Oleh: Hugeng Widodo, (*)
Jakarta, Lapan6online.com : Sengketa Izin Mendirikan Bangunan (IMB) di atas tanah fasilitas sosial (fasos) dan fasilitas umum (fasum) di Taman Pluit Putri, Jakarta Utara antara warga Taman versus Kepala Unit Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) Jakarta Utara yang menerbitkan IMB kepada PT. Jakarta Propertindo (Jakpro) untuk melakukan pembangunan sekolah swasta Internasional Bina Tunas Bangsa (BTB), telah sampai pada sidang putusan.
Gugatan warga Taman Pluit Putri yang dilayangkan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) ini adalah respon pertama dari perlawanan hukum warga atas sebidang tanah fasos dan fasum seluas 3155 meter persegi yang sejak puluhan tahun menjadi ruang bernafas bagi warga di kawasan tersebut.
Dalam putusannya, meskipun Majelis Hakim PTUN menolak semua eksepsi Tergugat, namun warga harus puas menerima kekalahan setelah majelis Hakim juga menolak gugatan warga dan mewajibkan warga membayar biaya persidangan jutaan rupiah.
“Mengadili, (Pertama) dalam eksepsi, menolak eksepsi tergugat seluruhnya, dalam pokok perkara, menolak gugatan para penggugat untuk seluruhnya, Dua, menghukum para penggugat untuk membayar biaya perkara sebesar Rp2.533.000.” ujar Hakim Ketua Susilowati Siahaan SH MH saat membacakan putusan di PTUN, Rabu (5/2/2020).
Dalam pertimbangannya, Majelis Hakim beralasan bahwa pembangunan sekolah itu dalam proses perizinannya sudah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang ada. Demikian juga dengan objek sengketa, diputus hakim tidak bertentangan dengan tata ruang dan peraturan zonasi, alasannya karena tidak semua lahan pemerintah DKI Jakarta (fasos-fasum perumahan Taman Pluit Putri) seluas 3155 meter persegi itu diterbitkan IMB.
“Hanya seluas 1747,70 meter persegi yang diizinkan, dan memang berada pada zona pendidikan S-1 dan sebagian di zona taman kota atau SH2. Dalam perkara ini oleh karena terdapat di zona S-1 yang sesuai dengan peruntukan IMB, maka zona H-2 dapat diberikan bersyarat dan terbatas sebagai fasilitas penunjang. Sedangkan sisa tanah di bagian zona S-5 masih dapat difungsikan sebagaimana mestinya.” ujar salah satu anggota Majelis Hakim yang membacakan pertimbangan dalam amar putusan itu yang dibacakan secara bergantian.
Atas dasar pertimbangan itulah, Majelis Hakim menilai KRK yang diterbitkan oleh PTSP Jakarta Utara (Tergugat) sebagai sarana untuk menerbitkn IMB, diputus majelis Hakim tidak bertentangan dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.
Warga Mengajukan Banding
Merespon ditolaknya gugatan Warga, Penasehat Hukum Warga Taman Pluit Putri, Kurniawan Adi Nugroho dari Firma Hukum Boyamin Saimar menegaskan warga akan melakukan upaya banding. Menurut Kurnia, yang disorot majelis Hakim hanyalah soal tata Ruang, padahal menurut Kurnia, Hakim tidak melihat fakta bahwa lahan ini adalah fasilitas perumahan.
“Hakim tidak melihat fakta bahwa lahan ini adalah fasilitas perumahan, sehingga seharusnya yang dipakai adalah Permendagri nomor 9, yang (isinya) di ayat 4 pasal 22 itu menyatakan, tidak boleh terjadi perubahan peruntukan, seharusnya larinya kesitu,” terang Kurniawan.
Menurutnya, majelis Hakim hanya membahas soal tata ruang semata. “Hakim hanya melulu bicara, bahwa ini adalah sesuai dengan tata ruang dan segala macam. Kalau bicara seperti itu, berarti tata ruangnya yang salah tapi kan itu menjadi wilayahnya judicial review, bukan wilayahnya PTUN. Nah harusnya, hakim juga melihat fakta bahwa ini adalah fasilitas perumahan,” imbuh dia.
Kurniawan menjelaskan, jika melihat objek sengketa harusnya bisa dilihat siapa yang sebenarnya berhak atas lahan fasos dan fasum taman Pluit Putri, hak untuk mengelola? karena faktanya kemudian terjadi perubahan peruntukan.
“Itu adalah fasos-fasum milik warga, kemudian oleh Jakpro, kemudian diberikan kepada JUP itu dialihkan menjadi bangunan sekolah. Apapun ceritanya kan itu taman warga. Dari dulu adalah penguasaan warga. Jadi yang jelas nanti didalam gugatan perdata, dan sudah didaftarkan, kita akan bicara soal itu, supaya Gubernur memutus kerjasamanya kepada Jakpro lalu diserahkan kepada warga.” katanya.
Menurut Kurniawan, karena sejak awal itu memang itu fasilitas perumahan, maka harus dikembalikan kepada warga.
“Karena sejak awal itu memang itu fasilitas perumahan. (Tapi) Kalau memang caranya seperti ini, fasilitas perumahan dimanapun juga akan dipotong lewat tata ruang. Akibatnya, warga perumahan akan kehabisan lahan. Fasos fasumnya akan hilang. Dan itu adalah kesalahan dari gubernur. Apapun ceritanya itu adalah kesalahan gubernur. karena seharusnya dia (Gubernur) tau fakta, bahwa ini adalah fasilitas perumahan.” tegasnya.
Menurut Kurniawan, harusnya ditetapkan bahwa ini tidak boleh terjadi perubahan peruntukan. “Apapun ceritanya. Karena kewenangan untuk membuat tata ruang itu kan ada di tangan gubernur dan DPRD. Ketika kemudian ini dialihkan untuk bangunan yang lain, untuk peruntukan yang lain, berarti kesalahan ada di gubernur. Itulah kenapa kemudian kami mengajukan gugatan perdata,” tandasnya.
Penggugat akan tempuh Upaya hukum hingga Titik Tertinggi
Sementara itu, Rosa, salah satu perwakilan warga yang turut menggugat PTSP mengakui sebelumnya sudah memperkirakan bahwa dasar yang menjadi pertimbangan hakim adalah tata ruang.
“Saya sebelumnya sudah memperkirakan bahwa hakim larinya akan melulu ngomong soal tata ruang dan akan menolak gugatan. Ya itu gak papa, silahkan, hakim kan punya pertimbangannya sendiri, kita kan juga punya hak untuk mengajukan upaya perlawanan. Kami akan mengajukan banding di Pengadilan Tinggi TUN (PT TUN),” tegas dia,
Menurut ibu rumah tangga yang juga Ketua Forum Warga Taman Pluit Putri ini menegaskan, pihaknya tidak akan berhenti hanya sampai tingkat PT TUN saja, namun akan melakukan upaya hukum lainnya dengan menggugat secara perdata.
“Seperti yang telah disampaikan oleh Penasehat hukum kami, Pak Kurnia, kami tidak akan berhenti disini, kami akan melakukan juga gugatan perdata,” katanya.
Bahkan. menurut Rosa, sebetulnya warga bersama pihak penasehat hukum dari Boyamin Saiman juga akan meminta proses judicial review (uji materi) terhadap peraturan perundang-undangan terutama berkaitan lahan atau aset perumahan yang diserahkan kepada pemerintah daerah (Pemda).
“Terutama erat sekali dengan apa yang dikatakan oleh pak Kurniawan tadi bahwa kalau semua lahan (Perumahan) diserahkan kepada pemda dan diberikan sepenuh-penuhnya kepada pemda dalam lingkup ruang perumahan, cepat atau lambat kami akan kehilangan apapun yang kami punya, kecuali rumah kami sendiri dan mungkin hanya tinggal jalanan saja.” katanya.
Dan itu, menurut dia pribadi sebagai ketua perhimpunan Warga, hal itu tidak bisa diterima. “Dan memang dari pertama waktu kami sudah membicarakan bahwa kami akan mengadakan upaya hukum saya dari pertama sudah mengatakan, bahwa saya kepenginnya kita ngomong langsung supaya peruntukan lahan fasilitas-fasilitas di perumahan harus bisa dikembalikan ke fungsi aslinya, entah bagaimana caranya, saya sendiri akan menyerahkan kepada pihak kuasa hukum,” kata Rosa.
“Judicial review, hayoo deh bila perlu, gitu yaa. Karena bagi saya pribadi rakyat butuh ruang untuk bernafas. Bukan semata-mata membutuhkan fasilitas. Yang pertama itu. Yang Kedua, kami membutuhkan ruang untuk bernafas yang kami dapatkan dari ruang terbuka hijau dan pengelolannya jika sudah didalam perumahan dan bersinggungan langsung dengan wilayah tempat tinggal kami, nggak mungkin, apa yang terjadi dengan sekolah itu tidak mempengaruhi kehidupan saya dan warga. Jadi nggak benar bahwa hakim mengatakan bahwa tidak akan menciptakan efek apapun terhadap warga. Salah besar, efeknya bukan hanya terhadap warga taman pluit putri saja tetapi seluruh kawasan pluit,”
“Dan kami tidak akan berhenti disini, kami akan jalan terus sampai titik tertinggi yang bisa kami lakukan. Mohon dicatat! bahwa kekalahan ini, ini hanya batu sandungan pertama di titik pertama, buat saya dan juga rekan-rekan yang lain, ini tidak akan membuat kami berhenti. Kami akan lanjut terus,” tandasnya.
Kronologis Gugatan
Diketahui, PT Jakpro bekerjasama dengan Sekolah internasional Bina Tunas Bangsa telah melakukan pembangunan di atas sebagian lahan fasos-fasum di Taman Pluit Putri. Lahan yang telah kerjakan, sudah ditutup dengan pagar seng seluas 1747,70 meter persegi. Puluhan pohon yang berada di dalam lokasi itu pun sudah ditebang.
Warga taman pluit putri yang terusik dengan pembangunan yang dinilainya telah merampas sebagian fasos dan fasum sebagai ruang bernafas itu, kemudian menggugat PTSP Jakarta Utara karena telah menerbitkan IMB kepada Jakpro untuk melakukan pembangunan sekolah BTB tersebut. Gugatan dilayangkan di PTUN Jakarta dan diputus hari ini dengan kekalahan warga. Warga pun mengajukan banding. (*)
*Penulis adalah redaktur Pelaksana di Portal berita media Lapan6online.com dari Lapan6 Group, Eks Redaktur Pelaksana di Akuratnews.com dan Eks Pemimpin Redaksi Berita360.com.