“Berdasarkan UU No 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan, pasal 43 dijelaskan tentang Konflik Kepentingan bahwa, pemerintah dilarang melakukan tindakan mencari keuntungan atau bisnis.”
Jakarta, Lapan6online.com : Aliansi Rakyat Indonesia (AIRIN) mempersoalkan Program Kartu Prakerja yang dicanangkan pemerintahan Jokowi. Program yang di impikan bisa meretas angka pengangguran dan membantu masyarakat, di tengah Pandemik Covid-19 dinilai AIRIN bermasalah.
Kordinator Lapangan (Korlap) AIRIN, Deni Iskandar mengatakan, dalam hal ini, Pemerintah melalui Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, mengalokasikan anggaran Kartu Prakerja sebesar Rp. 20 triliun. Padahal sebelum adanya Pandemik Covid-19, alokasi anggaran Program Kartu Prakerja hanya direncakan sebesar Rp. 10 triliun.
Dalam siaran pers aksi unjuk rasanya, Korlap AIRIN ini mengungkapkan, dalam pelaksanaan program kartu prakerja, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, menggandeng delapan perusahaan rintisan (Startup) sebagai mitra kerja dalam program tersebut. Delapan perusahaan Startup itu terdiri dari, Tokopedia, Bukalapak, Skill Academy by Ruang Guru, MauBelajarApa, Haruka EDU, Pijar Mahir, Sekolahmu dan Sisnaker.
Dianggap Bermasalah
Tidak hanya itu, untuk mekanisme pembiyaan mitra, Kementerian Koordinator Perekonomian juga menggandeng tiga perusahaan sebagai mitra, diantaranya PT Bank Negara Indonesia TBK (BNI), Link Aja dan OVO.
Deni mengatakan, besaran anggaran dari APBN yang dikeluarkan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian tersebut, apakah bisa menjadikan masyarakat buruh dan pengangguran bisa bekerja setelah Indonesia pulih dari Pandemik Covid-19?
“Jawabannya ada pada rumput yang bergoyang… !” kata Deni Iskandar kepada redaksi Lapan6online, Senin (18/5/2020)
Out Put Tak Jelas
Deni mengungkap, pelaksanaan program Kartu Prakerja yang dilakukan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, (patut diduga) banyak menabrak aturan.
Bahkan menurut dia, ada regulasi yang timpang dalam program Kartu Prakerja ini. Selain itu, out put dari Kartu Prakerja ini dinilai tidak jelas, juga tidak bisa menjawab persoalan-persoalan buruh yang di PHK atau pengangguran yang ada di Indonesia.
Alasannya, Pertama, berdasarkan peraturan perundang-undangan, Program Kartu Prakerja berlandaskan pada Perpres Nomor 30 Tahun 2020 dan Permenko Nomor 3 Tahun 2020. Dengan anggaran yang cukup besar ditengah Pandemik Covid-19, Program ini (diduga) tidak berlandaskan Undang-Undang.
“Belum lagi, berdasarkan kabar teranyar dari media-media, proses pelaksanaan Kartu Prakerja ini, telah melahirkan pergunjingan di dalam pemerintahan. Adalah Adamas Belva Delvara salah satu CEO PT Ruang Raya yang juga mantan Stafsus Milenial Presiden Jokowi yang juga terlibat dalam Program Kartu Prakerja.” kata Deni.
“Berdasarkan UU No 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan, pasal 43 dijelaskan tentang Konflik Kepentingan bahwa, pemerintah dilarang melakukan tindakan mencari keuntungan atau bisnis.” tambahnya.
Dugaan Kongkalingkong
Namun demikian, kata Deni faktanya adalah, proses pelaksanaan Program Kartu Prakerja ini sebaliknya, (patut diduga) ada kongkalikong atau bisnis antara Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Perekonomian dengan Pengusaha-Pengusaha Startup.
Dituturkan Deni, seperti dalam pasal 43 dijelaskan bahwa, (a) adanya kepentingan pribadi dan/atau bisnis (b) hubungan dengan kerabat dan keluarga (c) hubungan dengan pihak yang bekerjasama dari pihak yang bekerja dan mendapat gaji dari pihak yang terlibat.
“Apabila melihat butiran pasal dalam UU No 30 Tahun 2014, artinya, baik Menko Perekonomian Airlangga Hartarto maupun Adamas Belva Delvara diduga telah melakukan penyalahgunaan wewenang,” katanya.
“Negara ini adalah negara hukum maka siapa saja yang melanggar hukum harus di adili. Begitu juga apabila dilihat dari sudut pandang UU No 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana bahwa, Pemerintah dalam hal ini tidak bisa memberikan solusi serta menciptakan program penanggulangan bencana yang jelas dan tepat sasaran, seperti diatur dalam pasal 3 ayat (1) dan ayat (2).” tandasnya.
Kedua, apabila dilihat dari pendekatan out put atau Result, sangat jelas bahwa, Program Kartu Prakerja ini tidak bisa menjawab kegelisahan para buruh yang di PHK dan masyarakat pengangguran di Indonesia. Sebab, Program Prakerja yang dicanangkan Kemenko Perekonomian, dengan alokasi anggaran sebesar Rp. 20 triliun ini, hanya berefek jangka pendek dan patut diduga menjadi ajang Bancakan pemerintah dengan pengusaha.
“Oleh karena itu, Kepolisian Republik Indonesia (POLRI) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus segera memeriksa dan mengawasi proses pelaksanaan Program Kartu Prakerja. Sebab bagaimana pun, dalam Program Kartu Prakerja yang dilaksanakan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto yang juga menjabat sebagai Ketua Partai Golongan Karya (GOLKAR) tersebut, berpotensi rawan di korupsi. Misalnya dalam bentuk Money Loundry atau’ pencucian uang dan atau Mark Up Anggaran,” terang Deni.
Tuntutan AIRIN
Oleh karena itu, Deni menegaskan, segenap Mahasiswa dan Pemuda Indonesia, yang terhimpun dalam AIRIN, menuntut:
1. Meminta Kabareskrim Polri, Komjen Pol Listyo Sigit Prabowo Untuk Segera Memproses Laporan JPMI dan GAMI Terkait Dugaan Korupsi Kartu Prakerja.
2. Mendukung Polri dan KPK Mengusut Tuntas Delapan Perusahaan (Startup) Yang Bekerjasama Dalam Kartu Prakerja Kartu Prakerja.
3. Mendukung Polri dan KPK Segera Memeriksa Menko Perekonomian Airlangga Hartarto Dalam Kasus Dugaan Korupsi Kartu Prakerja.
4. Perjelas Alokasi Anggaran Kartu Prakerja Terkhusus Untuk Transaksi Pembayaran Online Bagi Peserta Kartu Prakerja.
5. Tangkap dan Periksa Mantan Stafsus Milenial Jokowi, Adamas Belva Syah Deviara, yang juga CEO PT Ruang Raya (Ruang Guru).
(RedHuge/Lapan6online)