Kasus Over Kapasitas Lapas Yang Belum Juga Tuntas

0
15
Ilustrasi/Net

OPINI

“Tiada solusi sistematis lain yang dapat diambil pemerintah selain mengganti sistem kehidupan saat ini dengan sistem terbaik yang pernah diterapkan di dunia,”

Oleh : Zhuhriana Putri

OVER kapasitas lapas hingga berujung hilangnya puluhan nyawa narapidana menjadi kasus hangat yang dibicarakan rakyat. Kebakaran hebat Lapas Kelas I Tangerang terjadi pada Rabu (8/9/2021), seluruh kamar sel di Blok C2 Lapas Kelas I Tangerang terkunci saat kebakaran yang mengakibatkan 41 narapidana tewas dalam kebakaran itu.

Lapas tersebut merupakan lapas tua yang menampung narapidana melebihi kapasitas maksimum. Data dari situs Ditjen PAS menyebut Lapas Kelas I Tangerang berkapasitas 600 orang namun dihuni oleh 2.072 tahanan dan narapidana atau mengalami kelebihan kapasitas hingga 245 persen (CNN Indonesia, 8/9/2021).

Padahal kasus over kapasitas lapas di Indonesia telah lama terjadi. Dikutip dari Kompas (11/9/2021), Kelebihan penghuni di lembaga pemasyarakatan (lapas) alias penjara sudah terjadi sejak lebih dari 15 tahun lalu di Tanah Air. Mengapa hal ini terus berulang terjadi ? Karena pemerintah tidak mendalami akar permasalahan kasus tersebut.

Seperti ungkapan Peneliti Imparsial Hussein Ahmad yang mengatakan pemerintah setengah hati merevisi UU Narkotika. Padahal peraturan tersebut berpotensi menyebabkan lembaga pemasyarakatan (Lapas) over kapasitas karena dipenuhi narapidana narkoba (CNN Indonesia, 12/9/2021).

Begitu juga dengan solusinya. Jika pemerintah tidak mampu melihat secara jeli akar permasalahan kasus tersebut, maka solusi yang diambil juga tidak akan mampu menyelesaikan permasalahannya. Solusi-solusi yang ditawarkan pemerintah hanya lah solusi parsial yang tidak mampu menutup lubang masalah.

Selain rencana merevisi UU Narkotika, pemerintah juga berencana membangun lapas baru. Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengatakan, pemerintah berencana menggunakan tanah hasil sitaan negara terkait kasus kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) sebagai lokasi pembangunan lembaga pemasyarakatan (Lapas) baru (Jawa Pos, 8/9/2021).

Jika kita melihat secara jeli, mengapa kasus over kapasitas lapas kembali berulang terjadi dan belum juga tuntas teratasi? Maka jawabannya adalah bukan karena salahnya penanganan pelaku narkoba yang menyebabkan lapas dipenuhi oleh narapidana narkoba.

Bukan juga karena kurangnya lapas di negeri ini. Namun, karena meningkatnya kasus kriminalitas dan tiadanya sanksi yang berefek jera bagi pelaku yang diterapkan oleh pemerintah. Ini lah akar masalahnya. Dan tiada akar masalah seluruh tindakan kriminalitas selain sistem sekulerisme yang diterapkan di kehidupan saat ini.

Sistem demokrasi sekulerisme menjauhkan kehidupan dari aturan Ilahi. Membiarkan manusia menuruti hawa nafsu dan hidup bebas sesuka hati. Sistem sekulerisme juga menyuburkan tindakan kriminalitas dengan dalih kebebasan individu.

Walaupun sistem ini memiliki sanksi untuk diterapkan kepada pelaku kriminalitas, namun sanksi tersebut tidak mampu memberikan efek jera bagi pelaku. Penjara menjadi sanksi apa pun tindakan kriminalitasnya. Sehingga hal ini juga yang menyebabkan penjara menjadi over kapasitas. Fatalnya kasus ini berujung pada hilangnya nyawa rakyat.

Sudah seharusnya pemerintah mendalami akar masalah kasus-kasus di negeri ini. dan mengambil solusi sistematis yang akan menyelesaikan masalah hingga ke akarnya. Tiada solusi sistematis lain yang dapat diambil pemerintah selain mengganti sistem kehidupan saat ini dengan sistem terbaik yang pernah diterapkan di dunia, yaitu sistem Islam.

Sistem sanksi di dalam Islam memiliki fungsi sebagai zawajir dan jawabir. Dimana zawajir berarti sebagai pencegah, karena sanksi di dalam Islam akan memberikan efek jera bagi pelaku sehingga akan mencegahnya untuk mengulangi kejahatannya.

Begitu juga bagi rakyat yang belum merasakan sistem sanksi tersebut akan menimbulkan rasa takut jika sanksi tersebut menimpa dirinya, sehingga mencegah bertambahnya pelaku kejahatan dalam negara. Sedangkan jawabir berarti sebagai penebus dosa. Artinya sanksi yang diterima di dunia dapat menebus dosa kejahatan yang mereka lakukan sehingga di akhirat kelak mereka akan terhindar dari azab Allah.

Islam memiliki tiga pilar penegakan hukum syariat Islam. Dimana dengan tegaknya tiga pilar tersebut dapat menjadi jalan mencegah tindakan kriminalitas. Pilar pertama adalah ketaqwaan individu.

Sistem Islam akan membentuk atmosfer keimanan dan ketaqwaan dalam kehidupan sehari-hari, sehingga akan terbentuk pribadi yang takut untuk melakukan tindakan kejahatan atas dasar keimanannya kepada Allah. Bukan karena takut kepada aparat kepolisian dan undang-undang negara belaka.

Pilar kedua adalah adanya kontrol masyarakat yang peduli terhadap sesama untuk saling mengingatkan dalam melakukan kebaikan dan mencegah melakukan keburukan.

Masyarakat akan saling mengontrol satu sama lain dan bergerak bersama untuk mencegah pelaku kejahatan dan kriminalitas. Bukan seperti kondisi masyarakat hari ini yang apatis dan individualis terhadap kondisi disekitarnya.

Dan pilar yang ketiga adalah adanya peran negara dalam menjalankan dan menerapkan aturan-aturan Islam termasuk sistem sanksinya. Dimana kita ketahui sistem sanksi Islam sangat kompleks mengatur tindakan kriminalitas.

Bahkan setiap kriminalitas memiliki sanksi yang berbeda-beda. Tidak semua tindakan kriminalitas dihukumi dengan penjara. Sehingga ini lah yang menjadikan negara Islam tidak pernah mengalami kejadian over kapasitas penjara. Maka apakah ada sistem terbaik lain selain sistem Islam ? [*]

*Penulis Adalah Aktivis Mahasiswi

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini