OPINI | POLITIK
“Menabrak UU dan di putuskan sepihak oleh MK yang di ketuai oleh Anwar Usman. Paman Gibran Rakabuming Raka. Anwar Usman adalah Adik Ipar Jokowi,”
Oleh : Muslim Arbi
PERINGATAN HUT PDIP ke 51 telah di gelar. Tanpa kehadiran Jokowi. Konon Jokowi lakukan kunjungan kenegaraan ke Filipina.
Atas dasar itu PDIP tidak mengundang Jokowi. Baik sebagai Kader maupun sebagai Petugas Partai.
Megawati masih menghormati Jokowi sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan.
Tapi Megawati Soekarnoputri juga mendeklarasikan Jokowi sebagai Petugas Partai. Sebagai petugas Partainya dan Kader PDIP. Jokowi berkewajiban menjunjung tinggi partai dan garis Partai.
Nyata tidak. Bukan?
Jokowi malah tidak mendukung dan menjunjung harkat dan martabat Partai yang membesarkan nya dengan menyetujui Putranya- Gibran sebagai Cawapres mendampingi Prabowo Subianto sebagai Capres.
Proses pencapaian cawapres Gibran. Menabrak UU dan di putuskan sepihak oleh MK yang di ketuai oleh Anwar Usman. Paman Gibran Rakabuming Raka. Anwar Usman adalah Adik Ipar Jokowi.
Akibat keputusan yang bersifat KKN itu Anwar Usman di pecat oleh majelis kehormatan MK (MKMK) yang di pimpin Jimly Asshiddiqie.
Keputusan MK no 90 itu langgar UU. Tapi tetap di akomodir oleh KPU.
Megawati Soekarnoputri di kenal publik sebagai Tokoh Politik yang menjunjung tinggi nilai-nilai konstitusi.
Menjadi pertanyaan adalah. Mengapa Megawati membiarkan pelanggaran Konsitusi atas pencapresan Gibran?
Dan Megawati sendiri tidak menindak Jokowi sebagai petugas Partainya dan Kader PDIP yang mendukung pencawapresan Gibran, putera nya.
Apakah dalam kepentingan politik Megawati mentolerir pelanggaran Konsitusi dan UU?
Kalau kemauan presiden lebih tinggi dari konsitusi dan UU. Berarti negeri ini adalah negara kekuasaan. Bukan negara Hukum.
Negara kekuasaan adalah Kekuasaan lebih tinggi dan lebih utama dari hukum. Hukum, konstitusi dan UU tunduk pada kepentingan kekuasaan. Ya. Kepentingan Jokowi semata. Bukan?
Apakah pembiaran terhadap tindakan politik Jokowi yang mendukung Putranya, Gibran sebagai Cawapres itu bukan pelanggaran Konsitusi dan UU?
Lalu kenapa Megawati yang menjunjung tinggi nilai-nilai konstitusi dan UU tidak menindak Jokowi sebagai Petugas Partai dan kader PDIP?
Bukan kah pembiaran pelanggaran Konsitusi dan UU itu berarti Megawati juga turut terlibat dan punya andil karena membiarkan bahkan itu dianggap menyetujui. Jika tidak di ambil tindakan terhadap Kader PDIP dan Petugas Partai yang demi kepentingan politik nya berani melawan hukum, konstitusi dan UU, bukan?
Membiarkan Cawapres berusia di bawah 40 tahun adalah pelanggaran Konsitusi dan UU yang nyata.
Lalu, di mana kesetiaan dan kesungguhan Megawati mentaati hukum, konstitusi dan UU?
Pertanyaan yang dapat di jawab sendiri oleh Megawati. Depok: 11 Januari 2024. (*)
*Penulis Adalah Direktur Gerakan Perubahan dan Koordinator Indonesia Bersatu