Kapitalis Terbukti Tak Menjamin Keamanan Rakyat saat Berkendara di Jalanan

0
12
Kecelakaan maut menimpa bus pariwisata di turunan Ciater, Subang, Jabar, Sabtu (11/5/2024)/ Foto : Ist.

OPINI | POLITIK

“Swasta tidak berhak merekrut tanpa persetujuan negara, swasta hanya membantu mengelola, bukan sebagai pemilik bisnis. Negara akan membayar jasa pengelolaan oleh swasta, bukan menyerahkannya kepada swasta,”

Oleh : Syiria Sholikhah,

KECELAKAAN sering sekali terjadi, meskipun tidak semua kasus menjadi berita yang viral namun kasus kecelakaan kendaraan bermotor di jalanan menjadi salah satu kasus terbanyak dan setiap hari dapat ditemukan kasus kecelakaan lalu lintas (laka lantas) di seluruh wilayah di Indonesia.

Faktor penyebab kecelakaan beragam, mulai dari kesalahan individu yang mengantuk atau kurang berhati-hati hingga pada kondisi jalanan dan kendaraan tak layak pakai yang menjadi penyebab insiden kecelakaan ringan hingga berat yang berujung pada kematian baik tunggal maupun kematian massal.

Kecelakaan lalu lintas juga disebut sebagai salah satu penyebab kematian terbanyak di Indonesia selain dari beberapa faktor penyakit.

Jika kita perhatikan setiap terjadi kasus laka di jalan raya, sikap pemerintah seolah tidak menunjukkan rasa tanggung jawab dan menyalahkan kelalaian individu. Menangkap penyebab kecelakaan yang karena berkendara dalam kondisi mabuk, kendaraan tidak berizin, dan banyak lagi hingga bahkan hanya ucapan bela sungkawa.

Memang benar, kecelakaan adalah salah satu takdir yang dapat menimpa siapa saja dan juga takdir kematian bisa mendatangi siapa saja, kendatipun ia berada pada benteng yang kokoh. Namun jika kita dapat melihat kasus kecelakaan pada tempo dulu tidaklah sebanyak sekarang, dan tingkat kecelakaan di beberapa negara maju dapat dikatakan sangatlah jarang.

Dalam beberapa kasus disebutkan kecelakaan karena rem blong, dan tidak mengantongi izin kelayakan kendaraan untuk berkendara di jalan raya. Indonesia sendiri memiliki peraturan uji KIR untuk kendaraan bermotor yang mengangkut muatan baik barang maupun penumpang.

Sebetulnya pemantauan kelayakan tersebut baik, namun mahalnya biaya yang harus dikeluarkan untuk melakukannya membuat beberapa orang memilih untuk tidak memeriksakan kelayakan kendaraan, terlebih perusahaan yang bergerak di bidang otobus yang masih merintis demi dapat memberikan harga murah kepada pelanggan.

Selain itu, sopir bus juga seharusnya merupakan sopir khusus untuk kendaraan besar seperti bus seperti yang dimiliki Indonesia adalah dengan bukti SIM 2B. Namun sekali lagi kita bisa temukan fakta tidak sedikit sopir yang mengantongi SIM tersebut tanpa melalui tes kemampuan dan keahlian. Ada pula beberapa laka lantas yang disebabkan akibat kondisi jalan yang berbahaya dan tidak layak.

Seharusnya kasus kecelakaan seperti ini dapat diminimalisir oleh negara yang memegang tanggung jawab keamanan dan keselamatan masyarakat. Negara bertanggung jawab menyediakan transportasi umum seperti bus, angkutan, kereta, pesawat, dan yang lainnya dengan keamanan yang terjamin dan harga yang murah sehingga masyarakat tidak memilih menggunakan mode transportasi seadanya yang semurah mungkin yang di sediakan swasta.

Jika pemerintah bertanggung jawab terhadap penyediaan jasa transportasi yang aman dan murah maka swasta tidak akan berlomba mendirikan perusahaan otobus dengan harga termurah dan kualitas seadanya dibanding yang disediakan oleh pemerintah. Masyarakat akan memilih jasa yang disediakan pemerintah, jasa transportasi nyatanya tidak merata ke semua wilayah Indonesia.

Negara juga bertanggung jawab memastikan keamanan masyarakat menjadi penumpang dari sopir yang ahli dan profesional, sopir seperti itu tentu dapat diseleksi dan dikualifikasi oleh negara melalui pelatihan dan tes. Sopir yang digaji oleh negara untuk melayani transportasi seluruh masyarakat, bukan hanya di sebagian kota saja.

Sehingga akan bisa mengurangi sopir-sopir yang ugal-ugalan karena memang semua sopir kendaraan umum tidak mengejar target setoran, melainkan mereka di gaji sebagai pegawai pemerintah.

Jika negara tidak mampu untuk menyediakan jasa transportasi, bisa saja tanggung jawab tersebut diserahkan kepada swasta namun bukan secara bebas melainkan dengan beberapa catatan. Misalnya hanya beberapa perusahaan saja yang sudah ditentukan, dengan kendaraan yang memiliki kelayakan berkendara dan lolos kelayakan yang disiapkan oleh negara dengan tidak memungut biaya dan sopir yang bekerja merupakan sopir yang telah mendapat pelatihan dan tes dari negara. Swasta tidak berhak merekrut tanpa persetujuan negara, swasta hanya membantu mengelola, bukan sebagai pemilik bisnis. Negara akan membayar jasa pengelolaan oleh swasta, bukan menyerahkannya kepada swasta.

Terkait jalanan ini perlu menjadi perhatian negara sepenuhnya, karena jalanan yang berada pada luas wilayah geografis kekuasaan adalah tanggung jawab dan kewajiban negara untuk menyediakannya dengan layak dan aman. Tidak sedikit kecelakaan lalu lintas yang disebabkan oleh kondisi jalanan yang buruk, jika kita melihat kepada sejarah bagaimana Umar bin Khattab memimpin kala itu, beliau pernah berkata “Aku takut, andai ada keledai yang tersungkur di jalanan di Tarim yang dipimpin oleh Umar maka Umar akan diadili di akhirat kelak.”

Lantas bagaimana mewujudkan semua itu? Uang dari mana untuk menyediakan semua itu? Apakah akan menambah utang negara lagi? Tentu tidak perlu berutang kepada asing untuk itu semua. Sistem Islam memiliki pengaturan ekonomi negara yang sangat rapi, di dalam sistem Islam mengenal baitul mal atau yang kita sebut sekarang kas negara.

Dari situlah semua dana untuk menyejahterakan seluruh masyarakat, bukan hanya mampu menyediakan jasa transportasi ke seluruh wilayah negara dengan gratis dan berkualitas, hingga menciptakan jalanan yang aman dan layak, namun juga kepada kebutuhan dasar publik yang lain seperti kesehatan, pendidikan, dan harga bahan pokok yang murah.

Kemudian dari mana sumber uang itu berasal? Tentu dari kekayaan alam yang dimiliki, bukankah Indonesia disebut sebagai surga dunia dengan kelimpahan sumber daya alamnya? Ke mana semua itu saat ini? Saat ini semua itu hanya dikuasai dan dinikmati oleh segelintir orang yang kita sebut golongan oligarki, masyarakat sekitar hanya mendapat limbah dan dampak buruknya saja. Namun semua itu tidak akan terjadi apabila sistem Islam yang digunakan bukan sistem kapitalis seperti sekarang.

Sistem Islam memiliki sistem ekonomi sendiri, di dalam sistem ekonomi Islam membagi harta kepemilikan menjadi tiga, yaitu harta milik negara, milik umum, dan milik individu. Masing-masing memiliki porsi yang haram untuk dimiliki yang lainnya, jalanan merupakan bagian dari harta milik umum yang harus dijaga bersama dan dinikmati bersama dengan fasilitas yang dibangun oleh negara melalui baitul mal, haram untuk dimonetisasi seperti sekarang (jalan tol) yang hanya bisa dinikmati oleh sebagian orang sementara yang lain menikmati indahnya lubang di jalanan.

Baitul mal, salah satu sumber dananya adalah SDA sebagai harta milik negara yang haram dimiliki dan dikuasai individu ataupun swasta. SDA adalah milik negara dan negara berkewajiban mengelolanya dan keuntungannya masuk ke dalam baitul mal yang diperuntukkan kesejahteraan seluruh warga negara termasuk gaji para pegawai pemerintah dari baitul mal bukan memungut dan merampok dari rakyat (pajak).

Sebetulnya solusi dari semua permasalahan itu hanya satu, permasalahan yang terjadi bukanlah masalah sepele melainkan terjadi secara struktural atau sistematis. Maka solusi pun harus mengarah kepada struktur atau sistem tersebut yang sangat tidak layak. Hanya sistem Islamlah yang dapat memberikan kesejahteraan kepada seluruh masyarakat di segala lini kehidupan. [**]

*Penulis Adalah Mahasiswi Universitas Indonesia