan kondisi, relevansi, situasi, keyakinan saya Kapolri berpikir bijak untuk tidak melanjutkan kasus ini.
Karena kesan publik. Kasus Cuitan Denny itu bermuatan “pesanan” partai yang kalah untuk meloloskan sistem Proporsional tertutup. Apakah itu yang yang di kehendaki? Tentu Polisi bertindak promoter bukan?
Jika polisi tetap dan kukuh untuk lanjutkan kasus ini ke tahap penyidikan dan sampai mentersangka mantan wakil Mentri Hukum dan HAM era SBY itu.
Publik anggap Polisi jadi alat politik dan politisasi kekuasaan. Tentu tidak bukan? Sawangan: 27 Juni 2023.(*)
*Penulis Adalah Direktur Gerakan Perubahan dan Koordinator Indonesia Bersatu.