OPINI | POLITIK
“Antara negara dan keluarga punya ikatan sinergi yang kuat dan strategis. Suksesnya kepemimpinan kepala keluarga dalam mewujudkan keluarga sholih mushlih (baik dan memberi kebaikan pada masyarakat dan negara) wajib ditopang oleh kepemimpinan di tingkat negara,”
Oleh : Nurul Isda Fatonia, Amd
BARU-baru ini publik di hebohkan dengan peristiwa seorang ibu muda tega menggorok 3 anaknya di Desa Tonjong, Kabupaten Brebes, Jawa Tengah Minggu (20/3). Pasalnya Pelaku pembunuhan bernama Kunti Utami (35), seorang ibu di Brebes, Jawa Tengah (Jateng), diduga menggorok tiga anaknya sendiri. Satu anaknya tewas dengan luka sayat di leher, sementara dua lainnya dilarikan ke rumah sakit (RS). Namun sayang satu anak meninggal ditempat dan 2 yang lainnya (Detik.Com).
Diduga pelaku mengalami depresi atas tekanan ekonomi dan kurang kasih sayang suami.
Ibu mana yang tega membunuh anaknya sendiri? Jawabannya adalah ibu yang hidup dalam system kehidupan kapitalis sekuler yang menghancurkan perannya sebagai ibu yang bertanggung jawab terhadap anaknya yang melindungi dan membimbing serta merawatnya dengan kasih sayang.
Dengan kehidupan yang kapitalis sekuler tolak ukur kehidupannya bukan halal haram namun asas manfaat dan tujuannya adalah meraup materi sebanyaknya agar bisa memiliki apapun dengan segala cara dan hidup bahagia bersama keluarga. Sehingga saat kehidupan tidak sejalan dengan apa yang di harapkan maka yang akan terjadi depresi, berusaha memenuhi keinginan dengan segala cara sesuai hematnya.
Beratnya himpitan ekonomi dengan harga bahan pokok yang terus tidak setabil, biaya pendidikan yang mahal, lapangan pekerjaan sulit yang tidak diimbangi dengan pendapatan yang layak bisa mengkibatkan masalah dalam rumah tangga. Hingga dapat menimbulkan sikap depresi dan tindak kriminal dalam keluarga.
Peran ayah,ibu dan anak dalam keluarga
Dalam rumah tangga penting bagi suami istri memahami hak dan kewajibannya dalam berumahtangga serta memahami peran keduanya sebagai orang tua yang mendidik, merawat, serta melindungi anak-anaknya.
Karena semua itu butuh ilmu dan kerjasama, sebagai mana islam mengatur bahwa suami istri itu dalah sebagaimana hubungan persahabatan/ patner dalam berumahtangga.
Kewajiban ayah adalah melindungi anggota keluarga dan mencari nafkah. Kewajiban ibu adalah merawat anak-anak dan mengurus rumah tangga. Kewajiban anak adalah yaitu menghormati orang tua, belajar dengan tekun, dan melakukan tugas-tugas yang harus dilakukannya di rumah.
Setiap manusia adalah pemimpin bagi dirinya sendiri, dan Allah menciptakan manusia untuk menjadi Khalifah atau pemimpin di muka bumi ini. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT:
“Dan Dialah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan Dia meninggikan sebahagian kamu atas sebahagian (yang lain) beberapa derajat, untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu amat cepat siksaan-Nya dan sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang,” (QS. Al-An’am:165).
Manusia dianugerahkan oleh Allah kedudukan untuk mengatur, memimpin dan memiliki kekuasaan di muka bumi. Meski begitu, menjadi pemimpin tentu tidak mudah.
Karena setiap pemimpin itu akan diminta pertanggungjawabannya.
Rasulullah SAW bersabda: “Ketahuilah, setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawabannya atas yang di pimpin, penguasa yang memimpin rakyat banyak dia akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya, setiap kepala keluarga adalah pemimpin anggota keluarganya dan dia dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya.
Dan isteri pemimpin terhadap keluarga, rumah suaminya, dan juga anak-anaknya, dan dia akan dimintai pertanggungjawabannya terhadap mereka, dan budak seseorang juga pemimpin terhadap harta tuannya dan akan dimintai pertanggungjawaban terhadapnya, ketahuilah, setiap kalian adalah bertanggung jawab atas yang dipimpinnya,”.
Dalam Islam, peran sebagai ibu rumah tangga bukanlah sesuatu yang rendah tetapi sebagai pekerjaan yang sangat mulia. Ibu rumah tangga selain dipandang sebagai pekerjaan yang mulia juga akan diberi pahala oleh Allah. Istri patner rumahtangga suami agar rumahtangganya bahagia.
Salah satu cara untuk membentuk keluarga yang harmonis yaitu menjaga kekompakan antara suami dan istri. Seyogyanya suami dan istri saling membantu dalam mengerjakan pekerjaan rumah.
Peran ayah dalam keluarga yang selanjutnya adalah menjadi pencari nafkah keluarga. Peran ayah dalam keluarga selain sebagai pemimpin adalah sebagai pencari nafkah untuk keluarganya.
Sebagaimana Allah Berfirman: “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum perempuan, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.
Sebab itu maka perempuan yang shalehah, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). Perempuan-perempuan yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar,” (QS. An-Nisa: 34).
Nafkah yang dicari oleh seorang ayah ini juga haruslah nafkah yang halal, karena Allah sudah menentukan rezeki bagi setiap orang. Allah berfirman: “Maka makanlah yang halal lagi baik dari rezeki yang telah diberikan Allah kepadamu; syukurilah nikmat Allah, jika kamu hanya menyembah kepada-Nya,” (QS. An-Nahl: 114).
“Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang makruf” (QS. al-Baqarah: 233).
Kebutuhan batin terhadap istri ialah dalam bentuk berhubungan suami istri. Sementara kebutuhan batin anak-anak berupa pemberian pendidikan agama Islam dengan akhlak yang mulia.
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu.” (QS at-Tahriim: 6).
Salah satu contoh pendidikan Islam yang sebaiknya diajarkan pada anak, yaitu mengenalkan Allah SWT dengan cara mendirikan sholat.
“Wahai anakku! Laksanakanlah salat dan suruhlah (manusia) berbuat yang makruf dan cegahlah (mereka) dari yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpamu, sesungguhnya yang demikian itu termasuk perkara yang penting.” (QS. Luqman: 17).
Peran Negara dalam ketahanan Keluarga
Dalam syariat islam Negara sebagai pengurus urusan Rakyat berkewajiban memenuhi kebutuhan pokok rakyat seperti sandang, pangan, papan, yang harganya terjangkau oleh rakyatnya. Serta pendistribusian barang yang merata. Negara juga memprioritaskan lapangan pekerjaan bagi laki-laki.
Dalam Islam, negara dan agama bak saudara kembar. Tak bisa dibedakan, tak mungkin dipisahkan. Syariat Islam bentuknya nampak dalam wujud negara, negara wadah penerapan syariat Islam, representasi Islam adalah negara.
Antara negara dan keluarga punya ikatan sinergi yang kuat dan strategis. Suksesnya kepemimpinan kepala keluarga dalam mewujudkan keluarga sholih mushlih (baik dan memberi kebaikan pada masyarakat dan negara) wajib ditopang oleh kepemimpinan di tingkat negara.
Mampunya kepala keluarga memenuhi kebutuhan ekonomi keluarganya, pendidikannya, moral dan akhlak anggota keluarganya, menjaga dari keburukan dan fungsi keluarga lainnya. Didukung peran negara dalam penyelenggaraan sistem ekonomi, pendidikan, dan lain-lain. Begitu pun lahirnya kepemimpinan yang amanah dan bertanggung jawab, diperoleh dari pendidikan keluarga.
Karena itu Islam memberi tugas pada negara untuk menyiapkan berbagai perangkat untuk mewujudkan ketahanan keluarga. Negara melanjutkan pembentukan manusia utuh yang sudah disiapkan keluarga. Negara menciptakan suasana masyarakat tempat generasi menimba pengalaman hidup dan menempa mentalnya. Menyediakan pendidikan formal dengan kurikulum yang bertarget melahirkan calon orang tua sholih-mushlih, dan siap membina rumah tangga.
Negara menebar nila-nilai kebaikan melalui sistem media massa yang bermanfaat menguatkan keyakinan masyarakat dan mencerdaskan. Mencegah munculnya informasi negatif di media massa, kontra produktif dengan akidah dan akhlak.
Pembentukan keluarga yang benar, pergaulan di tengah masyarakat yang sehat dan produktif, penerapan syariat Islam di aspek ideologi, politik, social, ekonomi, pendidikan, kesehatan layanan publik, ketahanan dan keamanan, oleh negara serta pengurusannya dengan benar dan bertanggung jawab penuh, secara efektif akan melahirkan keluarga yang kuat, masyarakat mulia dan umat terbaik.
Semua ini bisa terwujud jika perundang-undangan yang ada di negara kita satu dengan yang lain dapat saling mendukung seperti yang pernah ada di dalam sistem Islam . Karena itu, mari kita bersemangat untuk meningkatkan kualitas keluarga yang menentukan kebaikan bangsa, dengan tidak lain hanya dengan menerapkan syariat Islam kafah dalam format institusi Islam.
Saat kebutuhan rumah tangga tercukupi istri akan bahagia dan merawat serta mendidik anak-anaknya dengan kasih sayang tanpa tekanan. (*)