Kartu Prakerja, Janji Kampanye yang Timbulkan Banyak Polemik

0
35

Jakarta | Lapan6online.com : Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengakui bahwa program kartu prakerja menimbulkan banyak perdebatan. Meski demikian, ini adalah salah satu cara pemerintah untuk membantu masyarakat meningkatkan keterampilan terutama yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) karena Covid-19.

Sehingga ia berharap pelaksanaan Kartu Prakerja yang sudah masuk tahap II ini bisa benar-benar tepat sasaran. Apalagi pelatihan saat kondisi seperti ini sudah disesuaikan yakni secara online.

“Kartu prakerja ini menimbulkan banyak polemik, tapi idenya complement. Prakerja tadinya offline dan online tapi karena ada pembatasan sosial, sekarang online,” ujarnya melalui teleconference, Kamis (30/4/2020).

Sri Mulyani menambahkan, Pemerintah telah menganggarkan sebesar Rp 20 triliun untuk program ini. Ia sangat berharap bisa membantu masyarakat yang paling terdampak Covid-19.

“Targetnya mereka yang terkena PHK dan informal yang pendapatan turun tajam akibat PSBB,” kata dia.

Dengan demikian, ia mengimbau peserta yang lolos pelatihan bisa memanfaatkan program tersebut untuk meningkatkan keterampilannya semaksimal mungkin. Apalagi pemerintah memberikan biaya untuk membeli pelatihan sebesar Rp 1 juta dan insentif sebesar Rp 600 ribu per bulan pasca pelatihan selesai selama 4 bulan.

Lanjutnya, jika biaya pelatihan sebesar Rp 1 juta tersebut tidak dimanfaatkan semaksimal mungkin, maka sisa anggarannya akan ditarik kembali oleh pemerintah.

“Kalau dia ambil pelatihan di bawah itu dan tidak dipakai lagi maka uangnya masuk kembali ke negara. Makanya Prakerja tingkatkan skill dulu, tapi dengan Covid bisa sedikit bansos yang sifatnya BLT tapi tetap berikan insentif,” jelasnya.

Sebelumnya para ekonom dan praktisi hukum juga ramai-ramai mengkritik prakerja ini. Ekonom INDEF Tauhid Ahmad mengatakan, pemerintah sebaiknya bisa secara terbuka dalam menjalankan program prakerja. Pasalnya bila tidak transparan kepada publik, tidak menutup kemungkinan pemerintah akan bergesekan dengan hukum yang ada.

Pemerintah menurut Ahmad harus mampu membuktikan akuntabilitas program kartu prakerja, yang melibatkan pihak ketiga.

“Pemerintah menurut saya harus transparan dan akuntabel terhadap semua proses yang dilakukan dalam pemilihan mitra pemerintah. Teman-teman ini harusnya menghadapi pemeriksaan Badan Pemeriksaan Keuangan [BPK],” tuturnya dalam video conference, Rabu (29/4/2020).

Apalagi, tidak ada standarisasi yang jelas kenapa hanya delapan digital platform ini yang kemudian menjadi mitra pemerintah untuk dua tahun ke depan.

“Apa dasarnya pemerintah dalam hal ini Kemenko tidak mengadakan non barang dan jasa?” jelasnya.

Lebih lanjut, kata Tauhid delapan digital yang menjadi mitra pemerintah saat ini diperbolehkan mengambi komisi dari lembaga pelatihan yang bekerja sama.

Pengamat hukum Andri W Kusuma berpendapat program kartu prakerja sebetulnya merupakan program dan niat yang sangat baik dari Pemerintah.

Namun, apabila dilihat dari pelaksanaanya dan perspektif hukum sebaiknya dihentikan sementara karena banyak aturan yang dilanggar.

Andri menjelaskan, salah satu potensi yang dilanggar diantaranya Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

“Bukan saja uang prakerja yang hilang tapi paket data (uang) pun milik para pencari kerja dan korban PHK pasti terpotong, sementara kita tidak pernah bisa tau berapa data kita yang terpotong. Kita beli paket data 2 GB saja kita tidak pernah tahu apa benar isinya 2 GB, karena tidak bisa atau susah diaudit,” kata Andri.

Andri mengatakan untuk mengakses video di paket yang disediakan program kartu kerja, paket data milik masyarakat yang lolos program itu juga berpotensi tersedot. Dalam keadaan sedang susah seperti ini justru mereka berpotensi kehilangan paket datanya (uang pribadinya).

“Karena mereka tidak punya pilihan, dan parahnya mereka tidak tahu berapa paket datanya yang terpotong. Ini juga melanggar UU perlindungan Konsumen,” kata Andri.

Tercatat sebanyak 8 juta orang lebih mendaftar program prakerja sejak gelombang awal dibuka hingga Senin (27/4). Setiap peserta yang lolos akan mendapatkan biaya pelatihan sebesar Rp3,55 juta ketika diumumkan lolos sebagai peserta kartu prakerja. Namun, peserta hanya bisa menggunakan dana sebesar Rp1 juta terlebih dahulu untuk mengikuti pelatihan.

Menurut Andri, ada celah hukum di kartu prakerja ini, termasuk dugaan unsur tindak pidana korupsi.

“Hanya saja saat ini ada Perpu yang ‘luar biasa’ itu yang membuat tidak bisa diperiksa secara hukum, karena itu sebagai praktisi hukum, saya tidak pernah setuju ada aturan apalagi UU yang memberikan kekebalan atau imunitas, rawan abuse of power,” katanya.

Sumber: CNBCIndonesia.com

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini