OPINI | POLITIK
“Berbagai usaha perlindungan negara agar anak tidak menjadi korban penganiayaan ialah membentuk perlindungan terpadu yang menyeluruh dalam semua bidang,”
Oleh : Sutiani, A. Md
MUHAMAD Rauf (13), warga Desa Parigimulya, Kecamatan Cipunagara, Kabupaten Subang, Jawa Barat ditemukan tewas di saluran irigasi atau sungai di Blok Sukatani, Desa Bugis, Kecamatan Anjatan, Kabupaten Indramayu, Rabu (4/10/2023).
Rauf ditemukan di pinggir sungai dalam kondisi berlumuran darah dengan tangan terikat ke belakang. Dari hasil penyelidikan, Rauf dibunuh oleh ibunya sendiri, Nurhani (40) dibantu oleh sang paman S (24) serta kakeknya, W (70). Usai dianiaya, Rauf dibuang oleh ibunya ke saluran irigasi dalam kondisi hidup. (Kompas.com, 08/10/2023).
Psikolog dari Universitas Jenderal Achmad Yani (Unjani) Cimahi Miryam Sigarlaki memaparkan, dari beberapa informasi yang diterinya, terdapat sejumlah persoalan yang diduga menjadi pemicu tindakan kejahatan tersebut. “Menurut berita, anak ini adalah korban perceraian orang tuanya, salah satu yang bisa menyebabkan ibunya seperti ini bisa saja salah satunya dampak dari perceraian, apakah masalah emosional atau lainnya”. (JPNN.com, 06/10/2023).
Dari kasus ini bahkan kasus sebelumnya sama sering terjadi tentu ini problem yang sangat genting. Adapun yang melatarbelakangi tindakan penganiayaan ini adalah emosional yang tak terkendali, beban ekonomi yang berat dan iman yang lemah.
Akar masalah problem tersebut adalah disebabkan solusi yang diambil berdasarkan nilai-nilai sekuler Barat yang sangat jauh dari aturan agama yang akhirnya liberalisme masih menjadi pedoman dalam kehidupan. Maka, tidak heran persoalan keluarga tidak pernah dapat terselesaikan sampai kapan pun selama tata kehidupan masih berlandaskan pada kebebasan akal manusia sebagaimana dalam sistem sekuler-kapitalisme.
Korban-korban penganiayaan anak akan terus bermunculan dengan beragam cara sehingga masyarakat membutuhkan solusi yang utuh untuk menyelesaikan persoalan keluarga secara tuntas. Solusi yang tepat dari penganiayaan yang dilakukan oleh ibunya sendiri hanya ada pada Islam.
Islam memandang bahwa anak adalah amanah yang harus dijaga, selain itu anak adalah calon pemimpin masa depan, aset bangsa yang sangat berharga. Oleh karena itu, anak diharuskan tumbuh dan berkembang optimal agar menjadi generasi penerus yang mumpuni. Dalam hal ini, Islam memberikan aturan yang mampu menyelesaikan persoalan keluarga dan memenuhi kebutuhan akan rasa amannya.
Islam satu-satunya agama yang tidak hanya mengatur ibadah atau aspek ruhiyah saja, melainkan Islam merupakan akidah siyasi yang memancarkan seperangkat aturan untuk mengatur seluruh aspek kehidupan. Penerapan aturan Islam ini terbebankan pada negara, karena menjadi tanggung jawab pemimpin.
Rasulullah SAW. bersabda: “Sesungguhnya Imam itu laksana perisai, tempat orang-orang berperang di belakangnya dan berlindung kepadanya.” (HR. Muslim).
Dalam hadis lainnya Rasulullah SAW. bersabda: “Imam adalah pengurus dan ia akan dimintai pertanggungjawaban terhadap rakyat yang diurusnya.” (HR. Muslim dan Ahmad).
Berbagai usaha perlindungan negara agar anak tidak menjadi korban penganiayaan ialah membentuk perlindungan terpadu yang menyeluruh dalam semua bidang. Pada bidang ekonomi, sistem pengaturannya dengan menjamin nafkah bagi setiap warga negara termasuk anak yatim dan terlantar.
Islam juga memberikan kebebasan bagi perempuan dari kewajiban mencari nafkah sehingga mereka lebih fokus sebagai ibu, madrasah pertama dalam mendidik dan mencetak kepribadian sang anak. Sistem ekonomi Islam juga akan membuka lapangan kerja yang seluas-luasnya bagi para pencari nafkah.
Pada bidang pendidikan, negara dalam Islam akan menerapkan sistem pendidikan berbasis akidah Islam, guna menghasilkan kepribadian Islam, membentuk masyarakat agar memiliki keimanan yang kuat dan selalu terikat pada hukum syarak, seperti dapat memilah perbuatan terpuji atau tercela. Senantiasa memberikan edukasi tentang pemahaman dalam hukum-hukum keluarga.
Untuk para pelaku kejahatan keji seperti penganiayaan hingga sampai membunuh maka dalam hukum Islam memiliki sanksi yang diterima oleh pelaku sehingga akan menimbulkan efek jera (zawajir) dan penebus dosa manusia di akhirat (jawabir), akhirnya pelaku takut dan tidak akan melakukan kembali kejahatan tersebut.
Oleh karena itu, kita membutuhkan solusi aturan sang Khalik sekaligus Mudabbir melalui pedoman Al-Qur’an dan As-Sunah yang dipimpin oleh khalifah untuk menerapkan Islam secara kafah. Wallahualam bissawab. (*)
*Penulis Adalah Aktivis Dakwah Muslimah