“Kasus korupsi adalah momok mengerikan bagi negara yang seolah-oleh tak mampu diselesaikan. Dari tahun ke tahun kasus nya bukan semakin menurun malah menginfeksi setiap lapisan,”
Oleh : Denti Wirnawati
Jakarta, Lapan6Online : Pada Kamis (8/1/2020), KPK menetapkan seorang tersangka yang terjaring pada operasi tangkap tangan (OTT), orang tersebut iyalah Wahyu Setiawan yang menjabat sebagai Komisaris Komisi Pemilihan Umum (KPU). Selain itu, KPK juga menetapkan status hukum kepada 3 orang lain yaitu Agustiani Tio Fridelina sebagai orang kepercayaan Wahyu, Politikus PDIP Harun Masiku, dan pihak swasta bernama Saeful.
Wahyu Setiawan tertangkap atas kasus Suap Pergantian Antar Waktu (PAW) Caleg PDIP. Sampai sekarang Politikus PDIP, Harun Masiku masih berstatus buron. Sebelumnya, KPK juga menangkap Saiful Ilah atas kasus korupsi Wisma Atlet Sidoarjo yang menghabiskan dana Rp 13,43 M dari APBD Sidoarjo.
Kasus korupsi adalah momok mengerikan bagi negara yang seolah-oleh tak mampu diselesaikan. Dari tahun ke tahun kasus nya bukan semakin menurun malah menginfeksi setiap lapisan. Bahkan setelah adanya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) para koruptor seolah tak gentar, justru KPK lah yang tampak kewalahan.
Menjamurnya korupsi di Indonesia adalah bukti gagalnya sistem pemerintahan dan tata negara indonesia dalam pengurusan rakyatnya. Korupsi adalah tindakan kriminal kompleks, latar belakang orang melakukan korupsi pun beragam, ia memeliki faktor intenal dan eksternal. Dari faktor internal, apabila orang melakukan korupsi karena kebutuhan hidup, itu berarti negara tidak mampu menyelesaikan persoalan ekonomi, dari produksi-distribusi-konsumsi untuk menyediakan kebutuhan masyarakat secara mudah dan murah.
Jika faktor seseorang melakukan korupsi adalah kurangnya moral, itu berarti negara tidak mampu mencetak generasi yang cerdas, beriman, dan bermoral dalam sistem pendidikannya. Justru yang tercetak adalah generasi kapitalis-materialis yang segala sesuatunya akan diukur dengan untung-rugi duniawi.
Sedangkan dari faktor eksternal, apabila seseorang melakukan korupsi karena sistem pemerintahan yang buruk, maka negara tidak mampu membentuk sistem akuntabilitas, pengendalian manajemen, dan pengawasan yang baik. Dan terakhir, apabila seseorang melakukan korupsi karena hukuman yang ringan, berarti negara gagal melegalisasi hukum pidana yang menjerakan. Dari sini sudah jelas bahwa tindak pidana korupsi berkaitan dengan sistem-sistem lain di dalam negara yang juga masih bermasalah.
Maka jalan terbaik yang dapat dilakukan untuk mengatasi tindakan korupsi adalah memikirkan kembali konsep pemerintahan dan tata negara yang benar untuk diterapkan di dalam negara. Sehingga permasalah-permasalahan yang selama ini ada di indonesia dapat teratasi sampai akarnya. GF
*Mahasiswi Universita Negeri Malang