Jakarta, lapan6online.com : Sejak awal pemerintahan Jokowi diingatkan oleh pakar ekonom untuk mengurangi utang Indonesia. Salah satu yang gencar mengingatkan adalah ekonom senior Rizal Ramli. Dalam pandangannya, Rizal Ramli menyayangkan sikap Tim Ekuin Jokowi yang disebutnya “Keminter dan Jumawa” dan hanya pembisik angin sorga.
“Alternatif-alternatif solusinya sudah saya berikan. Tapi tim ekuin Pak Jokowi pada keminter dan jumawa, padahal mereka tidak punya track record untuk ‘turn around’ makro ekonomi ataupun korporasi. Yang ada pembisik pembisik angin sorga,” sindirnya.
Pernyataan Rizal Ramli dilontarkan begitu melihat rupiah kian jomplang dihajar dolar AS yang tembus diangka 16 ribu. Angka pertumbuhan ekonomi pun kian tak menguntungkan bagi bangsa Indonesia akibat utang negara yang kian menumpuk.
Pemakzulan
Merespon hal itu, disebut-sebut Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dinilai bisa mengajukan pemakzulan terhadap Presiden Joko Widodo jika ekonomi semakin ambruk.
Direktur Eksekutif Center for Social, Political, Economic and Law Studies (CESPELS), Ubedilah Badrun menilai, angka pertumbuhan ekonomi di Indonesia bisa 0 hingga minus 2 persen akibat utang yang bertambah akibat nilai tukar rupiah yang menembus Rp 16 ribu per dolar AS.
“Ekonomi makin memburuk, nilai rupiah tembus lebih dari Rp 16.000 per dolar AS. Sebentar lagi utang akan bertambah. Angka pertumbuhan ekonomi bisa 0 atau bahkan minus 2 persen,” ucap Ubedilah Badrun seperti dilansir Kantor Berita Politik RMOL, Minggu (23/3/2020).
Akibatnya, rasio utang dipastikan akan semakin meningkat. Jika rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) melebihi yang telah ditetapkan oleh UU, maka Presiden Jokowi bisa dianggap telah melanggar UU.
Bahkan dalam UUD 1945, kata Ubedilah, Presiden Jokowi bisa disebut tidak mampu menjalankan pemerintahan.
“Maka demi kepentingan nasional yang lebih besar DPR bisa mengajukan proses pemakzulan. Ini diatur dalam pasal 7 A UUD 1945. Apalagi jika situasi sosial ekonomi lebih tak terkendali, proses kejatuhan itu akan lebih cepat,” tegas Ubedilah.
Dengan demikian, Pemerintah Jokowi-Maruf Amin didesak untuk mendengarkan hati rakyatnya dan bukan mengikuti ambisi hampa. Jeritan hati rakyat yang dimaksud adalah fokus pada penanganan virus corona dan ekonomi. Sementara ambisi hampa mengacu pada omnibus law dan pemindahan ibukota.
“Oleh karena itu, pemerintah Jokowi-Ma’ruf harus mendengarkan hati rakyat bukan mengikuti ambisi hampa,” pungkas Ubedilah.
(*/RedHuge/Lapan6online)