OPINI
“Tidak puas bertingkah di media sosial, mereka juga berani mengutak-atik dalil dari Al-Qur’an untuk mencari pembenaran atas perilaku sakitnya. Anehnya, ada saja yang memberi panggung buat promosi tipis-tipis. Ya, seperti di podcast ini contohnya,”
Oleh : Dina Aprilya
SELEBRITAS Deddy Corbuzier dinilai telah mempromosikan Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender (LGBT) melalui podcast yang ditayangkan di YouTube hingga menjadi trending topic di Twitter. DC mengundang pasangan gay (Ragil Mahardika dan Frederik Vollert) ke podcast-nya.
Tayangan itu menuai kritik dari sejumlah pihak. Banyak netizen Indonesia kecewa lantaran podcast-nya yang sama sekali tidak mengedukasi, bahkan terkesan mempromosikan. Tidak pelak, DC pun panen hujatan dan kecaman.
Tidak sedikit juga netizen yang mempermasalahkan thumbnail dan judul podcast Deddy itu.
Mereka menilai jika judul yang DC sematkan seolah-olah mengajak masyarakat Indonesia untuk menjadi penyuka sesama jenis.
Bahkan Ketua MUI Bidang Dakwah Cholil Nafis mengkritik DC karena memberi ruang dan waktu untuk pasangan gay yang kemudian disebarluaskan kepada publik. Menurutnya, kelompok LGBT tidak patut disiarkan hingga menjadi konsumsi publik.
Cholil menganggap LGBT adalah suatu ketidaknormalan yang harus diobati, bukan dibiarkan dengan dalih toleransi. Kritik turut disuarakan oleh Pengamat Sosial dan Keagamaan Anwar Abbas. Ia menyesalkan tayangan tersebut karena berdampak sangat buruk terhadap moralitas dan perkembangan jiwa anak-anak.
Petinggi MUI itu tidak sepakat jika pihak yang bersangkutan menyiarkan siaran pasangan gay dengan dalih hak asasi. Dia menganggap perilaku LGBT justru berseberangan dengan nilai kemanusiaan (cnnindonesia, 12/05/22).
Jamak diketahui, DC populer dengan jargonnya “don’t make stupid people famous”. Namun, dengan mengundang pasangan gay, DC justru kontras terhadap jargon tersebut. Indonesia juga tidak melegalkan praktik pernikahan sejenis, namun mereka bahkan berani buka-bukaan mengenai orientasi seksual yang menyimpang ini. Tidak puas bertingkah di media sosial, mereka juga berani mengutak-atik dalil dari Al-Qur’an untuk mencari pembenaran atas perilaku sakitnya. Anehnya, ada saja yang memberi panggung buat promosi tipis-tipis. Ya, seperti di podcast ini contohnya.
Meski cuma jadi tamu yang diajakin ngobrol, tetap saja arah pembicaraannya seputar kehidupan mereka sebagai kaum pelangi. Mungkin kesan awalnya ya biasa saja, lama kelamaan malah masyarakat akan terbiasa. Kalau begini terus, virus kaum pelangi akan begitu mudah menyusup dalam pergaulan anak remaja.
Inilah buah dari sistem hidup sekularisme.
Sebagaimana halnya di negeri-negeri Barat, aktivitas menarik simpati itu pun kini tengah masif dikampanyekan di negeri ini. Berdalih diskriminasi, pendukung perilaku nyeleneh ini mendudukkan para pelaku penyimpangan ini sebagai korban. Belakangan, sejumlah media pun aktif memberitakan kasus diskriminasi orientasi seksual. Alhasil, mudah saja bagi media mengarahkan persepsi masyarakat untuk menganggap wajar perilaku menyimpang dari fitrah ini.
Komunitas LGBT saat ini kian leluasa sebenarnya ya karena tidak ada ketegasan hukum di negeri ini. Tidak ada Undang-undang yang secara tegas melarang LGBT kecuali UU No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Undang-undang ini mengatur bahwa perkawinan yang sah dan diakui adalah pasangan heteroseksual.
Dalam skala kenegaraan, negara wajib membersihkan konten-konten media dan sirkulasi informasi dari apa pun yang beraroma LGBT, termasuk di media sosial. Sejumlah sanksi yang negara berikan tegak atas dalil syariat. Rasulullah saw. bersabda, “Siapa saja yang kalian jumpai melakukan perbuatan kaum Nabi Luth as. maka bunuhlah pelaku dan pasangannya.” (HR Abu Daud, Turmudzi, Ibnu Majah).
Islam juga menetapkan syariat yang menjaga interaksi, baik antara laki-laki dan perempuan maupun interaksi sesama jenis. Islam menjelaskan batasan aurat bukan hanya antara laki-laki dan perempuan, tetapi juga batasan aurat sesama jenis. Islam juga melarang untuk tidur dalam selimut yang sama. Rasulullah saw. bersabda, “Tidak boleh bagi seorang laki-laki melihat aurat laki-laki dan wanita melihat aurat wanita. Dan tidak boleh seorang laki-laki dengan laki-laki dalam satu selimut dan wanita dengan wanita lainnya dalam satu selimut.” (HR Muslim).
Islam menetapkan bahwa hukuman bagi pelaku homoseksual adalah hukuman mati. Demikian juga pelaku lesbi dan perilaku menyimpang seksual lainnya, jenis sanksinya diserahkan pada Khalifah. Rasulullah bersabda, “Lesbi (sihaaq) di antara wanita adalah (bagaikan) zina di antara mereka.” (HR Thabrani).
Sanksi yang ada pada Islam tersebut wajib dilaksanakan oleh negara. Selain sebagai langkah pencegahan untuk melindungi fitrah generasi, ini juga akan memberi efek jera agar tidak ada lagi yang melakukan perbuatan tersebut. Sadarlah, sudah saatnya sistem Islam diterapkan agar tidak mengundang murkanya Allah. Wallahu’alam bishawab. (*)
*Penulis Adalah Mahasiswa Fakultas Farmasi Universitas Tjut Nyak Dien