“Kalau di banding dengan persoalan dana2 bermasalah dalam negeri yang jumlah mencapai ratusan triliunan. Kasus Taspen ( 300 T) dan di Kemenkeu (349T). Sesungguhnya dana dalam negeri saja. Dapat atasi dana bangun IKN,”
Oleh: Muslim Arbi
JOKOWI jual IKN ke China dengan harga murah. Hanya Rp 175 Triliun. Jika di banding dengan ledak kan kasus Taspen 300 Triliun dan Kasus di Kemenkeu 349 Triliun. Maka harga IKN yang di jual ke China sangat murah.
Sebelum nya Jokowi gagal yakinkan SoftBank dari Jepang yang mau investasi di IKN dengan nominal Rp 464 Triliun. Setelah gagal investasi di IKN. SoftBank lalu hengkang.
Jokowi lalu mencoba tawarkan ke Pengusaha Arab. Itu pun kandas. Lalu Jokowi ikat perjanjian kerjasama dengan RRC. Di Changdu. Tanggal 28 Juli bersama Presiden Xi Jinping, Jokowi sepakati kerjasama bangun IKN di sertai dengan 8 butir kerjasama.
Kalau di banding dengan persoalan dana2 bermasalah dalam negeri yang jumlah mencapai ratusan triliunan. Kasus Taspen ( 300 T) dan di Kemenkeu (349T). Sesungguhnya dana dalam negeri saja. Dapat atasi dana bangun IKN. Tetapi. Justru Jokowi lalai. tangani dana di Taspen dan di Kemenkeu sehingga harus “ngemis” dan jual IKN ke China dengan harga murah.
Padahal cara bangun IKN dengan skema kerjasama dengan China dengan pembiayaan 20% Indoensia dan 80% RRC. Jokowi telah serahkan IKN ke China secara mutlak.
Alih-alih rencana bangun IKN dengan skema kerjasama China yang masa konsesi nya 160 Tahun. Jokowi serahkan Negara ini akan di jajah China.
Apalagi dalam sebelum nya dalam proyek KCJB. Jokowi telah giring negara di sandera RRC dengan debt trap atau Jebakan Hutang RRC yang nilai nya hampir mendekati IKN. Yakni 120 Triliun.
Ambisi yang tak terbendung dalam skema bangun IKN dan Proyek KCJB akan membawa negara ini di bawah jebakan hutang China.
Dan, jika terjadi gagal bayar (Default). Atau gagal proyek. China bisa jadikan dalih untuk kuasa negeri ini sebagai jaminan atas dana – dana yang di terima sebagai bentuk hutang. Itu sangat berbahaya bagi negeri ini. Tepian Kali Brantas, 1 September 2023. (*)
*Penulis Adalah Direktur Gerakan Perubahan dan Koordinator Indonesia Bersatu