Kasus KDRT Butuh Solusi Sistemik

0
34
Eva Arlini, SE/Foto : Ist.

OPINI | HUKUM

“Faktor ekonomi sebagai pemicu KDRT dikaitkan dengan kemandirian perempuan. Agar suami tidak semena – mena pada isteri seperti selingkuh hingga terjadi KDRT, maka isteri harus mampu menghasilkan uang sendiri. Kalau kemandirian perempuan bisa mencegah terjadinya KDRT,”

Oleh : Eva Arlini, SE

KEKERASAN dalam Rumah Tangga (KDRT) akhir – akhir ini kembali menjadi perbincangan. Hal ini terjadi setelah KDRT yang dialami oleh artis Lesti Kejora.

Suaminya, Rizki Bilar terungkap telah melakukan kekerasan pada Lesti saat ia ketahuan berselingkuh. Kasus serupa di masyarakat banyak sekali. Bahkan KDRT yang dialami isteri sampai menghilangkan nyawa, seperti yang terjadi di Minahasa Utara baru – baru ini. (https://www.kompas.tv/)

Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mencatat, ada sekitar 338.496 kasus kekerasan terhadap perempuan yang terjadi di Indonesia selama tahun 2021. (https://komnasperempuan.go.id/).

Banyaknya kasus kekerasan yang dialami perempuan dalam rumah tangga, mengingatkan kita kembali bahwa persoalan itu bukanlah hal sepele. Masalah tersebut butuh penanganan serius.

Banyak warganet yang memuji artis Lesti ketika melaporkan suaminya atas kasus kekerasan pada dirinya. Salah satunya diungkapkan artis Melanie Subono. Ia mengucapkan terima kasih kepada Lesti atas keberaniannya melaporkan kasus kekerasan tersebut. Melanie mengaku menemukan banyak kasus serupa, dimana para perempuan memilih bungkam karena berbagai alasan.

Speak up sepertinya dianggap sebagai solusi atas KDRT yang dirasakan perempuan. Makanya pemerintah daerah Bandung Barat mendorong warganya untuk speak up. Beberapa bulan lalu di Bandung Barat digagas Program Gerakan Perlindungan Perempuan dan Anak (Geprak) yang bertujuan membantu para korban speak up mengungkapkan kasus yang dialaminya. Salah satunya kasus KDRT.

Speak up diharapkan bisa memberi keadilan bagi korban KDRT. Speak up juga dianggap bisa berefek jera, menjadikan para suami takut melakukan KDRT. Sehingga potensi kekerasan oleh suami pada isteri bisa dicegah. Meski kenyataan di lapangan, yang mengalami kekerasan bukan hanya isteri.

Suami pun ada yang mendapatkan kekerasan fisik oleh isterinya. Seperti nasib tragis yang dialami seorang lelaki berinisial RYN di Kediri, Jawa Timur. Ia meregang nyawa karena menjadi korban KDRT yang dilakukan isterinya sendiri. (https://www.murianews.com/2022/06/30)

Mengenai pemicu KDRT, menurut berbagai sumber setidaknya ada dua, yakni faktor ekonomi dan perselingkuhan. Hal ini seperti yang terjadi di Kota Palembang, dimana ekonomi dan perselingkuhan menjadi penyebab utama terjadinya kasus KDRT oleh suami pada isteri. (http://halosumsel.co.id/)

Alhasil speak up menjadi kurang mengena sebagai solusi masalah KDRT. Terkait masalah ekonomi, sebagian besar rakyat Indonesia merasakannya. Hal itu karena carut marutnya pengelolaan perekonomian negara di bawah naungan sistem kapitalisme.

Kekayaan alam Indonesia diserahkan pengelolaannya pada swasta, sehingga hasilnya pun dinikmati swasta terutama asing. Akibatnya, sumber pendapatan negara tak bisa diambil secara maksimal dari hasil pengelolaan kekayaan alam, melainkan dari pajak. Pajak merupakan pungutan yang memberatkan rakyat.

Ditambah lagi utang negara semakin menumpuk, yang pembayarannya pun akan ditanggung bersama oleh rakyat. Kenaikan harga tarif listrik, kenaikan harga BBM yang berefek naiknya biaya kebutuhan hidup, biaya kesehatan yang dipaksakan melalui BPJS dan lain sebagainya, semuanya menjadi sumber kesusahan rakyat.

Maka jika faktor ekonomi dinilai menjadi salah satu faktor pemicu KDRT, hal itu berkaitan erat dengan kebijakan pemerintah yang kapitalistik.

Sering kali, faktor ekonomi sebagai pemicu KDRT dikaitkan dengan kemandirian perempuan. Agar suami tidak semena – mena pada isteri seperti selingkuh hingga terjadi KDRT, maka isteri harus mampu menghasilkan uang sendiri. Kalau kemandirian perempuan bisa mencegah terjadinya KDRT, maka seharusnya Lesti Kejora tak mengalami hal tersebut.

Disinilah sistem Islam mampu tampil sebagai solusi fundamental bagi permasalahan KDRT dan masalah lainnya yang disebabkan oleh penerapan sistem kapitalisme sekuler. Islam memiliki sistem ekonomi yang mampu menyejahterakan rakyat secara merata. Islam juga memiliki sisten pergaulan yang mampu mencegah terjadinya perselingkuhan.

Islam mendidik manusia untuk beriman dan bertakwa pada Allah swt, mengajarkan cara berkeluarga yang benar. Islam mengharuskan suami menggauli isterinya dengan cara terbaik. Sementara isteri diharuskan oleh Islam untuk taat pada suami dan melayani suami dengan baik. Setiap permasalahan rumah tangga, ada solusinya dalam Islam. Ketika ajaran Islam diterapkan secara utuh oleh individu, masyarakat dan negara, maka kasus KDRT tidak akan marak seperti sekarang. (*)